Bapakku terus berteriak karena kuoleng di setiap kayuhan
Tapi tak pernah sekalipun ia lepaskan erat  tangannya agar kutetap dalam jangkauan
Setiap kuingin berhenti dan menyudahi latihan
Ia berkata, "Nek meh isoh, ayo terus fokus, ojo gampang nangis" (dengan nada teriakan kecilnya yang terus berulang)
Hingga kemudian tak terasa aku sudah lancar bersepeda tanpa arahan dan bantuan pegangan
Tampak sorot mata bapak, ia cukup bangga menyaksikanku bahagia bisa bersepedaan
Kutahu itu cara bapak mendidikku perlahan-lahan
Tapi aku juga masih kecil untuk belajar bertahan dari setiap terpaan
Masih gampang menangis atas secuil hentakan
Masih gampang menyerah perihal guncangan-guncangan kehidupan
Masih terlalu naif untuk menyuarakan perasaan