DC tercenung mendengar pertanyaan Belani. " Tuhan memberi cobaan pada manusia agar manusia berusaha tegar, Tuhan memberi cobaan agar setelah melalui banyak cobaan kita semakin kuat, di setiap cobaan selalu ada harapan, dan di ujung harapan ada kebahagiaan." DC melontarkan kata-kata bijak.
" Apakah jika kamu kehilangan seseorang untuk selamanya, disitu masih ada harapan, atau masih ada kebahagiaan?" tanya Belani.
" Mungkin Tuhan setelah mengambil seseorang ingin memberimu seseorang yang lebih baik, yang lebih kamu cintai, dan lebih membahagiakanmu."
" Kalau aku sudah merasa bahagia, untuk apa seseorang diambil dariku ?"
" Mungkin Tuhan ingin memberimu yang lebih membahagiakan lagi," DC menebak seseorang itu adalah suami atau kekasih Belani. Seseorang itu tenggelam atau hanyut setelah terjatuh dari jembatan ini. Itu yang membuat Belani merasa hidup dalam kebuntuan.
" Jika sudah 4 tahun orang yang kucintai direnggut dariku, satu demi satu, apa mungkin masih ada pengganti untukku ?" pertanyaan Belani terdengar putus asa.
" Aku belum tahu inti persoalanmu. Boleh kamu ceritakan dari awal ?" pinta DC.
" Butuh berhari-hari untuk menceritakan kepedihan yang kualami. Kamu gak punya segitu banyak waktu untuk mendengar tuturanku," Â kata Belani dengan wajah yang semakin menyendu.
" Aku bersedia meluangkan waktu demi mendengar kisahmu. Kapan kamu akan memulai ?" tanya DC.
" Setiap sore aku pulang kerja jam 4, tiba di sini jam 4.30. Aku berdiri di sini hingga jam 6. Ke sana untuk makan malam, lalu kembali ke sini hingga mengantuk baru pulang."
DC mengaduh dalam hati. Tempat makan yang ditunjuk Belani adalah sebuah warteg di pinggir jalan Inspeksi, terletak sebelah kanan BKT, tak jauh dari tempat ia memarkir mobil. Tempat itulah yang dulu ditunjuk sebagai arah rumahnya Belani.
" Setiap hari ?" tanya DC.
Belani mengangguk.
" Selama 4 tahun ?"
Belani mengangguk lagi. " Aku berharap dia kembali. Tapi harapanku tak pernah dikabulkan. Tuhan telah mengambilnya. Ada yang menasehatiku agar ihklas menerima kepergiannya. Adakalanya bisa kuterima. Terkadang tidak. Banyak yang mengatakan aku gila. Hidup dalam bayangan keputusasaan. Aku tak peduli. Aku tetap ke sini, menunggunya kembali. Berharap dia kembali... namun dia tak pernah kembali..." Pandangan Belani terlihat kosong kala menatap buih  air kanal.
" Bagaimana kalau kita mulai dari awal ? Aku akan mendengarkan ceritamu dari awal hingga akhir. Kalau bisa, aku akan membantumu keluar dari kesedihanmu," pinta DC.
Belani menatap ke hilir, tatapannya seakan ingin tembus hingga ke Marunda.
" Aku bertemu calon suamiku 7 tahun yang lalu. Waktu itu BKT sedang digali  sampai di sini. Bigmarket belum dibangun. Waktu itu aku belum lama tamat SMA. Aku berjualan kueh keliling dengan sebuah motor butut. Hasilnya lumayan, terutama banyaknya pekerja yang membangun kanal ini, yang lapar, lalu membeli daganganku. Gara-gara itulah aku bertemu calon suamiku."
Diam-diam DC mengeluarkan hape dan menghidupkan fungsi rekam suara. Â " Siapa nama calon suamimu?" tanya DC untuk menyamarkan kegiatannya.
" Adnan Haris, dia subkontraktor yang bertugas membuang tanah galian, dia ke sini untuk mengawasi para pekerjanya bekerja." Jawab Belani.
" Berarti, kalian pacaran di sini ?" DC menyimpan hapenya kembali.
" Awalnya aku berjualan, dia bekerja. Tidak bisa disebut pacaran. Aku menjual kueh ke anak buahnya. Dia sebal karena kalau aku berjualan, banyak pekerja yang berhenti bekerja untuk makan sambil menggodaku." Ada sedikit senyum di bibir Belani. Senja mulai turun menampilkan bayangan keemasan di atas permukaan kanal.
" Dia menegurmu? Atau memintamu jangan berjualan di daerah kekuasaannya ? "
" Mirip begitu. Dia bilang : dilarang berkeliaran di proyek yang sedang dikerjakan. Banyak alat berat, berbahaya. Kutunjuk ke arah anak-anak yang bermain di tanah galian. Ada yang memancing, mencari ikan sapu-sapu di tanah galian. Kenapa mereka tidak ditegur, tanyaku. Dia cemberut dan benar-benar pergi menegur anak-anak itu." Kenang Belani.
" Artinya dia pemuda yang bertanggung jawab." DC mengeluarkan air botol dari sakunya, minum seteguk, bertanya apakah Belani haus, kalau haus ia akan membelikan. Belani menggeleng.
" Dulu aku menilainya begitu. Sekarang tidak lagi." Kata Belani lugas.
DC mulai merasa ia salah menebak. Tak mungkin Adnan yang sudah mati dinilai tidak bertanggung jawab. Berarti korbannya bukan Adnan. Siapa yang menjadi korban di sini ? Seseorang yang dicintai Belani itu apakah pria lain ?
" Setelah kejadian itu, aku takut jika aku dianggap mengganggu pekerjaannya, aku akan diusir seperti anak-anak itu. Aku hanya berjualan di pinggir  jalan atau gang. "
DC tahu lebar kanal yang digali di bagian hulu 100 meter dan di bagian hilir ada yang mencapai 200 meter. Kiri kanan kanal dibuat jalan inspeksi dan ada gang-gang yang menuju perkampungan baik di kiri maupun di kanan.
" Penjualanmu pasti menurun drastis,"
" Dugaanmu salah. Dia datang membeli gorenganku untuk diberikan pada anak buahnya."
" Wah, ternyata dia komandan yang baik. Royal pada anak buahnya." Puji DC.
" Kalau dia tidak baik, aku tak mungkin tertarik padanya."
" Tentu setiap hari dia mendatangimu, membeli gorengan, ngobrol sebentar, lalu kembali mengawasi pekerja." Â
" Ya, itu secebis kisah keromantisan kami. Dia bertanya di mana rumahku, kenapa berjualan, kenapa tidak sekolah. Kujawab aku sudah tamat SMA, tidak punya biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. "
" Apa katanya?"
" Dia bercerita, PT Hasana Damai Putra, pengembang Kota Harapan Indah sedang berencana membangun pusat perbelanjaan dengan konsep one stop shoping. Beberapa tenan telah menyatakan bersedia membuka cabang di Kota HI. Beberapa diantaranya Carefour, Giant, Big Market, dan Ramayana. Dia mengatakan, jika aku berminat bekerja sebagai karyawan di salah satu supermarket tersebut, dia akan membantu menyampaikan surat lamaranku pada manajemen supermarket-supermarket tersebut."
DC tersenyum dalam hati. Adnan pasti jatuh hati pada gadis penjual gorengan, kagum pada kerajinan Belani, namun malu sebagai kontraktor menikah dengan penjual gorengan, sengaja mencarikan pekerjaan yang lebih bergengsi buat calon pacarnya.
" Sudah hampir malam. Aku ingin mentraktirmu makan. Bersedia kutraktir, Dewa Cinta ?" tanya Belani tiba-tiba.
" Tentu. Aku juga sudah lapar. "
" Di sana. Bersedia ?" Belani menunjuk ke sebuah warteg yang di depanya tertulis Warteg Bahari.
" Gak masalah. Aku sering kok makan di warteg, " DC tak pernah memilih tempat makan kalau sudah kelaparan. Keduanya bergerak ke pinggir jembatan, menyeberang, dan masuk ke  warteg.
" Nasi pakai tumis kangkung plus ikan lele, Mas." Belani memesan pada pemilik warteg. " Silahkan memesan, Dewa Cinta." Ucap Belani.
" Nasi pakai gulai kacang panjang, tempe goreng, dan sepotong ayam goreng." DC memutuskan setelah mengamati deretan masakan di dalam etalase. Setelah memesan, ia menatap Belani.
" Baik juga ia bersedia membantumu mencarikan pekerjaan,"
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H