Akan tetapi, Walden University berdasarkan pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM)Â edisi ke-5 mendeskripsikan kelakuan toxic sebagai salah satu tanda adanya gangguan kepribadian pada diri seseorang.
Maka dari itu, alangkah baiknya, mencurahkan isi hati dilakukan kepada saudara, ataupun orang tua saja, karena akan menjamin sebuah privasi.Â
Sudah menjadi sebuah fakta, bahwa pihak yang mencurahkan isi hatinya, tidak ingin bila apa yang diceritakannya kepada seseorang yang telah dipercayainya, malah diceritakan kembali kepada orang lain.
Karena sebuah cerita yang telah sampai di berbagai telinga, pada umumnya telah dibumbui dengan berbagai macam bumbu penyedap, agar cerita yang hadir semakin mantap. Bukankah begitu?
Itulah sebabnya, mengungkap apa yang dirasakan tidak bisa sembarangan dilakukan.Â
Sederhanannya, seseorang yang menceritakan apa yang dirasakannya, belum tentu dibalas dengan support system maupun solusi dari objek sasaran yang telah dipercayainya.Â
Tidak jarang, objek sasaran yang menjadi tujuan tempat bercerita bisa menjadi manusia yang penuh dengan racun dan sangat merugikan, kepribadian demikian dikenal dengan istilah toxic people.Â
Dilansir oleh hellosehat.com bahwa toxic people alias orang-orang yang "beracun" merupakan jenis pribadi yang suka menyusahkan dan merugikan orang lain, baik secara fisik maupun emosional.
Dibalik energi beracun yang disebarkannya, ternyata, toxic people juga berkaitan dengan toxic positivity yang dimiliki oleh seseorang, kehadirannya pasti akan menguras energi serta pikiran.Â
Dilansir dari halodoc.com bahwa toxic positivity merupakan kondisi yang terjadi saat seseorang selalu beranggapan dengan berpikir positif, semua masalah dapat dilewati dengan baik.Â
Seseorang yang memiliki salah satu dari dua kepribadian tersebut (toxic people dan toxic positivity) sudah sangat merepotkan, apalagi bila keduanya saling berkesinambungan satu sama lain.Â