Setiap hari, setiap bekerja bawaannya selalu ingin pulang kerumah di Medan. Berjauhan dengan kedua orang tua memang begitu berat. Terlebih lagi ini merupakan rantauan pertamaku. Aku sering menahan tangis saat sedang menelepon mama. Entah kenapa rasanya air mata ini selalu ingin jatuh. Rasa rindu yang kuat terkadang tak bisa kutahan. Namun aku selalu berusaha tegar saat menelpon mama. Terkadang ada kalanya aku tidak kuat lagi dan mengakhiri panggilan telepon dari mama.
Tanpa disangka dan tanpa aku sadari. Dimana awalnya aku tidak terlalu bersemangat bekerja karena harus berjauhan dari kedua orang tua. Menjadi sirna karena kehadiran sesosok laki-laki yang sangat istimewa di hatiku.
Jatuh cinta tanpa aku minta. Terpesona dengannya pun tanpa aku sadari dan akhirnya aku diam-diam menyukainya. Pertama kali aku terpesona dengannya karena sifatnya yang begitu pemalu saat berpapasan dengannku dan hal pertama yang membuatku semakin jatuh hati dengannya ialah karena dia selalu melaksanakan sholat tepat waktu. Dialah Mas Aji Permana.
*****
Pukul 12.05 WIB, adzan sholat dzuhur tentunya sebentar lagi akan berkumandang. Aku selalu berusaha menyempatkan diri untuk sholat tepat waktu. Dengan alasan utama, biar aku bisa bertemu dengan Mas Aji. Aku dan Mas Aji berada di bagian kerja yang berbeda. Mas Aji berada di bagian keuangan. Sedangkan aku berada di bagian administrasi kontrak. Intensitas untuk bertemu dengannya tentu tidak begitu mudah. Kecuali aku benar-benar berniat masuk keruangan bagian keuangan. Namun semua itu tidak mungkin aku lakukan, kecuali aku benar-benar ada urusan penting dengan bagian keuangan. Salah satu cara agar bisa bertemu dengan Mas Aji yaaa dengan sholat tepat waktu. Pikirku disaat itu.
"Nah itu dia orangnya" bisikku didalam hati.
Aku melihat dengan jelas sesosok yang aku tunggu setiap akan melaksanakan sholat. Siapa lagi kalau bukan Mas Aji. Dia selalu berjalan sendirian ke arah masjid. Dengan menggunakan sendal yang dibawanya dari ruangan tempatnya bekerja, dan dengan baju lengan panjang yang selalu digulungnya sampai siku, setiap akan melaksanakan sholat. Kharisma dari Mas Aji semakin keluar tatkala dia sudah mengambil air wudhu. Aku pernah melihatnya tanpa sengaja dan itu mampu membuat hatiku semakin terpesona melihatnya.
Mas Aji tepat berjalan di depannku. Rasanya aku ingin menyapanya. Tapi tidak berani kulakukan. Akhirnya aku hanya berjalan saja dibelakangnya. Sambil berharap Mas Aji menoleh dan memanggil namaku.
Tanpa aku sangka, Mas Aji benar-benar menoleh ke arahku karena mendengar gesekan dari suara sendal yang aku kenakan.
"Eh Putri, mau ke masjid po ?" tanya Mas Aji dengan senyum khasnya yang mampu meluluhkan hati ini.
Mataku terbelalak saat Mas Aji menoleh ke arahku dan akupun langsung menghentikan langkahku kearahnya.