Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

â–ªtidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnyaâ–ª

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber 2] Sebuah Kematian

19 November 2015   09:32 Diperbarui: 19 November 2015   09:52 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menaiki ranjang ayah. Pada bantal juga selimutnya terdapat aroma ayah. Aku memeluknya erat tanpa menyadari selimut telah basah oleh air mata. Rupanya aku telah gagal memenuhi janji untuk mengeringkan air mata.

Tok. Tok. Tok.

Ada yang mengetuk jendela kamar ayah. Aku segera bangkit, mendekati jendela. Kusingkap tirai. Tak ada siapapun. Akankah burung-burung dengan sangat kurang ajar mematuk-matuk jendela dengan paruhnya pada malam buta?

Tok. Tok. Tok.

Ketukan itu kembali terdengar. Kali ini bersumber pada pintu kamar ayah. Tanpa ragu-ragu kukejar suara itu dengan membuka pintu. Nihil. Kuyakini bahwa tak ada seorangpun di rumah ini selain diriku, kecuali tikus-tikus yang kerap melubagi pintu kayu. Akankah tikus-tikus membenturkan giginya pada pintu kamar ayah sebanyak tiga kali?

Aku putuskan untuk kembali memeriksa setiap sudut ruangan dengan lebih teliti. Kulihat sesuatu bergerak-gerak di bawah kursi merah tua. Mirip anak kucing. Aku mendekatinya, berjongkok, mengulurkan tangan, dan meraih benda itu.

Potongan kepala manusia!

Potongan kepala itu membuka mata lalu tertawa. Potongan kepala itu lalu menggelinding ke kanan dan ke kiri. Ada ceceran darah di lantai. Potongan kepala itu melompat-lompat. Potongan kepala itu terbang menyentuh langit-langit rumah. Ada bercak darah di dinding.

Berlarilah aku menuju dapur. Ada potongan tangan memegang pisau. Potongan tangan yang sangat piawai mencincang jari-jari tangan kirinya. Sementara di meja, terdapat dua potong kaki dengan kulit yang terkelupas. Darah mengalir menuruni keempat kaki meja.

Aku menyalakan kompor, lalu menyirami potongan tangan juga kaki dengan api. Kutangkap potongan kepala yang sedari tadi melompat-lompat pada ruang tengah dan melemparkannya pada dapur yang membara.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun