Mohon tunggu...
Dessi Christanti
Dessi Christanti Mohon Tunggu... Dosen - seorang Ibu dan istri

Selalu bersyukur dan berpikir positif

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Jika "2+2=22", Inilah Konformitas dalam Film "Alternative Math"

13 Oktober 2021   13:13 Diperbarui: 16 Oktober 2021   20:45 5210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Alternative Math. (sumber: mubi.com)

Seandainya semua orang mengatakan bahwa 2+2=22, bagaimana reaksi Anda? Akankah Anda menyetujui dan ikut mengatakan bahwa jawaban soal 2+2 selain 4 ada alternatif jawaban lain yaitu 22 ? 

Ataukah Anda akan tetap berpegang teguh bahwa 2+2 memiliki satu jawaban mutlak yaitu 4? Masalah jawaban soal 2+2  menjadi cerita yang menarik di film pendek Alternative Math.

Film dibuka dengan tulisan Monday atau hari Senin di  layar, kemudian beralih ke adegan seorang siswa bernama Danny masuk ke kelas dan mendatangi gurunya sambil mengacungkan kertas ulangannya yang mendapat nilai F. 

Guru senior yang Bernama Mrs. Wells ini kemudian menerangkan pada Danny bahwa jawaban yang ia berikan banyak yang salah (sepertinya sih salah semua). Mrs. Wells kemudian memberikan contoh, pada jawaban soal no 1 yaitu 2+2 adalah salah karena Danny menuliskan 22.  

Mrs. Wells dengan sabar menjelaskan bahwa 2+2 adalah 4, namun siswa ini bersikeras bahwa 2+2=22. Si siswa ini kemudian lari meninggalkan kelas.

Hari Selasa,  kedua orangtua danny  datang menemui Mrs. wells di kelasnya. Setelah mempersilakan duduk, Mrs. Wells menjelaskan bahwa ulangan Danny mendapat nilai jelek karena Danny menuliskan jawaban 22 untuk soal 2+2. 

Penjelasan Mrs. Wells ini tidak dapat diterima kedua orangtua Danny. Mereka menunjukkan keheranan mengapa jawaban 22 disalahkan. 

Kedua orangtua Danny mengatakan bahwa Mrs. Wells berpandangan sempit. Mereka mencemooh Mrs. Wells.  Ibu Danny bahkan menampar Mrs. Wells. Orangtua Danny mengancam melaporkan Mrs. Wells pada kepala sekolah.

Hari Rabu, kepala sekolah menemui Mrs. Wells dan menyarankan agar Mrs. Wells meminta maaf pada orangtua Danny. Tentu saja Mrs. Wells tidak mau dan berpegang teguh pada pendiriannya.  

Kepala sekolah dan Mrs. Wells sempat beradu argument mengenai tugas seorang guru. Kepala sekolah kemudian menganggap Mrs. Wells tidak memiliki pemikiran yang terbuka pada siswanya.

Kamis, masalah ini menjadi berlarut-larut.  Sejumlah orangtua siswa berdemonstrasi di sekolah, mengecam Mrs. Wells dan menuntut agar Mrs. Wells dikeluarkan dari sekolah.  Mrs. Wells kemudian disidang oleh dewan sekolah. 

Sama seperti kepala sekolah, anggota dewan sekolah menganggap Mrs. Wells tidak mau bekerja sama dan terbuka pada semua kemungkinan jawaban. Dewan sekolah menuduh Mrs. Wells menjadi penyebab kekacauan dan demonstrasi. Di tengah tekanan publik, dewan sekolah menskors Mrs. Wells untuk sementara.

Hari Jumat, ketika ada di rumah, Mrs Wells mendapati bahwa polemik jawaban 2+2 ini dibahas di semua saluran TV .  Semua acara di televisi terkesan memojokkan Mrs. Wells dan menganggap Mrs. Wells melakukan tekanan pada siswanya. 

Kemudian Mrs. Wells mendapat telpon dari kepala sekolah yang memintanya datang ke sekolah esok hari. 

Hari Sabtu, Mrs. Wells pun datang ke sekolah. Ternyata telah banyak wartawan dan reporter televisi yang hadir di sekolah. Kepala sekolah kemudian menghampiri Mrs. Wells dan mengatakan bahwa Mrs. Wells akan dipecat. 

Namun untuk menunjukkan bahwa sekolah memenuhi tanggungjawab keuangan,  kepala sekolah mengatakan bahwa pihak sekolah akan tetap membayar gaji Mrs. Wells selama dua bulan. 

Menurut kepala sekolah, gaji Mrs. Wells bulan lalu sebesar $2.000 ditambah gaji bulan ini sebesar $2.000 jadi total gaji yang diterima Mrs. Wells sebesar $4.000.  

Mrs. Wells yang awalnya hanya pasrah langsung sigap dan mengatakan bahwa kepala sekolah salah menghitung. Seharusnya ia menerima $22.000. Sang kepala sekolah pun tidak bisa berkata apa-apa.

Film ini begitu kaya akan pesan moral. Salah satunya adalah bagaimana seseorang dapat mengikuti pendapat kelompok meskipun hal tersebut bertentangan dengan moral atau kebenaran. 

Matematika seperti yang kita tahu adalah ilmu yang mutlak, 2+2 pasti 4, tidak ada alternatif jawaban lain. Kepala sekolah dan anggota dewan pasti tahu dengan pasti bahwa 2+2 adalah 4. 

Memang dalam film tidak diceritakan bagaimana orangtua Danny dapat mempengaruhi publik atau komunitas para orangtua siswa di sekolah. 

Para orangtua siswa (dan mungkin masyarakat umum) melakukan demonstrasi dan menganggap bahwa seharusnya ada jawaban lain untuk 2+2, kepala sekolah dan dewan sekolah pun mengikuti pendapat kelompok orangtua (dan masyarakat umum) tersebut.

Dalam psikologi, perilaku yang ditunjukkan oleh kepala sekolah dan para anggota dewan yang sepakat dengan pendapat kelompok orangtua (dan masyarakat umum) dikenal dengan istilah konformitas. 

Apa sih konformitas itu? Sesungguhnya konformitas adalah salah satu bentuk pengaruh sosial yang terjadi bila individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron & Byrne, 2005). 

Tokoh lain yaitu O'Sear (1985) menjelaskan bahwa individu disebut melakukan konformitas bila menampilkan perilaku tertentu karena mayoritas individu menampilkan perilaku tersebut. 

Dengan kata lain Individu dianggap melakukan konformitas bila ia  mengikuti pendapat dan pengaruh mayoritas atau dengan kata lain menyerah pada tekanan kelompok. 

Bahasa gampangnya konformitas adalah perilaku ikut-ikutan alias ikut orang lain. Individu terkesan tidak memiliki pendirian karena mudah terpengaruh orang lain.

Jauh sebelumnya, pada tahun 1951 Solomon Asch melakukan percobaan mengenai konformitas ini. 

Dalam percobaan tersebut, seorang individu yang bersedia menjadi partisipan berada di sebuah ruangan bersama sejumlah orang. Partisipan ini tidak mengetahui bahwa sebenarnya orang-orang lain tersebut adalah asisten peneliti yang berpura-pura menjadi peserta percobaan. 

Peneliti kemudian memperlihatkan dua lembar kartu. Pada kartu pertama berisi gambar sebuah garis. Pada kartu kedua berisi 3 garis dengan panjang berbeda beda. 

Peneliti meminta kepada semua orang yang ada di ruang tersebut untuk menjawab garis mana di kartu kedua yang memiliki panjang yang sama dengan panjang garis di kartu pertama. Setiap orang diminta menjawab secara verbal sehingga semua orang bisa mendengar jawabannya. 

Peneliti sengaja mengatur agar partisipan mendapat giliran terakhir untuk menjawab. Peneliti juga sudah memberitahu para asisten peneliti untuk memberikan jawaban yang salah. 

Percobaan ini diulang sebanyak 50 kali dengan partisipan yang berbeda-beda namun prosedurnya sama. Ternyata sebanyak 37 partisipan mengikuti jawaban kelompok yang salah. Hasil percobaan Asch ini menunjukkan bahwa sikap dan perilaku individu dapat terpengaruh oleh mayoritas kelompok.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa dengan mudah melihat perilaku konformitas ini. Hal ini karena pada dasarnya manusia mudah untuk melakukan konformitas. 

Remaja yang ikut-ikutan gaya artis K-pop karena semua temannya suka dengan K-pop.  

Ibu-ibu sosialita yang membeli tas branded padahal mungkin ia gak punya banyak uang, namun ia memaksa diri untuk beli hanya karena semua anggota kelompoknya menggunakan tas branded. Seseorang yang terpaksa setuju dengan hasil rapat karena ia merasa nggak enak kalau hanya ia sendiri yang tidak setuju. Tentu masih banyak lagi contoh konformitas dalam kehidupan sehari-hari. 

Banyak faktor yang membuat orang mengikuti pendapat kelompok atau perilaku orang lain. Salah satunya individu ingin menjadi bagian dari kelompok.  Individu tidak ingin  berbeda dengan kelompok. 

Faktor lainnya adalah tekanan kelompok yang dirasakan individu. Kelompok dapat melakukan berbagai bentuk tekanan, misalnya intimidasi, persuasi, ejekan, kritik, dan sebagainya. 

Dalam film alternative math, jelas bahwa kepala sekolah menyerah pada tekanan kelompok atau melakukan konformitas karena kelompok orangtua ini melakukan tekanan dengan cara intimidasi. 

Faktor lain adalah individu menganggap orang lain lebih pandai atau lebih berpengalaman sehingga individu menganggap pendapat orang tersebut pasti lebih benar daripada pendapatnya. Individu yang merupakan bagian dari kelompok minoritas biasanya cenderung melakukan konformitas pada kelompok mayoritas. Faktor selanjutnya, individu takut mendapat celaan sosial.

Ada satu adegan menarik pada film Alternative math, di akhir film Mrs. Wells akhirnya mengatakan bahwa 2.000+2.000=22.000. 

Jika Mrs. Wells tetap mengatakan bahwa 2+2=4, ia hanya akan mendapat $4.000. Mrs. Wells dengan cerdik memanfaatkan situasi tersebut untuk keuntungan dirinya.  Ini menunjukkan kadang individu melakukan konformitas bila hal itu menguntungkan bagi dirinya.

Melakukan konformitas itu baik atau buruk? Hmmm... saya berpendapat tergantung pada situasi, kondisi, bentuk perilaku atau pendapat yang diikuti dan dampak yang ditimbulkan.

 Kalau misalnya, kita melakukan konformitas pada hal yang positif tentu tidak menjadi masalah. Sebagai contoh, seorang siswa yang tidak terbiasa melakukan kebiasaan cium tangan pada orang yang lebih tua, terpaksa mengikuti kebiasaan tersebut bila di sekolah. 

Kalau konformitas yang seperti ini, tentunya tidak terlalu menjadi masalah bukan? Bahkan, kadang konformitas diperlukan untuk membentuk norma atau solidaritas kelompok. Tentunya dalam arti yang positif ya.....

Namun bagaimana bila individu melakukan konformitas pada suatu perilaku, pendapat, kebiasaan yang negatif  atau jelas-jelas salah? Nah, ini yang menjadi masalah. Bayangkan, bila seorang remaja ikut-ikutan kelompok sebayanya mengkonsumsi narkoba. 

Seorang remaja putri yang melihat teman-temannya banyak yang memiliki merchandise K-Pop. Akhirnya si remaja ini memaksakan diri membeli merchandise K-pop yang mahal padahal uangnya pas-pasan. Ini, yang harus diperhatikan oleh individu. 

Ketika individu dengan sadar tahu bahwa pendapat atau perilaku kelompok itu negatif, seharusnya individu tidak melakukan konformitas.

          Bagaimana caranya agar individu tidak melakukan konformitas pada perilaku yang negatif atau pendapat yang salah?

  • Individu harus yakin dengan dirinya sendiri. Bila individu tahu bahwa pendapatnya benar atau sesuai dengan moral yang berlaku, individu dapat mempertahankan pendiriannya tersebut. Hal ini dicontohkan oleh Mrs. Wells hingga film hampir selesai. Ia tidak goyah meskipun semua orang mengatakan bahwa seharusnya ia lebih fleksibel terhadap jawaban untuk soal 2+2. Mrs. Wells tahu bahwa secara matematika jawaban 2+2 hanya dan akan selalu 4.
  • Individu belajar untuk berani mengatakan tidak. Sekali lagi, di awal hingga hampir berakhirnya film Alternative Math, Mrs. Wells berani mengatakan tidak. Tidak ada jawaban lainnya. Mrs. Wells kukuh dengan pendiriannya. Ini sejalan dengan penelitian saya, bahwa kebanyakan remaja ikut-ikutan perilaku negatif kelompok sebayanya karena tidak berani mengatakan tidak. Jadi penting bagi individu untuk belajar mengatakan tidak pada hal yang bertentangan dengan moral atau tidak sesuai dengan dirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun