Mohon tunggu...
Deryn Fransisca
Deryn Fransisca Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Menyukai kpop

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaum LGBTQ di Indonesia

3 Mei 2023   18:50 Diperbarui: 3 Mei 2023   18:55 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Orang-orang yang merupakan bagian dari komunitas LGBTQ tentunya itu jarang atau bahkan tidak memberitahukan orientasi seksual mereka kepada anggota keluarga maupun teman-teman mereka karena mereka takut akan menerima penolakan dan reaksi sosial. Namun meskipun begitu, meskipun sebenarnya terbilang langka, ada juga beberapa keluarga yang memahami dan menerima anggota keluarga mereka yang ternyata adalah orang yang merupakan bagian dari komunitas LGBTQ dengan lapang dada. 

Dan juga sebenarnya kaum LGBTQ di Indonesia menurut saya tidak dapat hidup tenang karena hukum di Indonesia juga sejujurnya tidak secara spesifik melindungi komunitas LGBTQ terhadap diskriminasi dan kejahatan kebencian. Sehingga mereka terus-terusan mengalami diskriminasi dan ucapan kebencian.

Lesbian, gay, biseksual, dan transgender, secara hukum diberi label sebagai "cacat" atau "cacat mental" makanya mereka tidak dilindungi oleh hukum. Sementara setahu saya Indonesia itu telah memperbolehkan hubungan seksual pribadi dan konsensual antara orang-orang dari jenis kelamin yang sama dari tahun 1993 dengan batas usia dewasa 18 tahun. 

Seperti yang sudah dapat kita tebak, di Indonesia sudah jelas ada lebih banyak masyarakat yang berada di pihak kontra, mereka menilai bahwa LGBTQ merupakan salah satu bentuk penyimpangan, dan tidak masuk dalam konsepsi HAM. Dalam hal ini, negara dan masyarakat harus berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan upaya preventif terhadap gejala muncul dan berkembangnya LGBTQ yang akan membahayakan generasi masa depan Indonesia. Mungkin kita sendiri juga menyadari bahwa seiring berjalannya waktu, diskriminasi yang dialami oleh orang-orang dalam komunitas LGBT dari masyarakat menjadi begitu berat. Mulai dari dikeluarkan dari pekerjaan, dianggap sebagai orang gila, sebagai kriminal, dan isu-isu diskriminasi lainnya.

Meski begitu, ada juga cukup banyak masyarakat yang ada sisi pro sehingga menyebabkan perdebatan dan perbedaan pendapat dari masing-masing individu. Mereka yang pro terhadap LGBTQ menyatakan, bahwa negara dan masyarakat harus mengkampanyekan prinsip non-diskriminasi antara lelaki, perempuan, trangender, pecinta lawan jenis (heteroseksual) maupun pecinta sejenis (homoseksual). 

Para pendukung LGBT biasanya itu menggunakan pemenuhan hak asasi manusia sebagai dasar tuntutan mereka dengan menyatakan bahwa orientasi seksual adalah hak asasi manusia bagi mereka. Karena mereka juga manusia. Bahkan di negara lain pun, seperti Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jerman, Brazil, Belgia, Inggris, Taiwan, Meksiko, dan masih banyaknya lagi yang melegalkan pernikahan sesama jenis, saya pribadi ingin membahas negara Amerika Serikat yang sebenarnya terlihat sangat fokus terhadap isu hak asasi LGBT, karena menurut mereka dengan tidak adanya diskriminasi kriminalisasi terhadap orang-orang LGBT, maka kehidupan LGBT akan berjalan sama 'normalnya' dengan orang-orang heteroseksual. Bahkan, saya sempat lihat bahwa sebesar 72% dari masyarakat Amerika Serikat mendukung dan menerima kaum LGBTQ, berbanding terbalik dengan negara Indonesia, disini saya tidak meminta Indonesia untuk 'mengejar' negara-negara barat yang lebih menerima kaum LGBTQ atau 'belajar' dari mereka, karena kita juga memiliki alasan tersendiri, Indonesia dan negara-negara barat juga memiliki perbedaaan di aspek ideologi dan norma-norma.

Sedangkan di sisi lain, tindakan negara-negara yang melegalkan dan mengakui pernikahan sesama jenis itu tadi pun menimbulkan banyaknya perbedaan pendapat di kalangan masyarakat. Ada sebuah organisasi keagamaan mengklaim bahwa pernikahan sesama jenis akan menghancurkan makna kesucian dari sebuah pernikahan. 

Namun di sisi lain, ada juga orang yang memperjuangkan hak-hak pernikahan sesama jenis pun semakin mengalami peningkatan dukungan global dalam beberapa tahun terakhir. Menurut saya, seperti yang dikatakan oleh banyak pendukung-pendukung pernikahan sesama jenis, hubungan dan pernikahan bagi dua orang yang berjenis kelamin sama adalah hal wajar dan normal. Mereka adalah dua manusia yang jatuh cinta, apapun kelaminnya. 

Saya juga sependapat dengan banyak orang lainnya bahwa orang-orang yang merupakan bagian dari komunitas LGBTQ juga tidak memilih untuk dilahirkan menjadi seperti itu, seperti yang masyarakat umum sebut sebagai 'menyimpang' atau 'belok'.

Karena sebenarnya, dari yang saya telah baca dan ketahui sendiri, ada sebuah studi baru yang telah menemukan bahwa predisposisi genetik, untuk perilaku seksual sesama jenis itu ternyata berkorelasi dengan struktur otak, jadi hal tersebut menunjukkan bahwa gen mungkin berperan dalam menjelaskan beberapa variabilitas terkait seksualitas di dalam otak. Namun, asosiasi genetik ini lemah, dan faktor lingkungan tambahan, seperti efek hormon seks itu masih diyakini untuk berperan dalam perkembangan dari orientasi seksual. Dengan kata lain, pengaruh faktor biologis bukan merupakan faktor penyebab yang dominan, karena nampaknya, faktor psikososial atau masa perkembangan yang dialami oleh seorang anak sejak ia lahir itulah yang akan berpengaruh lebih besar terhadap keberadaan dari seorang homoseksual. Seseorang menjadi gay karena wawasan dan pikiran secara sadar, dengan kata lain menjadi gay karena dipelajari secara sadar.

Meski hingga saat ini tidak sepenuhnya diketahui mengapa seseorang itu bisa menjadi lesbian, gay, heteroseksual, atau biseksual, atau panseksual dan lain-lainnya, namun penelitian itu telah menunjukkan bahwa orientasi seksual kemungkinan disebabkan sebagian oleh faktor biologis yang dimulai sebelum lahir. Oleh karena itulah orang-orang dari komunitas LGBTQ juga pasti tidak ingin menerima diskriminasi yang selama ini mereka alami dari masyarakat sekitar. Mereka tidak punya pilihan, mereka sudah terlahir seperti itu. Bukan mereka yang memilih untuk terlahir seperti itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun