Mohon tunggu...
Des_yach SyAchroni
Des_yach SyAchroni Mohon Tunggu... karyawan swasta -

satu jiwa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terpaksa

14 Januari 2012   08:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:54 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Perasaan kamu aja kali.."jawab gua berbohong.

"Tapi bukan kali ini aja, Bang. Hampir setiap orang bersikap begitu sama gua, Bang.."

"Masa sih?"Gua belaga ga tau kenyataan yang sebenarnya.

"Iya, Bang..Beneran! Apa karena gua ini jelek dan hidung gua pesek ya, Bang? Jadi mereka serasa melihat hantu kuntilanak bangkit dari kubur.."Kali ini kata-kata itu keluar dengan sedikit nada kesedihan yang membuat gua semakin gak enak untuk berkata jujur.

"Kamu manis,"kata gua.

Muka Iin langsung merah gosong, persis pantat penggorengan yang kelamaan berada di atas kompor. "Ah, Abang... Ja-di maluu.."ucap Iin malu-malu. Gua bergidik ngeri. Bulu kuduk langsung berdiri. Hiiiii...

Kemudian, gua melihat seorang anak kecil sedang asik duduk sendirian. Ia melambaikan tangannya kepada kedua orangtuanya yang berada tidak jauh dari tempat ia duduk. Senang sekali bocah itu sepertinya. Tapii...

Rasa takut diri gua mulai tumbuh, sebab tahu hal buruk apa yang akan terjadi ketika Iin melihat seorang anak kecil. Oh, Tuhan..Please, jangan biarkan si Iin mendekati bocah itu. Pleaseee...! Mudah-mudahan apa yang gua takutkan tidak terjadi. Tapi sialnya, Iin malah langsung berlari mendekati anak kecil itu sambil tersenyum senang dan merasa gemas. Ah, kejadian deh!

"Hal-lo, Adek Keciilll... Namanya siapa?"tanya Iin sambil mencubit pipi bocah itu.

Bocah itu menatap Iin sesaat dengan pandangan ngeri. Tidak lama kemudian ia bangkit dari duduknya dan langsung berlari menghampiri orangtuanya sambil menutup hidungnya. Ah, kejadian deh!

Dan benar saja, ketika bocah itu sudah bersama orangtuanya. Tiba-tiba saja bocah itu muntah-muntah. Membuat panik kedua orangtuanya, yang sesekali menatap Iin dengan pandangan heran. Iin diam terpaku memandang bocah itu dengan pandangan sedih. Gua menghampiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun