Mohon tunggu...
Deryn Fransisca
Deryn Fransisca Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Menyukai kpop

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaum LGBTQ di Indonesia

3 Mei 2023   18:50 Diperbarui: 3 Mei 2023   18:55 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jadi pertama-tama, saya rasa semua orang harus tau kepanjangan dari LGBT. LGBT itu adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Pada dasarnya, lesbian dan juga gay adalah sebuah bentuk penyimpangan orientasi seksual karena mereka itu memiliki ketertarikan pada sesama jenis. Kalau lesbian itu perempuan menyukai perempuan, dan gay untuk laki-laki yang menyukai laki-laki juga. Sedangkan biseksualitas itu berbeda lagi. 

Biseksual itu pada dasarnya itu seperti kalian memiliki ketertarikan kepada dua jenis kelamin, yaitu wanita dengan pria disaat yang bersamaan. Lalu ada juga transgender dan panseksual. 

Kalau transgender itu mungkin adalah sebuah kata yang sudah sering kita dengar di masyarakat umum, dimana transgender itu merupakan ekspresi jenis kelamin yang berlawanan dengan yang dibawa sejak lahir. Jadi mereka disebut transgender tidak hanya jika mereka telah menjalani operasi penggantian kelamin atau terapi hormon.

Jadi, orang yang belum pernah melakukan perubahan jenis kelamin atau terapi hormon juga dapat didefinisikan sebagai transgender. Tapi pada zaman sekarang ini orang yang mengekspresikan dan mengidentifikasi dirinya sebagai jenis kelamin yang dibawa ketika lahir tanpa melakukan operasi atau terapi hormon, itu biasanya disebut gender-fluid. 

Ada juga yang disebut panseksual, yaitu sebutan jika kalian itu tertarik pada wanita dan pria, dan juga transgender atau orang-orang yang gender-fluid, jadi tidak memandang gender sama sekali. Singkatan LGBT ini biasanya digunakan untuk menyebut keempat jenis kelamin dan identitas seksual secara bersamaan. LGBT tidak lepas dari berbagai aspek seksual seperti orientasi dan identitas seksual. LGBT juga tampaknya tidak akan pernah lepas dari isu yang penuh dengan pro dan kontra. 

Faktanya, sekarang saja makna LGBT ini telah berubah menjadi sangat umum, sehingga jadinya itu tidak relevan lagi untuk digunakan dalam menyebut kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Istilah LGBT telah mengalami berbagai perluasan. Salah satunya adalah melalui singkatan baru yaitu LGBTQ+.Qnya berarti Queer. Selain orientasi-orientasi yang diatas, ada masih banyak lagi hal yang berkaitan dengan seksualitas dan identitas gender. Luas banget deh.

Di Indonesia sendiri kita sendiri juga mungkin udah ngerasain kalau mereka yang merupakan bagian dari kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) itu sering sekali menghadapi tantangan hukum dan prasangka yang tidak dialami oleh warga non-LGBT, yang heteroseksual, yang 'lurus'. Homoseksualitas dan crossdressing itu sebetulnya kurang disetujui oleh adat istiadat tradisional Indonesia yang kemudian berdampak pada kebijakan publik. 

Setahu saya bahwa sampai saat ini, Indonesia secara khusus itu tidak memiliki hukum sodomi dan saat ini tidak mengkriminalisasi perilaku homoseksual pribadi dan nonkomersial di kalangan orang dewasa. Jadi dapat dikatakan bahwa pernikahan sesama jenis itu merupakan suatu hal yang begitu amat sulit diterima di Indonesia, dan juga belum diakui. Hal tersebut ya jelas karena adanya norma-norma agama yang menentang keras hal tersebut. 

Kaya di Aceh sendiri, dari yang saya baca, homoseksualitas disana merupakan sesuatu yang ilegal di bawah hukum syariat Islam, dan mereka biasanya diancam dengan menerima hukuman cambuk atau penjara. Bukan hanya di Aceh saja, tetapi homoseksualitas juga merupakan sesuatu yang dianggap tindak pidana di lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Di beberapa negara bahkan sampai menerapkan hukuman mati pada mereka. Kelompok LGBTQ seringkali takut melaporkan kekerasan kepada polisi karena mereka khawatir akan diidentifikasi sebagai bagian dari LGBTQ.

Contoh nyatanya, saya sebagai penonton setia true crimes, saya pernah menonton sebuah video mengenai kasus penyerangan dan kekerasan yang dialami banyak orang secara pribadi ketika mereka berada di sebuah bar khusus orang gay. Bahkan sosok yang menjadi pelaku penyerangan dan kekerasan ini berakhir menjadi seorang serial killer. Ketika polisi meminta para pengunjung bar gay tersebut untuk melaporkan kepada mereka bila mereka mengalami hal yang tidak baik, tidak ada yang pernah melapor ke pihak polisi karena mereka tahu dengan benar bahwa laporan tersebut akan mempersulit keadaan, dan situasi akan menjadi ribet dan mereka takut indentitas mereka sebagai gay ketahuan oleh orang-orang disekitar mereka. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya laporan yang muncul ketika polisi memutuskan untuk menyediakan hotline call dimana mereka bisa melapor secara anonim. 

Di Indonesia sendiri sangat jelas terlihat bahwa hak asasi manusia bersama dengan hak-hak LGBTQ tergolong amat rapuh. Saya juga pernah baca kalau Indonesia sendiri merupakan negara ke-5 dengan kaum LGBTQ terbanyak di dunia.

Orang-orang yang merupakan bagian dari komunitas LGBTQ tentunya itu jarang atau bahkan tidak memberitahukan orientasi seksual mereka kepada anggota keluarga maupun teman-teman mereka karena mereka takut akan menerima penolakan dan reaksi sosial. Namun meskipun begitu, meskipun sebenarnya terbilang langka, ada juga beberapa keluarga yang memahami dan menerima anggota keluarga mereka yang ternyata adalah orang yang merupakan bagian dari komunitas LGBTQ dengan lapang dada. 

Dan juga sebenarnya kaum LGBTQ di Indonesia menurut saya tidak dapat hidup tenang karena hukum di Indonesia juga sejujurnya tidak secara spesifik melindungi komunitas LGBTQ terhadap diskriminasi dan kejahatan kebencian. Sehingga mereka terus-terusan mengalami diskriminasi dan ucapan kebencian.

Lesbian, gay, biseksual, dan transgender, secara hukum diberi label sebagai "cacat" atau "cacat mental" makanya mereka tidak dilindungi oleh hukum. Sementara setahu saya Indonesia itu telah memperbolehkan hubungan seksual pribadi dan konsensual antara orang-orang dari jenis kelamin yang sama dari tahun 1993 dengan batas usia dewasa 18 tahun. 

Seperti yang sudah dapat kita tebak, di Indonesia sudah jelas ada lebih banyak masyarakat yang berada di pihak kontra, mereka menilai bahwa LGBTQ merupakan salah satu bentuk penyimpangan, dan tidak masuk dalam konsepsi HAM. Dalam hal ini, negara dan masyarakat harus berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan upaya preventif terhadap gejala muncul dan berkembangnya LGBTQ yang akan membahayakan generasi masa depan Indonesia. Mungkin kita sendiri juga menyadari bahwa seiring berjalannya waktu, diskriminasi yang dialami oleh orang-orang dalam komunitas LGBT dari masyarakat menjadi begitu berat. Mulai dari dikeluarkan dari pekerjaan, dianggap sebagai orang gila, sebagai kriminal, dan isu-isu diskriminasi lainnya.

Meski begitu, ada juga cukup banyak masyarakat yang ada sisi pro sehingga menyebabkan perdebatan dan perbedaan pendapat dari masing-masing individu. Mereka yang pro terhadap LGBTQ menyatakan, bahwa negara dan masyarakat harus mengkampanyekan prinsip non-diskriminasi antara lelaki, perempuan, trangender, pecinta lawan jenis (heteroseksual) maupun pecinta sejenis (homoseksual). 

Para pendukung LGBT biasanya itu menggunakan pemenuhan hak asasi manusia sebagai dasar tuntutan mereka dengan menyatakan bahwa orientasi seksual adalah hak asasi manusia bagi mereka. Karena mereka juga manusia. Bahkan di negara lain pun, seperti Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jerman, Brazil, Belgia, Inggris, Taiwan, Meksiko, dan masih banyaknya lagi yang melegalkan pernikahan sesama jenis, saya pribadi ingin membahas negara Amerika Serikat yang sebenarnya terlihat sangat fokus terhadap isu hak asasi LGBT, karena menurut mereka dengan tidak adanya diskriminasi kriminalisasi terhadap orang-orang LGBT, maka kehidupan LGBT akan berjalan sama 'normalnya' dengan orang-orang heteroseksual. Bahkan, saya sempat lihat bahwa sebesar 72% dari masyarakat Amerika Serikat mendukung dan menerima kaum LGBTQ, berbanding terbalik dengan negara Indonesia, disini saya tidak meminta Indonesia untuk 'mengejar' negara-negara barat yang lebih menerima kaum LGBTQ atau 'belajar' dari mereka, karena kita juga memiliki alasan tersendiri, Indonesia dan negara-negara barat juga memiliki perbedaaan di aspek ideologi dan norma-norma.

Sedangkan di sisi lain, tindakan negara-negara yang melegalkan dan mengakui pernikahan sesama jenis itu tadi pun menimbulkan banyaknya perbedaan pendapat di kalangan masyarakat. Ada sebuah organisasi keagamaan mengklaim bahwa pernikahan sesama jenis akan menghancurkan makna kesucian dari sebuah pernikahan. 

Namun di sisi lain, ada juga orang yang memperjuangkan hak-hak pernikahan sesama jenis pun semakin mengalami peningkatan dukungan global dalam beberapa tahun terakhir. Menurut saya, seperti yang dikatakan oleh banyak pendukung-pendukung pernikahan sesama jenis, hubungan dan pernikahan bagi dua orang yang berjenis kelamin sama adalah hal wajar dan normal. Mereka adalah dua manusia yang jatuh cinta, apapun kelaminnya. 

Saya juga sependapat dengan banyak orang lainnya bahwa orang-orang yang merupakan bagian dari komunitas LGBTQ juga tidak memilih untuk dilahirkan menjadi seperti itu, seperti yang masyarakat umum sebut sebagai 'menyimpang' atau 'belok'.

Karena sebenarnya, dari yang saya telah baca dan ketahui sendiri, ada sebuah studi baru yang telah menemukan bahwa predisposisi genetik, untuk perilaku seksual sesama jenis itu ternyata berkorelasi dengan struktur otak, jadi hal tersebut menunjukkan bahwa gen mungkin berperan dalam menjelaskan beberapa variabilitas terkait seksualitas di dalam otak. Namun, asosiasi genetik ini lemah, dan faktor lingkungan tambahan, seperti efek hormon seks itu masih diyakini untuk berperan dalam perkembangan dari orientasi seksual. Dengan kata lain, pengaruh faktor biologis bukan merupakan faktor penyebab yang dominan, karena nampaknya, faktor psikososial atau masa perkembangan yang dialami oleh seorang anak sejak ia lahir itulah yang akan berpengaruh lebih besar terhadap keberadaan dari seorang homoseksual. Seseorang menjadi gay karena wawasan dan pikiran secara sadar, dengan kata lain menjadi gay karena dipelajari secara sadar.

Meski hingga saat ini tidak sepenuhnya diketahui mengapa seseorang itu bisa menjadi lesbian, gay, heteroseksual, atau biseksual, atau panseksual dan lain-lainnya, namun penelitian itu telah menunjukkan bahwa orientasi seksual kemungkinan disebabkan sebagian oleh faktor biologis yang dimulai sebelum lahir. Oleh karena itulah orang-orang dari komunitas LGBTQ juga pasti tidak ingin menerima diskriminasi yang selama ini mereka alami dari masyarakat sekitar. Mereka tidak punya pilihan, mereka sudah terlahir seperti itu. Bukan mereka yang memilih untuk terlahir seperti itu. 

Seseorang tidak memutuskan kepada siapa mereka tertarik, bisa saja mereka tertarik kepada kaum sesama jenis, mereka tidak memiliki kontrol atas hal tersebut, hal tersebut ya hanya terjadi. Dan hal-hal seperti terapi, perawatan, atau persuasi tidak akan bisa mengubah orientasi seksual seseorang. 

Anda juga tidak bisa "mengubah" seseorang menjadi gay. Misalnya, memperlihatkan anak laki-laki pada mainan yang biasanya dibuat untuk anak perempuan, seperti boneka, tidak akan membuatnya menjadi gay. Jadi, menurut saya masyarakat yang melakukan gerakan anti-LGBTQ harus berhenti mengatakan bahwa LGBTQ merupakan sebuah penyakit menular. Karena buktinya, World Health Organization (WHO) sejak tahun 1990 juga sudah menghapus homoseksual dari klasifikasi penyakit dan menyatakan bahwa yang namanya homoseksual itu tidak bisa dianggap sebagai kondisi patologis, kelainan, atau penyakit.

Kita sendiri juga mungkin sudah menyadari kita tertarik kepada siapa saja sejak kecil. Perasaan tertarik ini tidak selalu bermakna sebagai perasaan atau ketertarikan secara seksual, hanya saja kita dapat mengidentifikasi orang yang menurut kita menarik atau kita sukai. Banyak orang yang merupakan bagian dari LGBTQ mengatakan bahwa mereka itu sudah mengetahui dan menyadari bahwa mereka adalah seorang lesbian, gay, atau biseksual, atau lainnya bahkan sebelum mereka mengalami pubertas. Meskipun dalam kebanyakan kasus orientasi seksual biasanya ditetapkan sejak awal kehidupan, tidak jarang juga keinginan dan ketertarikan seseorang berubah sepanjang hidupnya. Hal ini disebut 'fluiditas', atau gender fluid yang telah saya bahas diatas tadi. Banyak orang, termasuk peneliti dan ilmuwan seks itu percaya bahwa orientasi seksual itu seperti skala. Dengan sepenuhnya gay di satu sisi, dan sepenuhnya 'lurus' di sisi lain. Banyak orang tidak berada di ujung yang jauh, tetapi di suatu tempat di tengah.

LGBT juga ternyata telah banyak dikaitkan dengan tingginya angka penularan HIV. LGBT dianggap sebagai sumber peningkatan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) dan HIV. Padahal sebenarnya penularan HIV dan IMS itu disebabkan oleh perilaku beresiko yang bisa terjadi baik pada orang heteroseksual maupun homoseksual, bukan pada orientasi seksualnya itu sendiri. PBB saja telah bekerja dengan negara-negara anggota untuk menolak diskriminasi dan kriminalisasi berdasarkan homophobia dan transphobia bagi LGBT. Hal ini sebagai bentuk pengakuan hak asasi manusia bagi orang-orang LGBT dan hasilnya lebih dari 30 negara telah melegalkan homoseksualitas dalam 20 tahun terakhir. Tuntutan LGBT terhadap pemenuhan hak asasi manusia, tentu saja harus disesuaikan dengan nilai-nilai dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Sama seperti semua orang, mereka juga punya hak asasi manusia yang setara dan non diskriminatif yang harus dihormati dan dilindungi. Setiap orang harus bisa merasa bangga dengan identitas mereka dan siapa yang mereka cintai. Kita semua berhak mengekspresikan diri secara bebas. Dengan merangkul orang-orang LGBT dan memahami identitas mereka, kita bisa belajar menghapus banyak batasan yang dipaksakan stereotip gender. Stereotip ini merusak seluruh masyarakat, mendefinisikan dan membatasi bagaimana orang diharapkan menjalani hidup mereka. Kaum LGBTQ juga manusia yang harus kita perlakukan sebagaimana kita ingin diperlakukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun