Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

â–ªtidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnyaâ–ª

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Nyanyian Masa Lalu

10 Maret 2020   06:00 Diperbarui: 10 Maret 2020   06:55 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: www.cbhs.com.au

"Aku hanya ingin membagikan kenangan agar senandung Ibu hidup dalam perahu-perahu yang kubuat."

"Adakah lagu lain?"

"Belum. Lir ilir terlanjur melebur dalam darahku."

Dan Mika menjadi kerap meraut bersamaku, menghiasi gubuk dengan tawanya yang khas. Senyumnya mekar di mana-mana, bergelantungan pada ujung jerami atapku. Tangan kami bersentuhan, bergantian membalut luka karena goresan pisau.

Lama-lama hati kami saling merindu, berlomba-lomba ingin jumpa. Aku memintanya menjadi kekasih. Mika mengangguk malu-malu.

"Kau tidak malu memiliki kekasih miskin sepertiku?"

"Sejak kapan cinta mempunyai rasa malu?"

"Aku tidak bisa membelikanmu baju baru, mengajakmu makan enak dan menjaminkan masa depan yang indah. Kau tahu kan, penghasilanku sebagai penjual perahu bambu hanya mampu mentraktirmu semangkuk ronde."

"Jika aku tidak peduli dengan semua itu, kau bisa apa?"

Mika membuatku kehilangan kata-kata. Aku hanya bisa membalasnya dengan meremas-remas jemarinya yang lentik.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun