Tak ada jawaban yang keluar dari bibir hitamnya. Mas Bowo lebih memilih untuk menurunkan celananya. Setelah itu tak ada lagi pembicaraan di antara kami. Yang ada hanyalah kebisuan dan gerakan yang harus kuikuti. Seirama. Dan kali ini aku harus mengalah.
*
*
Namaku Srintil. Mereka bilang, aku si janda centil. Belum sebulan aku menginjakkan kaki di desa ini, sudah hampir diusir. Bukan aku yang merayu, namun mata para lelaki itu yang tak mau lepas dari tubuhku. Dasar lelaki hidung belang! Aku -Srintil, bukanlah wanita jalang!
Cinta tak bisa memilih pada siapa hatinya akan berlabuh. Pun diriku. Lelaki botak berkumis tipis, membuatku tak mampu menahan hasrat untuk bercumbu. Aku jatuh cinta pada lelaki itu. Aku tak mau tahu tentang rahasia masa lalunya, yang kumau hanyalah bercinta dengannya.
“Sri....”
“Ya, Mas.”
“Kau mencintaiku?”
“Jika tidak, aku tak kan berada di sini.”
Mas Bowo memelukku rebih erat. Lekat. Hingga tak ada ruang tersisa di antara tubuh kami. Aku bahagia, serasa kembali pada masa lima tahun silam di mana lelakiku masih milikku. Sampai dia meminang Lastri menjadi istri dan memilih untuk meninggalkanku karena aku...mandul.
“Kau menikmatinya?”