Sampai tiba di hari terakhir kami di lampung. Diiringi hujan gerimis yang mengetuk-ngetuk lemah jendela lobby hotel, udara sejuk, serta langit kota Lampung seolah ikut bersedih menghantarkan kepergian kami. Puas menjalani proses panjang secangkir kopi membuat saya kembali dengan banyak senyum ke rumah, mendapatkan pengalaman, pengetahuan, pertemanan, serta menuliskan banyak hal baik untuk segera dapat diceritakan. Setiap tulisan mempunyai jiwa sendiri yang menentukan karakter dari masing-masing penulis. Banyak sekali penulis yang menyalahgunakan sebuah tulisan untuk mendapatkan imbalan dan hal buruk yang lain. Kebetulan kakek saya adalah penulis skenario, sutradara, dan salah satu seniman sastra kota Bekasi yang telah dianugerahi DKB Award 2009 dari Dewan Kesenian Bekasi. Pesan beliau yang terdengar klise dan mempunyai makna terdalam yang selalu saya ingat adalah:
“Menulislah karena suka, menulislah karena cinta, bukan atas dasar meminta. Kelak, segala tulisan akan membuatmu kembali memberikan segala apa yang bahkan luput kau pinta”
Lalu, segeralah menulis. Sebab suatu saat, kita akan memasuki usia senja dan lupa. Menjadi keriput seperti kulit anggur 2 hari kemarin, namun memaksakan diri untuk tetap mengingat. Kelak, biarkanlah tulisan yang akan membantumu mengingatnya.
Bukankah sebuah tulisan juga memiliki takdir yang sama dengan secangkir kopi? Menjadi teman setia berpikir dan duduk berlama-lama. Kepul asap kopi menari-nari di samping meja laptop tempat saya menulis. Aroma kopi Nescafe dengan takaran yang tepat tentu akan menjadikan secangkir kopi yang nikmat. Nescafe “Coffee tastes better when shared with good friends”
Inilah kisah sederhana yang saya miliki dibalik secangkir kopi.
Special thanks untuk: Mas Ade Sonnyville, mbak Dewi, mbak Mila, mas Legono dari kompas, finalis blogger dibalik secangkir kopi, mas Jaka, koh Alex dan semua yang telah menjadi bagian dari kenangan manis kemarin.
We love u Nestle, we love u Nescafe.
Cheers.....