Sejumlah TantanganÂ
Masalahnya, untuk menghadirkan sistem pembayaran lintas batas jauh lebih menantang dibandingkan dengan sistem pembayaran domestik. Sejumlah tantangan itu seperti, format data yang berbeda, proses kepatuhan (compliance) yang kompleks (terkait pencucian uang, narkoba, dan terorisme), jam operasi yang terbatas, platform teknologi yang digunakan, biaya yang tinggi, panjangnya rantai transaksi, dan lemahnya kompetisi (Bank of England, 2023).
Untunglah, segala tantangan ini mulai dapat dipetakan dengan dibentuknya peta jalan (road map) sistem pembayaran lintas batas yang dikembangkan oleh Dewan Stabilitas Keuangan (FSB) dan berkoordinasi dengan Komite Infrastruktur Pembayaran dan Pasar (CPMI).
Tentu saja, setelah tantangan itu bisa dipetakan, maka tantangan berikutnya yang harus dijawab adalah menghadirkan sistem pembayaran lintas batas yang cepat, murah, transparan, dan inklusif.
Pertama, kecepatan transfer. Berapa lama waktu yang dibutuhkan agar dana sampai ke rekening penerima? Tentu, harapannya seketika. Ini tidak mudah. Sebab, sistem transfer antarbank International seperti SWIFT (The Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunications) yang memiliki 11 ribu jaringan institusi keuangan dan memproses 35 juta transaksi setiap hari, setidaknya membutuhkan 1-5 hari kerja agar dana sampai ke rekening penerima. Demikian juga dengan Western Union, perusahaan penyelenggara pengiriman dana dan remittance dengan jaringan di 200 negara, setidaknya membutuhkan 1-3 hari kerja agar dana sampai ke rekening penerima.
Kedua biaya transfer. Harapannya biaya sangat murah. Dalam laporan Borderless Payment Report (2022) dari Mastercard menunjukkan bahwa 54 persen responden yang disurvei dari sektor UMKM menyatakan bahwa biaya transfer lintas batas saat ini masih mahal. Â Â
Laporan Remittance Prices Worldwide dari Bank Dunia (2022) juga menunjukkan bahwa rata-rata biaya transfer remittance secara global senilai USD 200 sebesar 6.24 persen. Biaya ini lebih tinggi dari negara-negara G-8 sebesar 5.88 persen, meski lebih rendah dibandingkan dari negara-negara G-20 sebesar 6.37 persen.
Ketiga transparan. Hal ini kerap dipertanyakan, khususnya tentang biaya dan pelacakan. Mastercard pernah melakukan survei terhadap nasabah ritel dan korporasi. Dan, secara umum menyatakan bahwa pembayaran lintas batas belum terlalu transparan. Misalnya, banyak waktu terbuang dari pengusaha untuk menyelasarkan antara dana yang dikirim atau diterima dengan barang/jasa yang disediakan. Padahal, tranparansi sangat menentukan tingkat kepercayaan dari pengguna. Â
Keempat inklusif. Mengingat biaya sistem pembayaran lintasan batas masih relatif lebih tinggi dibandingkan sistem pembayaran domestik, maka penetrasi layanan sistem pembayaran lintas batas, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak memiliki rekening bank jadi terbatas.
Terobosan Bank Indonesia
Meski sejumlah tantangan masih menghadang untuk menghadirkan sistem pembayaran lintas batas yang cepat, murah, transfaran, dan inklusif, tetapi hal itu tidak menyurutkan keyakinan Bank Indonesia (BI) untuk menghadirkan sistem pembayaran lintas batas itu. Bagaimana pun, kehadiran sistem lintas batas akan memberikan manfaat bagi perekonomian, khususnya untuk menyokong sektor UMKM dan Pariwisata yang jadi motor utama penciptaan lapangan kerja di Indonesia, mendorong pendalaman pasar keuangan, serta penguatan literasi keuangan dan perlindungan konsumen.