Mohon tunggu...
desta rianto
desta rianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 TEKNIK SIPIL

41123110014 Kampus Universitas Mercu Buana Meruya | Fakultas Teknik | Prodi S1 Teknik Sipil | Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB | Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, Ak., M.Si, CIFM, CIABV, CIABG

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Quiz etika UMB - Praktik Stoicisme, Membedakan Antara Fortuna vs Virtue Untuk Mnejadi Sarjana Unggul dan Profesional

25 Januari 2025   17:50 Diperbarui: 25 Januari 2025   17:49 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
filosofi kebahagiaan menurut Aristoteles, Epicurean, dan Stoicism | sumber : ppt slide 3 - Prof Apollo UMB

Pendahuluan

Dalam perjalanan akademis, mahasiswa sering kali dihadapkan pada berbagai hambatan dan tantangan, baik secara pribadi maupun dalam konteks studi. Tantangan ini meliputi tekanan akademik, dinamika sosial, kebutuhan finansial, hingga kecemasan akan masa depan. Semua ini memunculkan pertanyaan mendasar: apa yang menentukan keberhasilan seseorang? Apakah keberhasilan ditentukan oleh keberuntungan (fortuna), ataukah oleh keutamaan pribadi (virtue)? Dalam konteks ini, filosofi Stoicisme menawarkan pendekatan yang relevan dan kuat.

Stoicisme, yang dikembangkan oleh Zeno dari Citium pada abad ke-3 SM, adalah aliran filsafat yang menekankan pada penguasaan diri, kebijaksanaan, dan fokus pada hal-hal yang berada di dalam kendali manusia. Prinsip utamanya adalah bahwa kebahagiaan sejati tidak tergantung pada faktor eksternal, tetapi pada kemampuan seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang kokoh. Dalam konteks mahasiswa, ajaran Stoik ini sangat relevan untuk membantu mereka menjadi individu yang unggul secara akademis dan profesional.

Fortuna vs Virtue: Definisi, Perbedaan, dan Relevansinya

Fortuna: Keberuntungan yang Tidak Stabil

Dalam Stoicisme, fortuna merujuk pada segala sesuatu yang berada di luar kendali kita, seperti situasi sosial, kondisi ekonomi, keberuntungan dalam hidup, atau kejadian-kejadian acak. Fortuna sering kali terlihat sebagai faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, terutama dalam konteks peluang hidup. Misalnya, seorang mahasiswa mungkin merasa beruntung memiliki dosen yang mudah memberikan nilai bagus atau mendapatkan beasiswa tanpa banyak usaha. Namun, sifat fortuna adalah tidak stabil---ia bisa berpihak pada seseorang hari ini, tetapi menghilang esok hari.

Mahasiswa yang bergantung pada fortuna cenderung merasa kecewa atau bahkan frustasi ketika keberuntungan tidak lagi berpihak. Sebagai contoh, ketika nilai turun karena dosen yang lebih ketat atau ketika peluang magang yang diidamkan diambil oleh orang lain, individu yang hanya bergantung pada fortuna sering kali merasa kehilangan arah.

Virtue: Keutamaan yang Kokoh

Sebaliknya, virtue dalam Stoicisme merujuk pada keutamaan yang menjadi landasan kebijaksanaan, keberanian, pengendalian diri, dan keadilan. Virtue adalah kualitas internal yang dapat dikembangkan melalui latihan, refleksi, dan komitmen untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Dalam kehidupan akademis, virtue mencakup etos kerja keras, integritas, rasa ingin tahu yang tinggi, dan tekad untuk terus belajar meskipun dihadapkan pada tantangan.

Sebagai contoh, mahasiswa yang mengandalkan virtue akan tetap berusaha maksimal meskipun mengalami kegagalan, seperti tidak lulus dalam ujian atau ditolak dalam seleksi beasiswa. Alih-alih menyerah, mereka akan mengevaluasi kelemahan, belajar dari kesalahan, dan mencoba kembali dengan strategi yang lebih baik.

Mengapa Virtue Lebih Penting Daripada Fortuna? (why)

1. Ketahanan Dalam Menghadapi Tantangan

Ketergantungan pada fortuna membuat seseorang rentan terhadap perubahan. Misalnya, seorang mahasiswa yang selalu bergantung pada keberuntungan mungkin merasa kehilangan arah ketika menghadapi tantangan seperti krisis finansial, konflik keluarga, atau kondisi kampus yang kurang mendukung. Sebaliknya, virtue memberikan dasar yang kuat untuk tetap bertahan, karena ia berasal dari dalam diri. Dengan mengembangkan virtue, mahasiswa akan memiliki keberanian dan ketekunan untuk terus maju, bahkan dalam situasi yang sulit.

Contohnya, ketika pandemi COVID-19 memaksa mahasiswa untuk belajar daring, mereka yang mengandalkan fortuna (seperti fasilitas kampus atau bantuan teman) mungkin merasa kesulitan beradaptasi. Namun, mahasiswa yang memiliki virtue (seperti kedisiplinan dan tekad belajar mandiri) dapat menemukan cara untuk tetap produktif, seperti belajar melalui sumber online atau membentuk kelompok diskusi virtual.

2. Pengembangan Karakter Jangka Panjang

Virtue adalah investasi jangka panjang dalam pengembangan diri. Sementara fortuna bersifat sementara, virtue terus berkembang dan dapat diandalkan sepanjang hidup. Mahasiswa yang fokus pada pengembangan virtue seperti kejujuran, rasa ingin tahu, dan keberanian akan menjadi individu yang dihormati dan dipercaya, baik dalam lingkungan akademis maupun profesional.

Sebagai ilustrasi, mahasiswa yang jujur dalam mengerjakan tugas akan membangun reputasi sebagai individu yang dapat diandalkan. Hal ini tidak hanya membantu mereka dalam menyelesaikan studi, tetapi juga membuka peluang karier yang lebih baik karena integritas mereka diakui oleh orang lain.

3. Relevansi Profesionalisme

Di dunia kerja, perusahaan dan organisasi cenderung mencari individu yang memiliki integritas, kemampuan adaptasi, dan komitmen terhadap kualitas kerja, dibandingkan mereka yang hanya mengandalkan keberuntungan. Mahasiswa yang berfokus pada pengembangan virtue selama masa studi akan lebih siap menghadapi tantangan profesional. Mereka mampu bekerja dalam tim, mengambil tanggung jawab, dan memimpin dengan etika yang tinggi.

Bagaimana Praktik Stoicisme dalam Kehidupan Mahasiswa? (how)

1. Mengendalikan Hal yang Dapat Dikontrol

Prinsip utama Stoicisme adalah fokus pada apa yang bisa kita kendalikan, seperti usaha, sikap, dan reaksi terhadap situasi. Dalam konteks mahasiswa, ini berarti mengambil tanggung jawab penuh atas proses belajar, termasuk membuat jadwal belajar, mengelola waktu dengan baik, dan mempersiapkan diri untuk ujian dengan maksimal.

Sebagai contoh, jika seorang mahasiswa gagal dalam ujian, alih-alih menyalahkan dosen atau keadaan, ia dapat mengevaluasi strategi belajarnya dan membuat perbaikan untuk kesempatan berikutnya. Dengan cara ini, mahasiswa tidak hanya meningkatkan peluang sukses, tetapi juga membangun karakter yang bertanggung jawab.

2. Menerima Ketidakpastian

Ketidakpastian adalah bagian dari kehidupan, termasuk dalam dunia akademis. Perubahan kurikulum, masalah keluarga, atau kejadian tak terduga lainnya sering kali memengaruhi studi. Stoicisme mengajarkan pentingnya menerima ketidakpastian ini dengan tenang dan mencari solusi yang pragmatis.

Misalnya, ketika seorang mahasiswa mendapati tugas mendadak yang harus diselesaikan dalam waktu singkat, alih-alih panik, ia dapat menyusun prioritas dan bekerja secara terstruktur. Dengan cara ini, tantangan tersebut dapat diatasi tanpa stres yang berlebihan.

3. Melatih Refleksi Diri

Refleksi diri adalah praktik penting dalam Stoicisme. Mahasiswa dapat meluangkan waktu setiap hari untuk merenungkan tindakan mereka, mengevaluasi apa yang telah dicapai, dan merencanakan perbaikan untuk ke depan. Praktik ini bisa dilakukan melalui jurnal harian, di mana mereka mencatat pelajaran yang didapat, tantangan yang dihadapi, dan strategi yang dapat diterapkan.

4. Menghindari Emosi Berlebihan

Emosi seperti kemarahan, kecemasan, dan iri hati sering kali muncul dalam kehidupan mahasiswa, terutama saat menghadapi tekanan atau persaingan. Stoicisme mengajarkan bahwa emosi berlebihan adalah hasil dari persepsi yang keliru. Dengan belajar mengendalikan emosi, mahasiswa dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan rasional.

Sebagai contoh, ketika seorang teman mendapatkan prestasi yang lebih baik, mahasiswa yang bijaksana tidak akan merasa iri, tetapi menjadikannya sebagai motivasi untuk bekerja lebih keras.

Studi Kasus: Praktik Stoicisme dalam Kehidupan Mahasiswa

Bayangkan seorang mahasiswa yang menghadapi penguji kritis saat sidang skripsi. Dalam situasi ini, ia dapat memilih untuk merasa panik dan menyalahkan keadaan (fortuna), atau tetap tenang dan menjawab pertanyaan berdasarkan persiapan yang matang (virtue). Dengan pendekatan Stoik, mahasiswa tersebut tidak hanya berhasil melalui ujian tetapi juga membangun kepercayaan diri yang tinggi.

Penutup

Stoicisme adalah panduan hidup yang relevan untuk membantu mahasiswa menjadi individu unggul dan profesional. Dengan mempraktikkan nilai-nilai virtue seperti kebijaksanaan, keberanian, dan pengendalian diri, mahasiswa dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih tangguh dan membangun masa depan yang bermakna.

Referensi:

  1. Modul Etika Pengembangan Diri Aristotle.
  2. Ryan Holiday, The Daily Stoic.
  3. Epictetus, The Enchiridion.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun