Mohon tunggu...
DESI PUSPITA ANGGERINA
DESI PUSPITA ANGGERINA Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

HOBI MEMASAK

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penerapan Restorative Justice Bagi Anak Yang Berhadapan dengan Hukum

8 Januari 2025   17:12 Diperbarui: 8 Januari 2025   17:10 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

  • LATAR BELAKANG 

Restorative Justice merupakan proses penyelesaian yang dilakukan di luar sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) dimana semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah, dan memikirkan bagaimana akibatnya dimasa yang akan datang. Konsep Restorative Justice dalam sistim peradilan pidana anak sudah sesuai dengan perspektif Kemanfaatan hukum karena mengedepankan prinsip- prinsip keadilan. Hak anak dijamin Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI) khususnya dalam Pasal 28B ayat (2) termasuk hak anak yang berkonflik dengan hukum (anak), memberi kewajiban kepada negara untuk mengimplementasikan demi kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan masa depan anak.(Triwati, Kridasaksana, and Pidana 2021) Setiap anak wajib mendapatkan pendidikan formal seperti sekolah dan juga wajib mendapatkan pendidikan moral sehingga mereka dapat tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi bangsa Indonesia. Proses perkembangan karakter anak tersebut secara umum terdiri dari tiga fase yaitu ; Fase Pertama disebut sebagai masa anak kecil, fase kedua disebut sebagai masa kanak-kanak dan fase ketiga disebut masa remaja/pubertas  (Juliana and Arifin 2019). Dalam proses perkembangan anak untuk menuju dewasa terbentuklah suatu karakter atau kepribadian yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Kenakalan dan perlakuan anak belakangan ini merupakan salah satu masalah baru yang menjadi sorotan dan sekaligus keprihatinan masyarakat. Salah satu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan jaman yang ditandai dengan adanya perkembangan teknologi dan budaya, membuat tidak hanya orang dewasa saja yang bisa melanggar nilai- nilai dan norma yang ada dimasyarakat terutama norma hukum, seseorang yang terkategori masih anak-anak juga bisa melakukan pelanggaran terhadap norma hukum baik secara sadar maupun tidak sadar, Perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak- anak disebut dengan juvenile delinquency, hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak dari pada kejahatan anak, karena terlalu keras bila seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat. Anak adalah bagian dari generasi muda,sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita cita perjuangan bangsa yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat yang khusus memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial, serasi, selaras, dan seimbang.

Sebagai generasi muda anak merupakan suatu kekuatan sosial yang nantinya akan berperan sangat besar dalam perkembangan bangsa dan negara. Atas dasar inilah pemerintah dan masyarakat menyadari perlunya perlindungan khusus terhadap anak, termasuk bila seandainya anak tersebut melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang undangan, dengan maksud agar anak tersebut tidak sampai mengalami tekanan jiwa dan jangan sampai proses perkara pidana. Seperti yang dinyatakan di dalam Undang-- Undang Dasar Negara Republik Indonesia, bahwa Indonesia tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, tetapi juga berdasarkan atas hukum, sehingga negara Indonesia memiliki karakter untuk cenderung menilai tindakan--tindakan yang dilakukan masyarakat sesuai dengan aturan--aturan hukum yang berlaku, termasuk tindak pidana Menurut "Convencion on the right of the chill" (konvensi tentang hak anak-anak) yang dimaksud dengan anak menurut Pasal 1 adalah sebagai berikut: Untuk digunakan dalam konvensi yang sekarang ini,anak berarti setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun kecuali berdasarkan undang undang yang berlaku untuk anak-anak,kedewasaannya telah dicapai lebih cepat. Jadi menurut konvensi ini adapun yang dimaksud dengan anak seorang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.

Menurut UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK, Bab I mengenai ketentuan umum yang terdapat dalam Pasal 1, Ayat : (3),(4),(5) disebut sebagai berikut:

  • Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
  • Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
  • Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri. Menurut ketentuan Undang Undang no 11 Tahun 2012 tentang pengadilan anak ini,yang dimaksud dengan anak adalah seorang yang berusia 12 (dua belas) tahun dan belum mencapai 18(delapan belas)tahun dan belum pernah kawin,Anak yang melakukan Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

Setiap perbuatan anak yang melakukan kejahatan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum perlu kiranya dipikirkan jalan pemecahannya, yaitu perlunya dibentuk suatu peradilan khusus bagi anak yang perbuatannya menjurus kejahatan, agar ada jaminan bahwa penyelesaian tersebut dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan dan kepentingan masyarakat. Meskipun mereka baru disangkakan melakukan tindak pidana, akan tetapi tetap diberikan perlindungan terhadap hak-hak mereka karena bagaimanapun perjalanan hidup mereka masih panjang. Sehingga karena suatu perbuatan pidana yang dilakukannya dengan alasan apapun yang melatar belakang, tetap akan memperoleh perlindungan hukum, karena dalam kenyataannya banyak anak yang melakukan tindak pidana diperlakukan tidak sesuai dengan hak-hak mereka. Oleh karena itu, perlulah bagi anak yang melakukan tindak pidana tersebut diberikan perlindungan hukum sebagaimana yang telah diamanatkan oleh peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Bentuk perhatian yang cukup besar dari pemerintah dalam permasalahan ini adalah ratifikasinya "convention on the right of the child" melalui Keppres No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the right of the child (konvensi tentang hak-hak anak) hal ini menunjukkan bahwa pemerintah menyadari perlunya perlakuan terhadap anak termasuk bila seandainya anak tersebut melakukan suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dan sudah sepantasnya terhadap seorang anak pelaku tindak pidana untuk di proses mulai dari penyelidikan, penyidikan,  penuntutan,  persidangan  dan  eksekusi  sampai  ketahap penyelesaian selanjutnya. Salah satu sarana yang ditempuh dalam proses mengadili suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anak salah satunya adalah dengan penyelesaian restorative justice. Restorative Justice merupakan suatu proses penyelesaian yang dilakukan di luar sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu tindak pidana yang terjadi untuk mencapaikesepakatan dan penyelesaian. Restorative Justicedianggap caraberfikir/paradigma baru dalam memandang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang.

Proses peradilan anak sejak ditangkap sampai saat diputus dan perlakukan selanjutnya dalam pembinaanya dilembaga pemasyarakatan anak, wajib dilakukan oleh pejabat-pejabat yang terdidik khusus atau setidaknya mengetahui tentang masalah anak. Dalam proses peradilan yang dilakukan oleh yang berwenang harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum dalam perlindungan anak dan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat anak tanpa mengabaikan terlaksananya keadilan, dan bukan membuat nilai kemanusiaan anak menjadi suatu problema hidup. Untuk itu diusahakan agar penegak hukum tidak hanya ahli dalam bidang hukum akan tetap jujur dan bijaksana serta mempunyai pandangan yang luas dan mendalam tentang kelemahan-kelemahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Bermula dari perlakuan dan melihat prinsip-prinsip Hukum di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat keberadaan hukum dengan penerapannya dalam menangani kasus- kasus kenakalan anak mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan. sanksi hukum terhadap anak nakal yang terjadi di kota-kota besar di wilayah Indonesia.

Perumusan Masalah

  • Bagaimana penerapan Restorative Justice terhadap anak yang menjalani proses hukum di Indonesia?
  • Bagaimana kendala dalam menerapkan restorative justice sebagai alternatif dalam proses pelaksanaan peradilan bagi anak yang berkomplik dengan hukum?

Metode Penelitian

  • Objek Penelitian

Penelitian tentang "Penerapan Restorative Justice Terhadap Anak yang Menjalani Proses Hukum dalam Lingkup Pengadilan", merupakan suatu penelitian hukum normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis norma hukum baik hukum dalam arti peraturan perundang- undangan maupun hukum dalam arti keputusan-keputusan yang diterbitkan oleh pengadilan obyek yang dianalisis adalah norma hukum baik dalam peraturan perundang undang yang secara konkrit dan keputusan pengadilan dalam kasus yan diputuskan lembaga-lembaga tersebut.

  • Data dan Sumber Data

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun