Segera Risa keluar kamar, karena memang dirinya sedang menunggu Nia untuk mengerjakan tugas bersama. Â Tetapi betapa lututnya lemas karena di teras itu yang terlihat Fian, dan di tangan kanannya terlihat menenteng bungkus kecil kado.
Berusaha dirinya mundur tidak jadi menemui Fian. Â Tetapi, mau sampai kapan dirinya menghindar. Â Toh sebenarnya selama ini dirinya juga merasakan getar itu jika berdekatan dengan Fian.
"Hei...Ris, wah sudah lama yah kamu mematung disitu? Â Maaf, aku tadi terkesima sama suara bocah-bocah yang ngejar layangan di depan itu," suara Fian yang baru menyadari kehadiran Risa.
"Waduhh...kamu jadi patung beneran yah? Â Kok diam aja sih aku ngomong," kembali suara Fian yang kali ini memecah kebengongan Risa.
"Kamu, ngapain pakai kirim kartu ucapan?" tembak Risa dengan suara gugup.
Tidak ada jawaban Fian, kecuali tangannya yang meraih tangan Risa dan mengajaknya duduk di teras rumah itu.
Diam sejenak diantara keduanya.
"Ehhmm...Ris, bisa nggak kalau sekali-sekali enggak ngegass, dan main tembak seperti itu? Â Kamu tanya ngapain aku kirim kartu, itu karena aku tahu hari ini ulang tahun kamu," Â Lalu kado kecil itu diberikannya dalam genggaman tangan Risa.
"Potongan tiramisu? Â Darimana kamu tahu aku suka tiramisu?" tanya Risa panik karena dihujani kejutan bertubi. Â Tetapi bukan jawaban yang didapatnya.
"Ssst...nggak penting darimana dan kenapa. Â Itu belum cukup untuk menjelaskan ke kamu, aku itu suka kamu. Â Kali ini aku datang sendiri untuk bilang, aku sayang kamu Risa. Â Melihat senyum kamu, dan segala kebawelan kamu itu bikin aku semakin suka," jelas Fian dengan matanya yang tajam lembut memandang Risa.
Nggak ada suara Risa. Â Mungkin kalau bisa sulap, ingin dirinya hilang saat itu. Â Nggak sanggup matanya memandang mata cinta Fian. Â Tetapi mengatakan dirinya memiliki rasa yang sama, bibirnya rasanya membeku kaku.
