Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pencuri Takdir

29 Maret 2016   15:09 Diperbarui: 29 Maret 2016   22:52 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anakku sudah menyadarinya. Saat aku membawakan segelas jamu untuknya di sore hari, itu pertanda bahwa jamuku tak habis terjual. Botol-botol penuh jamu yang kembali ke rumah, tak mampu ditukar dengan seliter beras. Itu artinya kami harus pandai-pandai merayu perut agar tidak menjerit minta makan.

Setelah membantuku mencuci botol-botol itu, anakku pergi tidur. Di kamar yang sempit dengan penerangan sebatang lilin, tubuhnya meringkuk. Aku mendengar ia sedang menahan tangis. Sesekali tubuhnya berguncang lalu menyeka air matanya. Dan pada saat itulah aku merasa telah gagal menjadi ibu baginya. Tak seharusnya aku membiarkannya menghabiskan jamu-jamu itu hanya untuk menyenangkan hatiku. Aku tak mau membuatnya terus-menerus menderita. Ibu macam apa aku ini?

Dalam doa malamku, aku selalu teringat bagaimana lelaki biadab itu menghancurkan masa depanku. Ia mengambil semua warisan peninggalan ibuku di dalam peti kuno itu. Dan pada hari itu juga, takdirku berubah. Seseorang telah mencuri rumah ibuku yang membuat kami terlempar ke jalanan. Untuk perut anakku, aku mengemis. Di gubuk tua inilah, kutidurkan anakku dan menafkahinya sebagai penjual jamu.

***

Sudah pukul tiga pagi, aku harus segera bangun untuk menumbuk kunyit dan kawan-kawannya itu. Biasanya ketika aku meninggalkan ranjang bambu, anakku masih tertidur pulas, namun kali ini kulihat wajahnya begitu resah. Kupegang dahinya. Hangat. Anakku terserang demam yang entah dari mana datangnya.

“Ibu aku lapar,” keluhnya ketika aku baru saja beranjak dari ranjang.

Apa yang harus aku katakan kepada anakku? Tak ada beras.

“Nak, ibu akan ke kebun dulu panen singkong untukmu.”

Kali ini kebun singkong siapa yang akan kucuri lagi? Jika tertangkap, mati aku!

“Buk, perutku sakit sekali.”

“Terlalu banyak jamu yang kau minum, Nak. Perutmu hanya berontak. Bertahanlah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun