Mohon tunggu...
Dessy Achieriny
Dessy Achieriny Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content creator

Blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Museum Rumah Atsiri Lebih Dekat

9 Mei 2016   13:33 Diperbarui: 29 Agustus 2016   22:04 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenal Museum Rumah Atsiri Lebih Dekat

Bersentuhan langsung dan mencium aroma lama tentang museum, entah kenapa saya selalu tergerak. Seolah ditakdirkan menjadi salah satu penggiat sejarah reinkarnasi yang lahir sama tuanya dari penduduk Kerajaan di jaman Singosari. Mencintai cerita dibalik proses panjang suatu bangunan tua, menjadi sesuatu ketertarikan lain untuk saya gali lebih dalam lagi, perihal sejarah yang masih bersembunyi malu-malu di suatu tempat dari gerombolan kalimat yang hendak saya bagikan lebih banyak kepada masyarakat luas, tentang mengenal isi perut serta kiprah dari Museum Rumah Atsiri.  Ibarat penggalan kata bagi anak abege kekinian istilahnya berubah, dipersingkat menjadi PDKT. Agar mereka juga mampu menelan tulisan, tenggelam, berenang-renang, menyelam, namun kita sama-sama menikmatinya. Tulisan tentang museum sengaja saya tulis dengan nuansa yang lebih segar dari biasanya, tanpa mengambil gaya vintage dalam pilihan kata tulisan lama, yang biasa berada dalam kosakata pemilihan di buku-buku sejarah yang usang, kerapkali hanya mengena pada satu, dua, tiga kalimat saja yang terbaca, namun murid-murid terlanjur ngantuk dan dehidrasi. Mungkin sedikit harus berubah haluan sementara, selipan guyonan kecil hanya sebagai tim hore agar mata tidak terlalu lelah membaca kalimat yang panjangnya melebihi kain sari pakaian asal India. Sebab, kita hendak membahas soal sejarah yang tidak semua orang tertarik mengenai cerita panjang berlarut-larut. Iya apa nggak? *Nguap.

at5-57302770e2afbd3c055127a4.jpg
at5-57302770e2afbd3c055127a4.jpg
Salah Satu Bentuk Peralatan di Museum Rumah Atsiri

Ragam aktifitas menulis yang bermanfaat dan menggali informasi yang akurat adalah cara kesenangan paling sederhana, menyenangkan, serta sanggup memeluk diri sendiri dan mengasah otak-otak yang kian tumpul dan haus akan edukasi berserta debu-debu dari jejak cerita dan kisah lama termasuk menjelajah dan menapaki kembali beberapa kenangan yang ditinggalkan Atsiri, sebuah kenangan mirip cerita para mantan yang kerapkali membuat kita teringat kembali, terus, lagi dan lagi. Baper. Sebab, kiprah museum minyak Atsiri kelak akan menjadi “Kawasan Wisata Baru” di daerah Tawangmangu, sebuah keberadaan peninggalan sejarah terpencil di lereng Lawu. Akan ada beberapa kegiatan yang akan digalakkan yaitu menjadi tempat science yang menyenangkan dan sebagian lahan akan upgrade menjadi taman berbagai jenis tanaman yang bisa di destilasi (disuling) menjadi minyak atsiri, supaya pengunjung tahu Indonesia punya sumber “Mas Hijau”. Istilah Mas Hijau bukan diartikan sebagai “Mas-mas yang berbaju hijau”. Bukan. Tolong. Please.

Ini beda cerita. Ini sejarah.

at1-573027ee8d7a61a012c70c28.jpg
at1-573027ee8d7a61a012c70c28.jpg
Sebagian lahan di Rumah Atsiri menjadi lahan hijau yang dipenuhi sayur-sayuran dan taman bunga

Mengulik dan menggelitiki sejarah Atsiri Indonesia, rupanya pabrik Atsiri ini dulunya adalah bangunan gagah perkasa dari sebuah proyek mercusuar Bung Karno, yang hilang dan menjadi serpihan-serpihan kenangan dari catatan dokumentasi Arsitektur Indonesia, karena letaknya agak terpencil dan jauh di kaki Gunung Lawu, Tawangmangu. Walau pun sebenarnya kalau ditelisik lebih dalam pada perbandingan komedi fiksi, sepertinya lebih jauhan bukit angin hitam yang menjadi ajang pertempuran Sun Go Kong di komik Kera Sakti. Cikal bakal terbentuknya Pabrik Atsiri ini pun ada, karena pada masa Soekarno setelah dekrit presiden 1959, politik luar negeri Indonesia banyak melakukan kerjasama dengan negara komunis blog-timur. Dan pabrik penyulingan minyak atsiri ini merupakan bentuk kerjasama tersebut, antara Indonesia dan Bulgaria. Dengan adanya kerjasama itu di Indonesia kini sedikitnya tersebar 40 jenis tanaman atsiri, antara lain sereh, akar wangi, nilam, dll. Juga sejak perang dunia II, minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Cadas memang sejarah Museum Minyak Atsiri. Bravo.

at-5730273a8f7e614f07920c4b.jpg
at-5730273a8f7e614f07920c4b.jpg
Foto Bapak Sastro lawu

Penelusuran sejarah bangunan bekas pabrik minyak sereh "Citronella" ini pun tidak lantas menghilangkan jasa-jasa besar dari Keluarga Sastro Lawu. Sastro Lawu salah satu sosok komandan Batalion Lawu yang disegani pada masa setelah perang kemerdekaan. Saya pikir sebelum melihat fotonya, Sastro Lawu berkarakter garang dengan kumis tebal melengkung mirip Pak Raden di film si Unyil, ternyata pandangan saya salah. Pak Sastro Lawo berperawakan gagah, ganteng dan berkharisma. Beliau diperintahkan oleh pemerintah pada tahun 1963 untuk mencari lokasi dan membangun pabrik sereh yang kemudian diberi nama Citronella. Dengan niat baik yang hadir dalam sosok beliau yang berkeinginan untuk memajukan daerah Tawangmangu dengan membuat sebuah pabrik, sehingga masyarakat dapat bekerja sekaligus menjadi sundulan yang tepat untuk menaikkan taraf hidup di sana, kalau bahasa sekarang mungkin sudah banyak yang bilang “Sundul Gan” ala-ala anak kaskus. Sampai akhirnya niat baik beliau sukses di-iyakan Tuhan. Maka berdiri kokohlah bangunan pabrik ini, berkat jasa-jasa beliau. Walau pun ketika saya telusuri lebih dalam rupanya bangunan berdiri tidak sampai 100% selesai, hanya berada dalam angka 80% disebabkan peristiwa pergolakan politik G30S. Sudah mumet belum, semoga belum... kita lanjut penjelasannya ya.

at-4-5730270c137b61d8048d5394.jpg
at-4-5730270c137b61d8048d5394.jpg
Rumah Atsiri

Rupanya, goyangan tidak hanya menjadi pemilik penyanyi dangdut saja, goyangan juga bisa terjadi dari gempa yang seringkali hadir tanpa permisi dan bilang-bilang kerapkali menguji kokohnya Pabrik Atsiri dulu, pabrik yang terkena gempa pada tahun 1975-an, sehari bisa sampai terjadi 25 kali gempa, meskipun begitu bangunan tetap tahan tanpa retak, inilah salah satu kelebihan Rumah Atsiri dari sisi perencanaan pembangunan yang sudah dirancang untuk masa yang panjang. Ditambah material bangunan dan semen jaman sekarang dibandingkan dengan jaman dahulu tentu kualitasnya juga mungkin sudah jauh berbeda. Curhat.

Dulu, di sana terdapat 9 boiler besar, sekarang hanya tersisa 3 boiler, sebab keenam boilernya sudah dijual. Boiler ini berguna untuk penyuling minyak atsiri.  Minyak atsiri merupakan senyawa organik yang berasal dari tumbuhan dan bersifat mudah menguap, mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang, atau sering pula disebut minyak essential. Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, kulit batang, akar, dan rimpang. Ada beberapa juga tanaman yang pernah disuling di pabrik ini termasuk sereh, akar wangi, minyak kayu putih dan cengkeh sebagai bahan baku industi parfum, bahan pewangi, aroma farmasi, kosmetik dan juga aromatherapi.

at11-573026ad02b0bd5c054e88a9.jpg
at11-573026ad02b0bd5c054e88a9.jpg
Laskar-laskar Rumah Atsiri

Seperti yang telah dijelaskan pada tulisan saya diatas, bahwa pembangunan pabrik ini berlokasi di daerah pegunungan, tepatnya lereng Lawu – Tawangmangu, kemungkinan besar disebabkan karena ingin lebih dekat dengan bahan baku, dimana syarat tumbuh dan budidaya sereh umumnya tumbuh di daerah dengan ketinggian 4.000 mdpl dengan curah hujan 1.800-2.500 mm/thn.

Lebih lengkapnya kalian bisa searching lebih jauh mengenai  definisi dan penggunaan minyak asiri, saya tidak membahas banyak mengenai hal itu di sini, namun saya lebih tertarik dengan semangat atas pergolakan para laskar generasi muda yang ikut serta berperan aktif dalam membangun dan menghidupkan kembali sebuah pabrik tua dengan menatanya menjadi lebih baik, lebih apik, lebih baru, sehingga menjadi sesuatu yang kelak mampu dibanggakan sebagai lokasi wisata handal dalam mengulas cerita sejarah, lahan hijau, science, dan mengenal baik minyak asiri, termasuk dengan dijaga beberapa ruangan seperti ruang laborat, tempat segala minyak diformulasikan, umur-umur botol yang sudah puluhan tahun, disanapun  tetap berada pada tempatnya dan memang sengaja dijaga kehati-hatian sebagai simbol sebuah lorong yang kelak mambawa kita memasuki masa lampau di daerah Tawangmangu.

at6-573025e2c222bd4f048b4572.jpg
at6-573025e2c222bd4f048b4572.jpg
Obrolan Ringan Bersama Pak Sukir

Penggalan selipan celoteh dari Pak Sukir merupakan bagian semangat  yang lain para pengorek sejarah sebagai saksi nyata yang mampu dengan lugas dan gamblang menjelaskan penggambaran sejarah pabrik di dalam bola-bola matanya. Diluar dari ketujuh bola dragonball yang jika disatukan akan mengabulkan harapan, ini sama sekali tidak ada hubungannya.

“Saya mulai bekerja di Citronella tahun 1964, sedangkan pabrik itu sendiri dibangun mulai tahun 1963. Besi dibawa dari Bulgaria, sedangkan semen pada awalnya juga mau bawa dari Bulgaria, tetapi tidak jadi, karena semen Indonesia lebih bagus dibanding semen sana. Mulai dari galian tanah sampai bangunan itu berdiri saya melihatnya. Beberapa tenaga ahli dari Bulgaria dulu didatangkan ke sini untuk mengerjakan proyek ini, ada insinyur dan juga ahli mesin” cerita Pak Sukir yang dulu bekerja di pabrik minyak sereh ini.

at7-573025accb23bd74050ea7da.jpg
at7-573025accb23bd74050ea7da.jpg
Peninggalan Sejarah kalkir Kuno Yang Tersisa

Peninggalan jejak dari sejarah pabrik sudah kita susuri, sekarang kebangkitan pabrik perlahan kita dapat melihatnya berangsur-angsur direnovasi menjadi sebuah museum, restoran, taman pendidikan, perkemahan. Museum Atsiri juga menyediakan Kids Lab tempat anak-anak belajar berbagai macam penciptaan kimia yang menyenangkan. Harapannya 10 tahun kemudian akan muncul profesor-profesor kecil, karena ketertarikan mereka mempelajari science, serta jiwa-jiwa yang besar yang menginginkan berdirinya kembali Rumah Atsiri setidaknya mampu memberikan warna baru untuk mempelajari sejarah dari kisah yang terdahulu. Kelak akan ada workshop pelatihan-pelatihan membuat sabun, lilin, parfum, atsiri dan lain sebagainya, serta ada toko museum yang menjual aneka produk dari hilirisasi atsiri.  Semoga Museum Atsiri kedepannya mampu memberikan pundi-pundi yang mengajak kita belajar sekaligus sebagai pembelajaran dari senyum dan tangan-tangan terampil serta kreatif para laskar dibalik layar yang menghidupkan Museum Minyak Atsiri dari tidur panjangnya. Tanpa harus mendatangkan pangeran dongeng berkuda putih seperti dongeng sebelum tidur yang romantisnya suka keterlaluan.

Kepala manusia sudah sibuk dengan racun kekinian yang bertebaran dimana-mana, hingga terkadang melupakan kemasasilaman. Ada apa dengan kepala orang-orang? Sembari menyeruput kopi, pikiran saya mulai menerawang jauh kebelakang, mencari langkah yang selanjutnya dibuat, menggenggam sepi dan memeluk sejarah di senja hari. Merah pucat langit senja adalah jawaban, bahwa dibalik sebuah sejarah, akan ada banyak kisah dari para pendobrak yang kelak ke depannya menjadi bagian dari sebuah cerita. Salam wangi Rumah Atsiri. Teruslah mewangi.

Dessyachieriny@yahoo.com

Dokumentasi foto : FB Rumah Atsiri dan Blog Tante Paku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun