[caption caption="pic. cdnstatic.visualizeus.com"][/caption]
Desol, No.1
Hujan datang lebih cepat dari yang telah diramalkan. Manusia-manusia sibuk mengeluarkan plastik warna-warni lalu berlomba membungkus tubuhnya. Beberapa di antaranya mulai menciptakan jamur raksasa, kemudian berteduh di bawahnya sambil berjalan. Ada yang memenuhi emperan toko demi mempertahankan bajunya agar tetap kering. Sedangkan sisanya, memilih pasrah untuk basah.
Hujan itu hangat. Aku sudah mencobanya. Bermula dari sebuah tekad untuk mempertahankan hidup, maka aku harus berteman dengan hujan. Sekumpulan air berubah menjadi anak-anak panah yang menyerang tubuhku. Awalnya aku berlari, hujan tak berhenti. Aku berhenti, hujan tak menepi. Akhirnya aku menepi, hujan tetap setia menanti.
Tubuhku basah dan dingin, buluku tertidur dan menjadi lebih mengkilat. Aku pun menyerah pada sebuah pintu kayu. Seorang gadis kecil membukanya dan menggendongku. Dibawanya aku ke dalam, dekat perapian. Tubuhku dikeringkannya dengan handuk merah jambu.
Semangkuk susu hangat disodorkannya dekat mulutku. Dengan malu-malu kujulurkan lidahku untuk mencicipi cairan putih itu. Tak pernah kurasakan manja yang senikmat ini, sebab untuk beroleh makan saja, aku harus berhadapan dengan sekumpulan kucing hitam di dekat bak sampah.
“Hei, penghuni baru!”
Ada yang memanggilku. Kulihat sekeliling, tak ada manusia atau pun makhluk sebangsaku di tempat ini. Sungguh ruangan yang teramat luas untukku bisa segera temukan sumber suara itu. Kuarahkan pandangku pada sebuah mangkuk kaca raksasa di atas meja. Ikan!
“Kau berbicara denganku, Kan?”
“Hanya kau dan aku di ruangan ini, Cing.”
“Senang bisa berjumpa denganmu.”