PANDANGAN PRIBADI-DISLEKSIA
Arti DisleksiaÂ
Disleksia mengacu pada orang yang mendapatkan kesulitan untuk mengenali huruf dan kata yang kemudian mempengaruhi kemampuan mereka dalam membaca dan mengeja serta kemampuan mereka dalam menulisakan buah pikirannya diatas kertas. Kadang-kadang mereka juga mengalami kesulitan dengan angka. Hal ini sering terjadi dalam suatu keluarga dan ternyata lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, dengan perbandingan lima di banding tiga. Walaupun demikian, agaknya hal ini terjadi karena anak laki-laki gampang diamati dibandingan dengan anak perempuan, mengingat perilaku anak laki-laki mudah memperlihatkan gejala frustasi terhadap hasil belajar mereka, sedangkan anak perempuan gejala ini sukar diamati karena mereka cenderung menutup diri.Â
Disleksia bukan disebabkan oleh keterbelakangan intelektual, kerusakan organik, faktor emosional, atau kecemasan, demikian pula bukan karena faktor eskternal misalnya karena sakit, cara mengajar yang salah, atau pertengkaran keluarga. Secara umum disleksia dipahami sebagai akibat neurologis ( ganguan saraf ) dimana beberapa bagian dari otak tidak bekerja secara efisien untuk memproses bahasa yang tertulis. Selanjutnya, hal ini mempengaruhi orang tersebut terhadap kemampuannya untuk memehami bahasa yang tertulis seumur hidupnya. Tentu saja orang yang mengalami disleksia akan mengalami kesulitan dalam menampilkan potensi intelektualnya secara penuh, dalam arti pencapaian akademik secara formal. Untuk mencapai hal itu, penderita disleksia perlu mengembangkan untuk mengompensasi kekurangannya tersebut atau menerima kekurangannya apa adanya, karena betapa pun mereka tidak dapat terbebas dari keadaan tersebut.
Gambaran Variabel Tentang Disleksia
Dari pengalaman diagnosa atau hasil identifikasi dapat disimpulkan bahwa anak yang mengalami disleksia memang menunjukkan penampilan yang berbeda. Beberapa anak mengalami kesulitan dalam pengucapan secara mendasar, sulit memadankan lambang dengan bunyi huruf, atau memadankan simbol yang terlihat secara visual dengan bunyi yang dilambangkan. Beberapa anak sulit mengatur bunyi secara berurutan atau memadukannya untuk membentuk kata tertentu. Bahkan, kalaupun mereka dapat mengenali bunyi suatu kata, mereka membaca dan menulis kata tersebut dengan urutan bunyi dan menulis kata tersebut dengan urutan atau bunyi  yang salah. Boleh jadi mereka menghilangkan atau menambahkan bunyi atau suku kata pada kata, atau menambah kata yang tidak perlu pada suatu kalimat. Ada pula anak-anak yang sering tertulis dan secara umum mudah terlihat. Secara lisan pun mereka sering kali mendapat kesulitan dalam menemukan kata-kata untuk melukiskan pikiran mereka, atau sulit mengucap kata yang terdiri dari deretan suku kata yang panjang. Kesulitan ini, akan jauh lebih berat meraka rasakan bila mereka harus menuangkan pokok pikirannya secara tertulis.
Sebagai akibat dari kesulitan memecahkan simbol dan kesulitn mengingat ini, anak-anak tersebut hanya akan menebak-nebak kata-kata berdasarkan bunyi pertama, suku kata dalam kata, penampilan kata, atau konteks cerita, tanpa memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengan huruf sebagai simbol bunyi. Strategi umum untuk menghindari kesalahan adalah dengan membaca kembali ke frasa-frasa yang tertulis, yang juga teramat sulit bagi anak-ana penderita disleksia. Karena mereka membaca kata demi kata ( bahkan huruf demi huruf ) maka mereka tampak lamban, sulit berbicara, kehilangan ekspresi, dan tidak mengindahkan tanda baca. Dengan kondisi semacam itu tidaklah mengherankan jika pemahaman atau pengertian mereka terhadap apa yang mereka baca sangat kurang.
Masalah yang dirasakan oleh anak-anak penderita disleksia ialah bahwa proses mekanik untuk mengurai simbol tidak terjadi secara otomatis, oleh karena itu mereka berkonsentrasi penuh pada mekanisme, sehingga untuk mengingat hanya tertinggal sedikit energi saja. Sama halnya bila kita sedang mengemudikan mobil, namun konsentrasi kita hanya tercurah pada tongkat roda gigi, padahal kita seharusnya lebih memperhatikan sesama pengemudi dan melihat pemandangan yang kita lalui. Dengan demikian, kita akan mengemudikan kendaraan dengan pelan, melelahkan, menjengkelkan, sama halnya dengan penderita disleksia yang sedang membaca.
Tugas menulis menimbulkan masalah yang jauh lebih besar dan merupakan beban yang lenih berat lagi bagi anak yang mengalami gangguan disleksia. Mereka tidak hanya harus bekerja keras mengenali suara mana yang terdapat pada suatu kata dan huruf seperti apa yang bisa membenttuk bunyi itu, tetepi mereka juga harus mempelajari bagaimana membuat huruf dengan pencil. Ini merupakan tugas berat dimana orang harus mengintragrasikan indra penglihatan, bunyi, dan gerakan, bagi orang yang tidak mengalami disleksia merupakan hal yang biasa. Bagi pendertita disleksia, menyalin langsung dari papan tulis atau dari buku pun merupakan suatu yang menimbulkan frustasi. (dikutip dari buku Bagaimana Memotivasi Anak Belajar hal : 83-87).
PENGALAMAN SAYA SELAMA MENGAJAR
Selama saya mengajar saya pernah mengamati seorang anak dari yang mula nya saya mengajar dia berumur sekitar 6 tahun dan sekarang 8 tahun itu sama sekali tidak mengalami perkembangan. Yang saya kira itu wajar karena umurnya yang masih anak-anak berusia 6 tahun, tapi setelah saya bertemu kembali dengan anak tersebut di usia 8 tahun tetap tidak ada perkembangan. Saya pernah memberikan tugas menulis dimana saya mencontohkannya di papan tulis kemudian saya perintahkan anak-anak untuk menulis kembali, setelah saya mengamati tulisan dari anak tersebut saya merasa ada yang janggal dari tulisan anak tersebut karena tulisan anak tersebut benar-benar tidak bisa dibaca. Tulisan nya arab semacam dia hanya menggambar garis-garis seperti benang, dan dia menulis tidak diatas garis, melainkan tepat di garis tengah. Tulisan abjad pun juga terbalik-balik seperti sulit untuk mengenali huruf. Dan ketika dia membaca pun seperti sulit untuk mengenali huruf-huruf hijaiyah.
Dia tidak bisa mengenali huruf hijaiyah dengan baik, bahkan ketika saya baru mengucapkan huruf tersebut dia tidak bisa menirukannya. Seperti sulit untuk mengingatnya. Tetapi saya juga tidak bisa langsung mengatakan anak tersebut mengalami disleksia karena saya bukan pakar nya dalam hal tersebut. Tetapi, memang anak tersebut menunjukan ciri-ciri disleksia. Dimana anak tersebut sulit untuk menulis dan mengenal huruf, bahkan dalam hal mengingat huruf-huruf yang sangat dasar sekali.
Menurut saya anak yang mengalami disleksia dia bukanlah anak yang rendah IQ nya. Anak-anak seperti itu juga memiliki potensi yang lain jika ke 2 orang tua nya terus mengamati hal kompeten apa yang dimiliki anaknya. karena jika anak itu memang mengalami disleksia dan hal tersebut sampai tidak diketahui oleh orang tua nya sangatlah menyedihkan dimana anak-anak yang berusia 1- 12 Â tahun itu adalah masa dimana anak tersebut butuh sekali sentuhan hangat dari orang tuanya, dimana anak-anak pada usia tersebut butuh sekali perhatian dari ke 2 orang tua nya.
Tetapi sayangnya orang tua dijaman sekarang  sangatlah bergantung kepada seorang pendidik yang ada di sekolah formal yang menuntut seorang pendidik agar anaknya menjadi cerdas, dan sukses tanpa mereka sadari bahwa mereka juga memiliki tanggung jawab yang sama. Untuk anak-anak disleksia yang mungkin orang tua nya hanya tau bahwa anaknya adalah anak yang berIQ rendah, dan selalu membanding-bandingkan anak yang istimewa tersebut dengan saudara-saudaranya mungkin, itu sangatlah salah karena mereka juga memiliki kompetensi dibidangnya sendiri. Mungkin untuk anak istimewa tersebut hal yang mudah untuk dia lakukan adalah menggambar atau pun melukis, karena mereka memiliki kekurangan untuk fokus terhadap huruf-huruf.
Anak-anak istimewa tersebut menurut saya hanya butuh perhatian lagi yang intens dari ke dua orang tuannya. Dijaman sekarang ini ke 2 orang tua seharusnya tidak hanya menuntut prestasi saja dari anaknya. Namun mereka juga harus memperhatikan anaknya apakah anaknya kesulitan dalam belajar?, apakah anaknya, anak yang sukar untuk memahami pelajaran?, apakah anaknya ada masalah dalam hal mengenal huruf?, dan sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H