"Jod?" Ibunya hati-hati memanggil.
Jodi masih geming. Awalnya dia merasa dadanya tersirap kemudian dia ketakutan. Jodi terhuyung.
"Pelan-pelan, Jod." Sang ayah menangkap lengannya, membantunya duduk pelan-pelan di sofa.
Jodi mengedarkan tatapannya. Semua terasa cerah dan aneh. Tidak ada yang sama. Inikah warna?
Dia mengerjap beberapa kali sebelum melihat wajah ayah dan ibunya. Mereka sedang menatapnya, menunggu. Jodi mengamati wajah ibunya. Dia kelihatan menarik dengan warna kulit dan bibir yang tak diketahui Jodi. Dia kemudian menoleh, menatap wajah ayahnya. Wajah itu sangat hidup, sangat berbeda dari kesan Jodi selama ini. "Maafkan Jodi." Suaranya serak dan dadanya terasa sakit. Untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun tak menangis, Jodi tersedu-sedu.
***
Setelah memiliki kacamata itu, hidup Jodi berubah. Dia menikmati keajaiban warna, mempelajari nama-nama mereka, dan menanamnya dalam ingatan. Namun, masalahnya dengan Erna dan Vita belum selesai. Dia memaafkan Erna, meski menolak ketika Erna mengungkapkan rasa cintanya. Dengan Vita, masalahnya lebih ruwet.
"Kamu harus tahu batasan kamu!" teriak Jodi ketika bertengkar dengan Vita.
"Apa salahnya aku tanya?" balas Vita sama kerasnya.
"Kamu selalu mengurusi urusan orang lain!"
"Aku lebih sering mengurus diriku sendiri."