Mohon tunggu...
desi sofianti
desi sofianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - seni murni ISI Yogyakarta

prodi seni murni fakultas seni rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Membaca Arsip, Membongkar Serpihan Friksi, Ideologi, Kontestasi: Seni Rupa Jogja 1990-2010

23 Desember 2021   01:11 Diperbarui: 23 Desember 2021   01:24 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Desi Sofianti (1912985021)

Seni Murni ISI Yogyakarta

Identitas Buku

Judul buku      : MEMBACA ARSIP, MEMBONGKAR SERPHAN FRIKSI, IDEOLOGI, KONTESTASI : SENI RUPA JOGJA 1990-2010

Penulis             : Agnesia Linda M., Galatia Puspa Sani, Ida Fitri, Khidir Marsanto P.,Muhammad AB, Pitra Hutomo, Banu Badrika, Realisa D. Massardi, Taufiq Nur Rachman, dan Umi Lestari.

Editor              : Ikun Sri Kuncoro

Tanggal publikasi        : 31 Desember 2013

Jumlah halaman           : vii + 303 halaman

Deskripsi         : Pemenang Hibah KARYA! 2013 Workshop Penulisan Sejarah Kritis Seni Rupa Kontemporer

Orientasi

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari penulis yang berbeda dengan beragam latar belakang. Keinginan Ikun Sri Kuncoro akan  adanya arena untuk mengkritik sejarah lewat "penelanjangan artefak" seni rupa Jogja 1990---2010, mengantarkan ia untuk mengajukan adanya workshop kepenulisan ke Jaringan Arsip Budaya Nusantara. Setelah proses panjang, akhirnya karya tulis yang merupakan rangkaian ide ini bisa terselesaikan dengan kepuasan semua pihak yang terlibat.

Sinopsis

Buku ini tersusun atas 10 judul karya tulis yang berbeda dari penulis yang berbeda pula, namun pembahasan tetap dalam lingkup seni rupa yogya 1990-2010. Maka dari itu, saya akan menjabarkan poin singkat pembahasan dari masing-masing buku.

1. Membuka Katalog, mengungkap ideologi, oleh Galih Puspita 

Dalam bagian ini yang menjadi pembahasan adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada  Biennale Jogja kurun waktu 1988-1992 hingga 2003-2007. Dalam kurun waktu tersebut, banyak terjadi perubahan-perubahan dalam struktur internal biennale. Mulai dari munculnya istilah kurator yang awalnya tim kurasi hingga kedudukan terhadap tim narasumber. Juga bagaimana event besar lain seperti binal eksperimental bisa memberi pengaruh besar terhadap perubahan biennale

2. Lempar Konsep Sembunyi Tangan (Relasi Kreatif Artis Dan Artisan), oleh Ida Fitri 

Istilah Hand, Head, Heart menjadi awal pembahasan bagian ini. Pembahsan berlanjut pada seni konvensional dan kontemporer. Hingga munculnya istilah artisan, kelompok artisan, dan studio artisan. Hal unik dalalm bagian ini adalah bagaimana hubungan kerja artis dan artisan dan hubungan kreatif sejajar, dan mutual mereka.

3. Nalar Dunia Simbolik: Penelitian Ala Seniman Kontemporer, oleh Agnesia Linda M 

pembahasan bagian ini adalah seputar perupa kontemporer yang melakukan serangkaian aktivitas dalam rangka membangun gagasan sebelum berkarya. Kemunculan seni semacam ini (seni konseptual) sebenarnya telah muncul sejak tahun 60an. Selain itu di bagian ini jug membahas para senimannya seperti Harsono yang di kenal sangat aktif melakukan kritik terhadap situasi sosial dan politik dalam kaitannya dengan kuasa negara, Nindityo Adipurnono memiliki selang-seling praktek penelitian (pembangunan gagasan) dan penciptaan karya.

4. "Kaus Kaki" Pop Surealis Iwan Efendi, oleh Realisa D. Massardi

Pop Surealis a'la Iwan Effendi menadi pembahasan menarik pada bagian ini. Dimana segala kondisi yang melekat dalam diri seseorang berkontribusi dalam mengkonstruksi perilaku serta pilihan-pilihan orang tersebut, termasuk praktek berkarya Iwan Effendi. Selain itu, Iwan Effendi dan praktek-praktek yang dilakukannya dan dipilihnya sebagai mengambil posisi dalam perjuangan seni rupa Yogyakarta.

5. Wacana Seni Rupa dalam Teks Surat Kabar: Pembacaan atas (Beberapa) Kritik Seni Rupa Populer dan Keterlibatan Penulis Seni Rupa Yogyakarta di Harian Kompas, oleh Khidir M. Prawirosusanto 

Pembahasan dalam bagian ini saya rasa agak serius, yaitu mengenai tulisan-tulisan kritik seni rupa atas berbagai gejala dan aktivitas ke-senirupaan di Yogyakarta. Meskipun perkembangan kritik seni rupa sudah berkembang, dalam bagian ini dijelaskan bahwa masih saja ada pandangan miring dari beberapa kalangan yang menyebut bahwa kritik seni rupa di Indonesia belum berkembang baik. selain itu, pembahasan juga meliputi perbedaan Kritik, kritik seni rupa, kritik jurnalistik, dan kritik populer yang memeng sedang mewabah di Koran khususnya Kompas.

6. Jaring Perempuan, oleh Umi Lestari 

Representasi seniman perempuan dalam media, menjadi topik pembahasan kali ini. mulai dari seniman perempuan tidak pernah dianggap sebagai manusia utuh layakny laki-laki, kehadiran perempuan selalu saja menjadi sebuah sorotan, pasti ada lelaki yang berpengaruh dibalik perempuan, hingga penggunaan adanya istilah seniman perempuan namun tidak ada istilah seniman laki-laki.

7. Video: Jangan Sungkan-sungkan, oleh Pitra Hutomo 

Sebenarnya bagian ini merupakan cerita pengalaman penulis berinteraksi dengan abstraksi dan aktualisasi video sebagai karya seni rupa sejak awal 2000an. Diawali dengan keteertarikn akan kebiasaan orang Indonesia menonton televisi bisa dirunut sejak TVRI mengudara pertama kali untuk menyiarkan Asian Games IV 1962. Pembahasan meluas pada perkembangan teknologi rekaman vidio.

8. Menelusuri Wajah Yogyakarta di Panggung Philip Morris Indonesia Art Awards (1994-2000), oleh Taufik Nur Rachman 

Awalnya, bagian ini membahas ajang kompetisi seni rupa di indonesia, namun sesuai dengan judulnya, yang menadi topik utama adalah bahasan mengenai philip morris indonesia art awards, kompetisi seni rupa yang mampu bertahan lama sampai sekarang namun telah berubah nama menjadi indonesia art awards, yang diselenggarakan sejak tahun 1994.

9. Daerah Istimewa Seni Rupa Ngyl Yogyakarta, oleh Rakai Badrika 

Bagian ini lebih khusus membahas "Peristiwa -- Peristiwa Ngeyel" yang pernah terjadi di Yogyakarta, seperti munculnya Binal Eksperimental Art, Apotik Komik, Taring Padi, The Daging Tumbuh, Disini Akan Dibangun Mall dan lain-lain.

10. Dinamika Ruang Pamer Seni Rupa Yogyakarta 1990-2010, oleh Muhammad AB 

Ruang pamer menjadi topik pembahasan kali ini. Pembahasan dimulai dari Sedikitnya ruang pamer yang mewadahi karyakarya perupa di Yogyakarta pada periode sebelum tahun 1990-an, munculnya persoalan yang berkaitan dengan manajemen dan profesionalisme, Ruang-ruang seperti kafe atau restoran semakin sering menggelar pameran-pameran seni rupa hingga jumlah galeri di Yogyakarta yang meningkat.

Kelebihan Buku

Kelebihan yang paling menonjol dari buku ini adalah topik pembahasan yang sangat menarik dan memang belu pernah diulas secara rinci dalam buku lain. Gaya bahasanya juga merupakan bahasa sehari-hari sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca. Selain itu terdapat ilustrasi yang melengkapi teks, alurnya pembahasannya juga runtut

Kelemahan Buku

Cover buku kurang menarik dan masih terdapat kesalahan dalan menyematan nama penulis pada karya tulis bagiannya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun