Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

BKT: Di Atas Jembatan

3 Juni 2021   10:30 Diperbarui: 3 Juni 2021   10:44 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Suara yang didengarnya itu pasti suara pistol yang dikokang. Pelan pelan ia mengangkat kedua tangannya ke atas kepala dengan lutut gemetar. Belum sempat ia menoleh atau bicara, terdengar ocehan.

" Ngapain angkat tangan, DC ? Apa kamu mengira aku pembunuh kiriman Tiara Kencana?" suara empuk itu bergema di telinga DC.

DC menoleh sambil menurunkan tangannya. Ia lega, tapi jengah ketahuan parno terhadap pembunuh bayaran.  " Tanganku keram. Jadi, pengen dirilekkan sejenak," katanya culas sambil meremas jari-jarinya agar berbunyi kletak-kletuk.

" Hahahaha..." Zee ketawa. Ternyata tadi itu bukan suara pistol dikokang, melainkan Zee sedang melepas kaitan helemnya. Motornya parkir di pinggir jalan. Sebuah moge 250 CC hitam legam.

" Tumben datang mengunjungiku tanpa diminta," skak DC. Ia berbalik badan agar berhadapan dengan Zee.Wajah Zee tersenyum seakan sedang meledeknya.

" Pengen lihat rumahmu seperti apa," Zee meletakkan helem di kursi depan rumah, sikapnya santai, rambutnya dikibaskan seakan ingin rambutnya mekar.

DC membuka pintu, mengajak Zee masuk. Zee sama sekali tidak seperti orang yang baru pertama  masuk ke rumah DC. Ia langsung duduk di sofa seakan tahu sofanya terletak di sebelah kiri ruang tamu. DC menghidupkan lampu.

" Rumahku mirip kandang ayam. Istriku sedang di Taiwan, Aku malas rapi-rapi. Mau minum apa ?" tanya DC sekedar basa basi.

" Teh botol aja, yang dingin." Kata Zee.

DC ke dapur mengambil 2 botol Pucuk dingin, lalu kembali ke ruang tamu. Ia memberi Zee satu, satu lagi dibuka dan diteguknya, lalu ikut duduk.

" Aku merasa terhormat Kapten Zee bersedia datang ke rumahku.  Apa Zeuss memintamu menyampaikan sesuatu ?" tanya DC.

Zee menyesap minumannya. " Beliau heran, 3 malam berturut-turut kamu terpantau bersama seorang wanita di atas jembatan BKT.  Beliau mengira kamu sedang dicekoki pil pengikat hati hingga lengket berdiri 4 jam setiap malam bersama seorang wanita di atas jembatan dan ditontoni orang yang lalu lalang tanpa risih." ucap Zee sambil tersenyum lebar.

DC ikut tertawa." Dasar Zeuss. Apa dia menguatirkanku ?"

" Benar, " jawab Zee singkat. " Apa kamu sedang bermasalah dengan wanita itu ?"

DC menggeleng cepat. " Dia seorang klien. Dia pernah melompat tapi membantah ingin bunuh diri. Aku sedang mengorek rahasia hidupnya. " DC kembali menyesap minumannya.

" Di atas jembatan ?"

" Dia hanya mau bicara di atas jembatan, tak sudi kuajak ke tempat nyaman, termasuk melarangku datang ke rumahnya."

" Wow, aneh sekali." Gumam Zee.

" Bukan sesuatu yang lazim. Kurasa dia kehilangan seseorang di atas jembatan, atau berpisah dengan suaminya gara-gara jembatan itu. Suaminya subkontraktor yang menggali BKT. " cerita DC sambil menatap Zee. Ia berusaha menaksir usia Zee. Taksirannya 32 tahun. Kenapa belum menikah, Zee?

" Ohya ?"

" Apa Zeuss ikut andil dalam membangun jembatan-jembatan itu, atau menggali kanalnya ?" tanya DC.

" Aku gak tahu. Setahuku dia tak pernah maju atas namanya. Selalu menggunakan nama orang."

DC mengangguk.

" Okelah, kalau tak ada  yang menguatirkan, aku permisi. Ada tugas yang harus kukerjakan." Kata Zee sambil berdiri. Botol Pucuk dibawanya.

" Sampaikan salamku pada Zeuss, makasih atas perhatiannya. Kalau butuh bantuan, aku pasti memencet tombol bantuan di arlojinya." Kata DC.

Zee mengangguk sambil berjalan keluar. DC mengantar hingga ke pintu. Zee menyambar helemnya, sekali lagi terdengar suara cklak, lalu Zee berada di atas motor dan menghilang dari pandangan.

DC tersenyum lega. Hatinya bertanya-tanya, kenapa Zee datang padahal ia tidak memencet tombol  arloji? Apa masa lalu Belani tersangkut sesuatu dengan Zeuss ?  Apa Zee sering melihat Belani yang sedang berdiri di atas jembatan sambil menatap ke arus kanal? Pertanyaan itu membuatnya bertambah penasaran.

Inovanya agak berdebu gara-gara 3 hari berturut turut  parkir di pinggir jalan, DC meminta salah satu relawan  membawanya ke carwash. Ia berjalan masuk dan lupa sedang ditunggui Dewi Not di pintu masuk.

Dewi Not menunggu di depan pintu sambil menyandang rantang, tersenyum menyambut ke datangan DC.

" Ahh, bubur kesukaanku. " DC menyambar rantang yang diulurkan Dewi Not. Entah kenapa ia sangat bernafsu memakan bubur kacang hijau.

" Mana hape ?" tanya Dewi Not.

DC tanpa ragu menyerahkan hape,  mengatakan ada foto Belani di album klien baru. Lalu ia membawa rantang ke pantri. Ia makan dengan lahap. Satu mangkok disisakan buat siang nanti.

Ia trading sendirian. Dewi Not menghilang ke lantai 3, sedangkan DS dan DA menghilang entah ke mana. DC berjalan ke ruang kerja Desen.

" Maaf Desen, aku butuh sedikit informasi. Apa Zeuss ikut dalam proyek membangun BKT ?" tanya DC setelah duduk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun