Aku ketakutan. Aku cemas. Aku gemetar. Ancaman Ran yang terdengar melalui telepon genggam membuatku habis pikir. Tak ada jalan untukku bisa loloskan diri, kecuali seseorang dari rumah sakit ini yang bersedia membantuku.
Samar-samar terdengar seseorang membuka kunci pintu kamarku. Aku telah bersiap dengan pisau di tangan. Berjas putih dengan stethoscope tergantung pada lehernya. Dr. Jalal memasuki ruanganku dengan membawa jarum suntik. Ia tak pernah melupakan jadwal untuk menyuntikkan cairah itu pada tubuhku.
“Hai, Anna. Kenapa kau begitu ketakutan saat menatapku?”
Bukan Ran! Aku selamat!
“Aku harus segera menyuntikmu agar kau bisa beristirahat.”
“Dr. Jalal, keluarkan aku dari sini!”
“Mengapa, Anna? Bukankah kau ingin sembuh?”
“Aku akan dibunuh!”
“Oleh siapa? Ran, Nina, Nugie atau kembarannya?”
“Aku serius dokter!”
Dr. Jalal mendekati diriku yang terduduk. Ia telah bersiap dengan jarum untuk ditancapkan pada tubuhku. Aku melirik sebuah botol mini yang terletak di atas meja. Kubaca label pada botol itu. Amphetamine[3]. Sebelum ia berhasil memasukkan cairan itu pada tubuhku, kugoreskan pisau pada pergelangan tangannya. Jarum suntik terjatuh.