Mohon tunggu...
Deskarina CahyaNingrum
Deskarina CahyaNingrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - belajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perbankan Syariah di Indonesia

15 Desember 2021   16:25 Diperbarui: 15 Desember 2021   16:32 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah. 

Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.

 Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun 1988, di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.

Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah pertama di Indonesia yang lahir sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang memungkinkan berdirinya bank yang sepenuhnya melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah (Sutan Remy Syahdeini, 2014: 97) BMI lahir sebagai hasil kerja tim Perbankan MUI tersebut di atas. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 miliar. Pada tanggal 3 Nopember 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp. 106.126.382.000,-. Dana tersebut berasal dari presiden dan wakil presiden, sepuluh menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya, Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang bank syariah. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi.

PRAKTIK PERBANKAN DI ZAMAN RASULULLAH SAW

Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, melayani jasa keuangan lainnya. Ketiga fungsi utama tersebut merupakan fungsi utama dari bank konvensional yang menggunakan sistem bunga (riba) dalam kegiatan operasionalnya. Namun bank syariah memiliki empat fungsi dalam kegiatan operasionalnya. Selain dari ketiga fungsi utama di atas, satu fungsi utama lainnya yang ada pada bank syariah adalah fungsi sosial dalam bentuk kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infak dan sedekah serta penyaluran dana dalam bentuk pinjaman kebajikan (qardul hasan). 

Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit atau simpanan, menyalurkan dana dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat  Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.

Praktik-praktik dari fungsi perbankan tersebut masih dilakukan oleh individu-individu. Contohnya: Rasulullah SAW dan Khadijah pernah mempraktikkan akad mudharabah semasa hidup mereka. Khadijah bertindak sebagai shahibul maal dan Rasulullah SAW bertindak sebagai mudharib (pengelola dana). Dana tersebut dikelola oleh Rasulullah SAW dalam bentuk usaha perdagangan. Setelah Rasulullah SAW memperoleh hasil dari usahanya, maka Rasulullah akan memberikan bagi hasil kepada Khadijah sesuai dengan kesepakatan mereka di awal akad. Dengan demikian dapat dipahami bahwa lembaga perbankan belum ada pada masa Rasullah SAW, namun praktik perbankan secara individu telah menjadi tradisi umat Islam.

REFERENSI

Di ambil dari situs http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6129/4/BAB%20I.pdf 

Subhan, Muhammad. Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. 2021. Jambi: FP. Aswaja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun