Mohon tunggu...
Desy Hani
Desy Hani Mohon Tunggu... Lainnya - Happy reading

Hi, you can call me Desy - The Headliners 2021 - Best in Opinion Kompasiana Awards 2023 - Books Enthusiast - Allahumma Baarik Alaih

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

"Toxic People", Penyerangan dalam Bentuk "Toxic Positivity"

14 Agustus 2021   19:23 Diperbarui: 15 Agustus 2021   06:24 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi toxic people yang dilakukan oleh seseorang dalam bentuk penyerang toxic positivity | sumber: kompas.com

Toxic people dan toxic positivity, suatu kepribadian yang mampu menghadirkan hubungan yang cenderung kearah yang lebih "toxic", apa jadinya bila keduanya berkolaborasi membentuk sebuah peristiwa? 

Setiap manusia yang terlahir di dunia ini, akan memiliki kisah serta ceritanya masing-masing, dan itu tidak akan pernah ada yang sama. Ibaratnya, sudah disediakan porsinya masing-masing. 

Terkadang, perjalanan hidup yang dihadapi akan memberikan ruang tersendiri untuk berbagi dengan orang terkasih. 

Ada beberapa alasan kenapa ada insan di muka bumi ini yang sering kali mencurahkan isi hatinya kepada orang yang dipercayai.

Mulai dari merasakan ketenangan pada diri sendiri, sesaat berhasil mengeluarkan seluruh kepenatan yang hadir (sesi curhat). 

Hingga mampu memberikan sugesti secara sendirinya, bahwa apa yang dihadapi mampu terselesaikan dengan baik.

Namun ternyata, mencurahkan segala isi hati yang dirasakan, serta unek-unek yang melanda diri tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Ilustrasi toxic | sumber: posciety.com
Ilustrasi toxic | sumber: posciety.com

Salah mempercayai orang lain bisa berakibat curahan hati tersebut bocor, dan mengalir deras dari mulut ke mulut, sehingga menyebabkan hubungan toxic di antara keduanya.

Meskipun kepribadian toxic bukanlah sebuah diagnosa gangguan kesehatan mental.

Akan tetapi, Walden University berdasarkan pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) edisi ke-5 mendeskripsikan kelakuan toxic sebagai salah satu tanda adanya gangguan kepribadian pada diri seseorang.

Maka dari itu, alangkah baiknya, mencurahkan isi hati dilakukan kepada saudara, ataupun orang tua saja, karena akan menjamin sebuah privasi. 

Sudah menjadi sebuah fakta, bahwa pihak yang mencurahkan isi hatinya, tidak ingin bila apa yang diceritakannya kepada seseorang yang telah dipercayainya, malah diceritakan kembali kepada orang lain.

Karena sebuah cerita yang telah sampai di berbagai telinga, pada umumnya telah dibumbui dengan berbagai macam bumbu penyedap, agar cerita yang hadir semakin mantap. Bukankah begitu?

Itulah sebabnya, mengungkap apa yang dirasakan tidak bisa sembarangan dilakukan. 

Sederhanannya, seseorang yang menceritakan apa yang dirasakannya, belum tentu dibalas dengan support system maupun solusi dari objek sasaran yang telah dipercayainya. 

Tidak jarang, objek sasaran yang menjadi tujuan tempat bercerita bisa menjadi manusia yang penuh dengan racun dan sangat merugikan, kepribadian demikian dikenal dengan istilah toxic people. 

Dilansir oleh hellosehat.com bahwa toxic people alias orang-orang yang "beracun" merupakan jenis pribadi yang suka menyusahkan dan merugikan orang lain, baik secara fisik maupun emosional.

Dibalik energi beracun yang disebarkannya, ternyata, toxic people juga berkaitan dengan toxic positivity yang dimiliki oleh seseorang, kehadirannya pasti akan menguras energi serta pikiran. 

Dilansir dari halodoc.com bahwa toxic positivity merupakan kondisi yang terjadi saat seseorang selalu beranggapan dengan berpikir positif, semua masalah dapat dilewati dengan baik. 

Seseorang yang memiliki salah satu dari dua kepribadian tersebut (toxic people dan toxic positivity) sudah sangat merepotkan, apalagi bila keduanya saling berkesinambungan satu sama lain. 

Bukan tidak mungkin, bila ketidaknyaman serta perseteruan bisa hadir dan menyapa ketika berhadap dengan manusia toxic.

Sudah terlihat secara jelas, bahwa toxic people dan toxic positivity bisa menghadirkan aura negatif dari setiap sikap yang disajikan oleh para pelakunya. 

Mari kita ambil permisalan yang begitu sederhana, terkait hubungan toxic antara toxic people dan toxic positivity, dua hubungan toxic yang bergabung menjadi satu. 

Ilustrasi toxic people dalam bentuk penyerang toxic positivity | sumber: rimma.co
Ilustrasi toxic people dalam bentuk penyerang toxic positivity | sumber: rimma.co

Perkenalan Michelle dan Laura melalui perantara sebuah universitas, keduanya berasal dari kota yang berbeda. 

Seiring dengan berjalannya waktu, Michelle telah menganggap Laura sebagai teman baiknya, apapun yang dialami Michelle selalu diceritakannya kepada Laura.

Hingga suatu ketika, Michelle sangat galau dengan laporan akhirnya yang tergantung-gantung tanpa kejelasan. Dan Michelle pun memutuskan untuk menceritakan ke galaunya ini kepada Laura.

"Ra... gue bingung mau ngambil mata kuliah apa? Susah banget ya mikirnya, mau ngambil manajemen, sama akuntansi tapi nggak sinkron dengan penelitian yang dilakukan, gue bingung Ra?"

Mendengar ucapan Michelle, Laura hanya bisa memandangnya secara sinis, "ya ampun Chel? Kalo nggak bisa ngambil manajemen sama akuntansi, yowes cari yang lain, ngapain repot-repot mikir..." 

"Tapi Ra... manajemen dan akuntansi adalah mata kuliah favorit gue Ra, gue lebih pede kalo ngebahas dua MK tersebut", ucap Michelle dengan raut wajah yang terlihat sedih, ditambah lagi dengan ucapan Laura tadi yang sedikit menyayat hatinya.

"Yah... kok nyerah gitu sih Chel, semangat dong, lho mestinya bisa mengambil MK lain, nggak harus manajemen ataupun akuntansi aja, dunia ini luas Chel, jangan terlalu larut dalam kesedihan, slow but sure..."

"Masih mending lho bisa nyusun di tahun ini, banyak kok mahasiswi lain yang lebih parah dari lho, hidup itu dibikin santai aja Chel, jangan tegang melulu", lanjut Laura.

Mendengar ucapan Laura, bukannya Michelle semakin tenang, pikirannya malah semakin kacau. 

Pendapat Laura tidak menyelesaikan masalah, namun menambah masalah, seakan-akan Michelle lah yang salah.

Lebih parahnya lagi, Laura malah menceritakan ke teman satu kelas mereka mengenai kegalauan yang sedang melanda Michelle. 

Padahal Michelle tidak berharap ceritanya bocor sampai kemana-mana, Michelle berharap Laura mampu menjaga dengan baik ceritanya tersebut, agar Michelle semakin percaya terhadap dirinya.

Namun ternyata, Laura tidak bisa memberikan rem pada mulutnya, sehingga membokar semua keluh kesah yang dialami oleh Michelle kepada orang lain. 

Dari ilustrasi di atas, sudah terlihat secara jelas, bahwa Laura telah merangkap menjadi toxic people dan toxic positivity.

Toxic people, terletak pada pembicaraan yang telah bocor, dimana Michelle menceritakan kegalauannya terkait pemilihan mata kuliah kepada Laura. 

Namun Laura malah menceritakan keluh kesah yang dialami oleh Michelle kepada orang lain, secara tidak langsung, Laura telah bertindak sebagai toxic people, dimana dirinya telah menyebarkan cerita Michelle layaknya sebuah "ember yang bocor".

Sedangkan toxic positivity terletak pada pernyataan Laura kepada Michelle, "Yah kok nyerah gitu sih Chel, semangat dong, lho mestinya bisa mengambil MK lain, nggak harus manajemen ataupun akuntansi aja, dunia ini luas Chel, jangan terlalu larut dalam kesedihan, slow but sure..."

"Masih mending lho bisa nyusun di tahun ini, banyak kok mahasiswi lain yang lebih parah dari lho, hidup itu dibikin sangat aja Chel, jangan tegang melulu", lanjut Laura. 

Laura seakan-akan memberikan support kepada Michelle untuk terus berpikir positif, namun semua itu tidaklah diharapkan oleh Michelle. 

Michelle ingin semua problem yang dihadapinya mampu terselesaikan sedikit demi sedikit, bukan malah menambah masalah dipikirannya terkait semua pernyataan Laura yang ternilai toxic. 

Dari cerita Michelle dan Laura, berikut beberapa langkah untuk menghindari para pelaku toxic yang bisa menguras pikiran serta energi, seperti:

Ilustrasi toxic people dalam bentuk penyerangan toxic positivity | sumber: fimela.com
Ilustrasi toxic people dalam bentuk penyerangan toxic positivity | sumber: fimela.com

Pertama, jangan sembarangan dalam mencurahkan isi hati. Ini merupakan hal pertama yang harus tertanam di dalam diri. 

Dengan menceritakan apa yang dialami kepada orang lain, terlebih lagi bila kamu hanya sebatas teman, kamu sendiri tidak bisa menjamin bahwa cerita yang kamu sampaikan akan baik-baik saja. 

Bisa jadi, cerita tersebut akan bocor dan mengalir deras dari satu telinga ke telinga yang lain, seperti yang dialami oleh Michelle pada ilustrasi di atas. 

Maka dari itu, problem yang kamu hadapi harus disampaikan dan diceritakan kepada orang tepat, semua itu demi kebaikan dirimu. 

Kedua, cintai dirimu sendiri. Ketika kamu mengetahui bila teman yang kamu anggap sangat dekat mampu menghasilkan racun (toxic), alangkah baiknya, kamu memberikan jarak kepada yang bersangkutan.

Memberikan jarak hanya sebagai pemisah dan pembatas, bukan berarti kamu harus memusuhinya. 

Dengan kamu memberikan jarak dan tidak memberikan ruang kepada seseorang yang terkenal toxic, kamu sendiri telah menyelamatkan hati serta pikiran dari hal yang bersifat negatif. 

Perihal self love pada dasarnya ada pada dirimu sendiri. Maka dari itu, jagalah diri dengan sebaik mungkin...

Catatan: 

Apabila ada kesamaan nama pada ilustrasi di atas, itu hanyalah kebetulan semata.

Thanks for reading

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun