Mohon tunggu...
Deskarina CahyaNingrum
Deskarina CahyaNingrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - belajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perbankan Syariah di Indonesia

15 Desember 2021   16:25 Diperbarui: 15 Desember 2021   16:32 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kelompok 2:
Silka Apriyani (502200058)
Diki Setiawan ( 502200061)
Hanafi (502200047)

PERBANKAN SYARIAH
Latar Belakang
Bank Syariah merupakan lembaga keungan layaknya Bank Konvensional tetapi menggunakan prinsip syariah yaitu keadilan, keseimbangan dan kemaslahatan. Kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat umum dalam bentuk pinjaman atau kredit. Dalam dunia perbankan, selain bank umum atau bank konvensional, terdapat juga bank syariah yang banyak berkembang di indonesia. Dalam bank konvensional penentuan harga selalu didasarkan dengan bunga, sedangkan bank syariah didasarkan pada konsep Islam yaitu kerja sama dalam skema bagi hasil baik untung maupun rugi. Tujuan utama Bank Syariah adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah.


Perbankan syariah pada dasarnya merupakan suatu industri keuangan yang memiliki sejumlah perbedaan mendasar dalam kegiatan utamanya dibandingkan dengan perbankan konvensional.salah satu perbedaan utamanya terletak pada penentuan return yang akan diperoleh para depositornya. Bank syariah tidak hanya bersifat profit-oriented,tetapi juga mengemban misi-misi social.selain itu, dalam menilai kelayakan pembiayaan bank konvensional hanya didasarkan pada bussines wise,sedangkan pada bank syariah juga harus mempertimbangkan syariah wise, artinya bisnis tersebut layak dibiayai dari segi usahanya dan acceptable dari segi syariahnya.
Tantangan utama bank syariah saat ini diantaranya adalah bagaimana mewujudkan kepercayaan dari pihak stakeholder. Sudah menjadi rahasia umum bahwa, hanya bank-bank yang sanggup membangkitkan kepercayaan stakeholder mereka saja yang akan bisa tumbuh,berkembang dan mengukir sejarah baru. Bank tersebut akan mampu memobilisasi simpanan,menarik investasi,menyalurkan pembiayaan, menanamkan investasi,sekaligus memperluas kesempatan kerja,membantu pemerintah membiayai deficit anggaran untuk pembangunan, dan mengakselerasi pembangunan ekonomi dengan baik.


Bank sebagai lembaga keuangan memiliki sistem sentral yang merupakan tatanan perekonomian dalam suatu negara yang berperan dan melakukan aktivitas dalam berbagai jasa keuangan yang diselenggrakan oleh keuangan. Dalam perkembangan  selanjutnya jasa-jasa bank berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat  yang semakin beragam. Dewasa ini perkembangan dunia perbankan semakin mendominasi kehidupan manusia terutama dalam kaitanya dengan ekonomi dan bisnis suatu negara.


PEMBAHASAN
Sejarah Perbankan Syariah
Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar dan dirham yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.
Pada abad ke-20, lahirnya perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.
Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa yang akan datang. Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika. Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005. Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.
Perkembangan perbankan Syariah di Indonesia
Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun, ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini:
Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan karena itu, tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, yakni UU No 14/1967.
Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah.
Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.
 Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun 1988, di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.
Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah pertama di Indonesia yang lahir sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang memungkinkan berdirinya bank yang sepenuhnya melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah (Sutan Remy Syahdeini, 2014: 97) BMI lahir sebagai hasil kerja tim Perbankan MUI tersebut di atas. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 miliar. Pada tanggal 3 Nopember 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp. 106.126.382.000,-. Dana tersebut berasal dari presiden dan wakil presiden, sepuluh menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya, Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang bank syariah. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi.
PRAKTIK PERBANKAN DI ZAMAN RASULULLAH SAW
Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, melayani jasa keuangan lainnya. Ketiga fungsi utama tersebut merupakan fungsi utama dari bank konvensional yang menggunakan sistem bunga (riba) dalam kegiatan operasionalnya. Namun bank syariah memiliki empat fungsi dalam kegiatan operasionalnya. Selain dari ketiga fungsi utama di atas, satu fungsi utama lainnya yang ada pada bank syariah adalah fungsi sosial dalam bentuk kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infak dan sedekah serta penyaluran dana dalam bentuk pinjaman kebajikan (qardul hasan).
Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit atau simpanan, menyalurkan dana dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat  Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.
Praktik-praktik dari fungsi perbankan tersebut masih dilakukan oleh individu-individu. Contohnya: Rasulullah SAW dan Khadijah pernah mempraktikkan akad mudharabah semasa hidup mereka. Khadijah bertindak sebagai shahibul maal dan Rasulullah SAW bertindak sebagai mudharib (pengelola dana). Dana tersebut dikelola oleh Rasulullah SAW dalam bentuk usaha perdagangan. Setelah Rasulullah SAW memperoleh hasil dari usahanya, maka Rasulullah akan memberikan bagi hasil kepada Khadijah sesuai dengan kesepakatan mereka di awal akad. Dengan demikian dapat dipahami bahwa lembaga perbankan belum ada pada masa Rasullah SAW, namun praktik perbankan secara individu telah menjadi tradisi umat Islam.
REFERENSI
Di ambil dari situs http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6129/4/BAB%20I.pdf
Subhan, Muhammad. Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. 2021. Jambi: FP. Aswaja
Adiwarman A Karim. 2007. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Diambil dari situs http://www.ojk.go.id
Syukri Iska. 2012, sistem Perbankan syariah di Indonesia dalam persefektif Fikih Ekonomi, Yogyakarta: Gema Insani
Diambil dari situs https://id.m.wikipedia.org/wiki/perbankan_syariah sejarah perbankan syariahKelompok 2:

Silka Apriyani (502200058)

Diki Setiawan ( 502200061)

Hanafi (502200047)

PERBANKAN SYARIAH

Latar Belakang

Bank Syariah merupakan lembaga keungan layaknya Bank Konvensional tetapi menggunakan prinsip syariah yaitu keadilan, keseimbangan dan kemaslahatan. Kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat umum dalam bentuk pinjaman atau kredit. Dalam dunia perbankan, selain bank umum atau bank konvensional, terdapat juga bank syariah yang banyak berkembang di indonesia. Dalam bank konvensional penentuan harga selalu didasarkan dengan bunga, sedangkan bank syariah didasarkan pada konsep Islam yaitu kerja sama dalam skema bagi hasil baik untung maupun rugi. Tujuan utama Bank Syariah adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah.

Perbankan syariah pada dasarnya merupakan suatu industri keuangan yang memiliki sejumlah perbedaan mendasar dalam kegiatan utamanya dibandingkan dengan perbankan konvensional.salah satu perbedaan utamanya terletak pada penentuan return yang akan diperoleh para depositornya. Bank syariah tidak hanya bersifat profit-oriented,tetapi juga mengemban misi-misi social.selain itu, dalam menilai kelayakan pembiayaan bank konvensional hanya didasarkan pada bussines wise,sedangkan pada bank syariah juga harus mempertimbangkan syariah wise, artinya bisnis tersebut layak dibiayai dari segi usahanya dan acceptable dari segi syariahnya.

Tantangan utama bank syariah saat ini diantaranya adalah bagaimana mewujudkan kepercayaan dari pihak stakeholder. Sudah menjadi rahasia umum bahwa, hanya bank-bank yang sanggup membangkitkan kepercayaan stakeholder mereka saja yang akan bisa tumbuh,berkembang dan mengukir sejarah baru. Bank tersebut akan mampu memobilisasi simpanan,menarik investasi,menyalurkan pembiayaan, menanamkan investasi,sekaligus memperluas kesempatan kerja,membantu pemerintah membiayai deficit anggaran untuk pembangunan, dan mengakselerasi pembangunan ekonomi dengan baik.

Bank sebagai lembaga keuangan memiliki sistem sentral yang merupakan tatanan perekonomian dalam suatu negara yang berperan dan melakukan aktivitas dalam berbagai jasa keuangan yang diselenggrakan oleh keuangan. Dalam perkembangan  selanjutnya jasa-jasa bank berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat  yang semakin beragam. Dewasa ini perkembangan dunia perbankan semakin mendominasi kehidupan manusia terutama dalam kaitanya dengan ekonomi dan bisnis suatu negara. 

PEMBAHASAN

Sejarah Perbankan Syariah

Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar dan dirham yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.

Pada abad ke-20, lahirnya perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.

Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa yang akan datang. Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika. Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005. Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.

Perkembangan perbankan Syariah di Indonesia

Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun, ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini: 

Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan karena itu, tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, yakni UU No 14/1967. 

Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah. 

Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.

 Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun 1988, di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.

Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah pertama di Indonesia yang lahir sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang memungkinkan berdirinya bank yang sepenuhnya melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah (Sutan Remy Syahdeini, 2014: 97) BMI lahir sebagai hasil kerja tim Perbankan MUI tersebut di atas. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 miliar. Pada tanggal 3 Nopember 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp. 106.126.382.000,-. Dana tersebut berasal dari presiden dan wakil presiden, sepuluh menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya, Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang bank syariah. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi.

PRAKTIK PERBANKAN DI ZAMAN RASULULLAH SAW

Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, melayani jasa keuangan lainnya. Ketiga fungsi utama tersebut merupakan fungsi utama dari bank konvensional yang menggunakan sistem bunga (riba) dalam kegiatan operasionalnya. Namun bank syariah memiliki empat fungsi dalam kegiatan operasionalnya. Selain dari ketiga fungsi utama di atas, satu fungsi utama lainnya yang ada pada bank syariah adalah fungsi sosial dalam bentuk kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infak dan sedekah serta penyaluran dana dalam bentuk pinjaman kebajikan (qardul hasan). 

Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit atau simpanan, menyalurkan dana dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat  Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.

Praktik-praktik dari fungsi perbankan tersebut masih dilakukan oleh individu-individu. Contohnya: Rasulullah SAW dan Khadijah pernah mempraktikkan akad mudharabah semasa hidup mereka. Khadijah bertindak sebagai shahibul maal dan Rasulullah SAW bertindak sebagai mudharib (pengelola dana). Dana tersebut dikelola oleh Rasulullah SAW dalam bentuk usaha perdagangan. Setelah Rasulullah SAW memperoleh hasil dari usahanya, maka Rasulullah akan memberikan bagi hasil kepada Khadijah sesuai dengan kesepakatan mereka di awal akad. Dengan demikian dapat dipahami bahwa lembaga perbankan belum ada pada masa Rasullah SAW, namun praktik perbankan secara individu telah menjadi tradisi umat Islam.

REFERENSI

Di ambil dari situs http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6129/4/BAB%20I.pdf 

Subhan, Muhammad. Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. 2021. Jambi: FP. Aswaja

Adiwarman A Karim. 2007. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Diambil dari situs http://www.ojk.go.id

Syukri Iska. 2012, sistem Perbankan syariah di Indonesia dalam persefektif Fikih Ekonomi, Yogyakarta: Gema Insani

Diambil dari situs https://id.m.wikipedia.org/wiki/perbankan_syariah sejarah perbankan syariah 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun