Mohon tunggu...
Desi Sommaliagustina
Desi Sommaliagustina Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Hukum Universitas Dharma Andalas, Padang

Sebelum memperbaiki orang lain lebih baik memperbaiki diri kita dahulu |ORCID:0000-0002-2929-9320|ResearcherID: GQA-6551-2022|Garuda ID:869947|

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

ASEAN Agreement on Electronic Commerce (AAEC) dan Implementasinya di Indonesia

29 Agustus 2023   12:30 Diperbarui: 30 Agustus 2023   09:00 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

E-commerce atau perdagangan elektronik telah menjadi salah satu tren ekonomi global yang paling pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tidak terkecuali di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. 

Pada tahun 2020, nilai perdagangan e-commerce di kawasan ASEAN mencapai US$120 miliar, dan diproyeksikan akan tumbuh menjadi US$300 miliar pada tahun 2025. 

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di kawasan ini, dengan nilai transaksi mencapai Rp300 triliun pada tahun 2022.

UU No. 4 Tahun 2021 tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Electronic Commerce

ASEAN Agreement on Electronic Commerce (AAEC) atau Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah perjanjian internasional yang ditandatangani oleh sepuluh negara anggota ASEAN pada tanggal 22 Januari 2019 di Hanoi, Vietnam. 

Perjanjian ini bertujuan untuk memfasilitasi dan meningkatkan kerja sama perdagangan melalui sistem elektronik di kawasan ASEAN.

Pada tanggal 22 April 2021, DPR RI mengesahkan UU No. 4 Tahun 2021 tentang Pengesahan AAEC. UU ini merupakan tindak lanjut dari pengesahan AAEC oleh Pemerintah Indonesia.UU No. 4 Tahun 2021 mengatur berbagai hal terkait perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia, antara lain:

  • Definisi dan ruang lingkup perdagangan melalui sistem elektronik
  • Hak dan kewajiban pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik
  • Perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui sistem elektronik
  • Pengaturan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik
  • Kerja sama antar-negara anggota ASEAN dalam perdagangan melalui sistem elektronik

Implementasi UU No. 4 Tahun 2021 dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, pemerintah akan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai UU ini. 

Tahap kedua, pemerintah akan menyusun peraturan pelaksanaan UU ini. Tahap ketiga, pemerintah akan melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran UU ini. 

Implementasi UU No. 4 Tahun 2021 diharapkan dapat meningkatkan perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia. Perdagangan melalui sistem elektronik memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing perekonomian Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa manfaat dari implementasi UU No. 4 Tahun 2021:

  • Meningkatkan kemudahan dan efisiensi dalam perdagangan melalui sistem elektronik
  • Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap perdagangan melalui sistem elektronik
  • Meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia

Meningkatkan kerja sama perdagangan antara Indonesia dan negara-negara anggota ASEANn. Untuk mencapai manfaat tersebut, pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai UU No. 4 Tahun 2021. 

Selain itu, pemerintah juga perlu menyusun peraturan pelaksanaan UU ini yang komprehensif dan dapat diterapkan secara efektif.

Keberhasilan pertumbuhan   e-commerce di kawasan ASEAN tidak terlepas dari peran ASEAN Economic Community (AEC). AEC merupakan sebuah kawasan perdagangan bebas yang diresmikan pada tahun 2015. Tujuan utama AEC adalah untuk meningkatkan daya saing kawasan ASEAN melalui perdagangan, investasi, dan mobilitas tenaga kerja.

Pada tahun 2022, AEC telah berhasil menciptakan pasar tunggal yang lebih kohesif dan terintegrasi. Hal ini memberikan berbagai peluang baru bagi pelaku bisnis e-commerce di kawasan ini, termasuk untuk melakukan perdagangan lintas batas.

Untuk mendukung pertumbuhan e-commerce di kawasan ASEAN, AEC telah mengadopsi berbagai kebijakan dan peraturan yang bersifat harmonis. Salah satu kebijakan tersebut adalah ASEAN Framework for Electronic Commerce (ASEAN e-Commerce Framework).

ASEAN e-Commerce Framework merupakan sebuah kerangka kerja yang bertujuan untuk mendorong perkembangan e-commerce di kawasan ASEAN. Kerangka kerja ini mencakup berbagai aspek, antara lain:

  • Penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan e-commerce
  • Peningkatan daya saing pelaku bisnis  e-commerce
  • Peningkatan perlindungan konsumen
  • Peningkatan keamanan siber

Kerangka kerja ini telah diadopsi oleh seluruh negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia. Di Indonesia, e-commerce diatur oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 2004 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 

Undang-undang ini mengamanatkan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah harus dilakukan secara elektronik, kecuali untuk barang dan jasa yang memiliki karakteristik tertentu.

Sedangkan pada tahun 2022, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 

Peraturan pemerintah ini memberikan berbagai kemudahan bagi pelaku usaha  e-commerce untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Kemudahan-kemudahan tersebut antara lain:

  • Penyederhanaan proses pendaftaran
  • Penyederhanaan persyaratan
  • Penyederhanaan proses evaluasi

Kemudahan-kemudahan ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak pelaku usaha e-commerce untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, sehingga dapat meningkatkan peran e-commerce dalam perekonomian nasional. 

Secara keseluruhan, AEC dan UU No. 21 Tahun 2004 telah memberikan berbagai dukungan bagi pengembangan e-commerce di kawasan ASEAN, termasuk di Indonesia. Dukungan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan e-commerce di kawasan ini secara berkelanjutan.

Implementasi UU Nomor 21 Tahun 2004

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (UU 21/2004) merupakan salah satu upaya reformasi birokrasi di Indonesia. 

UU ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan melalui penerapan perencanaan dan penganggaran yang sistematis, terukur, akuntabel, dan transparan.

Salah satu inisiatif utama dalam UU 21/2004 adalah penerapan pendekatan penganggaran jangka menengah (3 tahun). 

Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan kejelasan bagi kementerian/lembaga dalam menyusun rencana kerja dan anggaran, serta untuk memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan dapat digunakan secara efektif dan efisien.

Selain itu, UU 21/2004 juga mengamanatkan penerapan penganggaran terpadu. Penganggaran terpadu adalah penganggaran yang mengintegrasikan semua jenis anggaran, baik anggaran belanja, anggaran pendapatan, maupun anggaran pembiayaan. 

Penganggaran terpadu bertujuan untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang kondisi keuangan pemerintah dan untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Terakhir, UU 21/2004 juga mengamanatkan penerapan penganggaran berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja adalah penganggaran yang menetapkan anggaran berdasarkan kinerja yang ingin dicapai. Penganggaran berbasis kinerja bertujuan untuk mendorong kementerian/lembaga untuk lebih mengutamakan hasil kerja daripada proses kerja.

Implementasi UU 21/2004 telah membawa sejumlah perubahan positif dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Hal ini terlihat dari semakin terbukanya informasi tentang anggaran pemerintah kepada masyarakat.

Selain itu, penerapan penganggaran berbasis kinerja juga telah mendorong kementerian/lembaga untuk lebih fokus pada hasil kerja. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya kinerja kementerian/lembaga dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan. 

Meskipun demikian, masih terdapat sejumlah tantangan dalam implementasi UU 21/2004. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah masih kurangnya kapasitas kementerian/lembaga dalam menyusun rencana kerja dan anggaran yang berkualitas. 

Selain itu, masih terdapat sejumlah kendala dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja, seperti kurangnya data dan informasi yang akurat.

Tantangan-tantangan tersebut perlu diatasi agar implementasi UU 21/2004 dapat berjalan secara optimal. 

Pemerintah perlu terus memperkuat kapasitas kementerian/lembaga dalam menyusun rencana kerja dan anggaran yang berkualitas. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong penerapan penganggaran berbasis kinerja secara lebih sistematis.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas implementasi UU 21/2004:

  • Meningkatkan kapasitas kementerian/lembaga dalam menyusun rencana kerja dan anggaran yang berkualitas.
  • Mendorong penerapan penganggaran berbasis kinerja secara lebih sistematis.
  • Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
  • Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran.

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan implementasi UU 21/2004 dapat lebih optimal dan dapat memberikan dampak positif bagi penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun