“Lantas dari mana kau dapatkan nyali itu?”
“Kematian.”
“Tidak ada pilihan lain?”
“Apa aku masih bisa memilih, sementara esok aku akan mati?”
“Kau sakit?”
“Orang-orang itulah yang membuatku sakit. Ibuku mati meninggalkan banyak hutang. Demi menjaga pendidikanku, ibu meminjam uang. Penyakit melumpuhkan kekuatannya untuk bekerja. Pinjaman Ibu sangat kecil namun bunganya menjadi tak terbendung lagi oleh kemampuanku. Esok jatuh tempo. Lunas atau mati.”
“Apa aku bisa membantu?”
“Tentu saja. Pejamkan matamu.”
Dor!
“Kau memang baik, tapi kau tolol karena bermain-main dengan maut. Aku hanya tak ingin mendengar kisah-kisah tentang seorang pencuri lemah di kemudian hari. Atau mungkin memang sudah takdirmu mati di tanganku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H