Dulu, di sana terdapat 9 boiler besar, sekarang hanya tersisa 3 boiler, sebab keenam boilernya sudah dijual. Boiler ini berguna untuk penyuling minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan senyawa organik yang berasal dari tumbuhan dan bersifat mudah menguap, mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang, atau sering pula disebut minyak essential. Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, kulit batang, akar, dan rimpang. Ada beberapa juga tanaman yang pernah disuling di pabrik ini termasuk sereh, akar wangi, minyak kayu putih dan cengkeh sebagai bahan baku industi parfum, bahan pewangi, aroma farmasi, kosmetik dan juga aromatherapi.
Seperti yang telah dijelaskan pada tulisan saya diatas, bahwa pembangunan pabrik ini berlokasi di daerah pegunungan, tepatnya lereng Lawu – Tawangmangu, kemungkinan besar disebabkan karena ingin lebih dekat dengan bahan baku, dimana syarat tumbuh dan budidaya sereh umumnya tumbuh di daerah dengan ketinggian 4.000 mdpl dengan curah hujan 1.800-2.500 mm/thn.
Lebih lengkapnya kalian bisa searching lebih jauh mengenai definisi dan penggunaan minyak asiri, saya tidak membahas banyak mengenai hal itu di sini, namun saya lebih tertarik dengan semangat atas pergolakan para laskar generasi muda yang ikut serta berperan aktif dalam membangun dan menghidupkan kembali sebuah pabrik tua dengan menatanya menjadi lebih baik, lebih apik, lebih baru, sehingga menjadi sesuatu yang kelak mampu dibanggakan sebagai lokasi wisata handal dalam mengulas cerita sejarah, lahan hijau, science, dan mengenal baik minyak asiri, termasuk dengan dijaga beberapa ruangan seperti ruang laborat, tempat segala minyak diformulasikan, umur-umur botol yang sudah puluhan tahun, disanapun tetap berada pada tempatnya dan memang sengaja dijaga kehati-hatian sebagai simbol sebuah lorong yang kelak mambawa kita memasuki masa lampau di daerah Tawangmangu.
Penggalan selipan celoteh dari Pak Sukir merupakan bagian semangat yang lain para pengorek sejarah sebagai saksi nyata yang mampu dengan lugas dan gamblang menjelaskan penggambaran sejarah pabrik di dalam bola-bola matanya. Diluar dari ketujuh bola dragonball yang jika disatukan akan mengabulkan harapan, ini sama sekali tidak ada hubungannya.
“Saya mulai bekerja di Citronella tahun 1964, sedangkan pabrik itu sendiri dibangun mulai tahun 1963. Besi dibawa dari Bulgaria, sedangkan semen pada awalnya juga mau bawa dari Bulgaria, tetapi tidak jadi, karena semen Indonesia lebih bagus dibanding semen sana. Mulai dari galian tanah sampai bangunan itu berdiri saya melihatnya. Beberapa tenaga ahli dari Bulgaria dulu didatangkan ke sini untuk mengerjakan proyek ini, ada insinyur dan juga ahli mesin” cerita Pak Sukir yang dulu bekerja di pabrik minyak sereh ini.
Peninggalan jejak dari sejarah pabrik sudah kita susuri, sekarang kebangkitan pabrik perlahan kita dapat melihatnya berangsur-angsur direnovasi menjadi sebuah museum, restoran, taman pendidikan, perkemahan. Museum Atsiri juga menyediakan Kids Lab tempat anak-anak belajar berbagai macam penciptaan kimia yang menyenangkan. Harapannya 10 tahun kemudian akan muncul profesor-profesor kecil, karena ketertarikan mereka mempelajari science, serta jiwa-jiwa yang besar yang menginginkan berdirinya kembali Rumah Atsiri setidaknya mampu memberikan warna baru untuk mempelajari sejarah dari kisah yang terdahulu. Kelak akan ada workshop pelatihan-pelatihan membuat sabun, lilin, parfum, atsiri dan lain sebagainya, serta ada toko museum yang menjual aneka produk dari hilirisasi atsiri. Semoga Museum Atsiri kedepannya mampu memberikan pundi-pundi yang mengajak kita belajar sekaligus sebagai pembelajaran dari senyum dan tangan-tangan terampil serta kreatif para laskar dibalik layar yang menghidupkan Museum Minyak Atsiri dari tidur panjangnya. Tanpa harus mendatangkan pangeran dongeng berkuda putih seperti dongeng sebelum tidur yang romantisnya suka keterlaluan.
Kepala manusia sudah sibuk dengan racun kekinian yang bertebaran dimana-mana, hingga terkadang melupakan kemasasilaman. Ada apa dengan kepala orang-orang? Sembari menyeruput kopi, pikiran saya mulai menerawang jauh kebelakang, mencari langkah yang selanjutnya dibuat, menggenggam sepi dan memeluk sejarah di senja hari. Merah pucat langit senja adalah jawaban, bahwa dibalik sebuah sejarah, akan ada banyak kisah dari para pendobrak yang kelak ke depannya menjadi bagian dari sebuah cerita. Salam wangi Rumah Atsiri. Teruslah mewangi.