Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

BKT Episode 07

17 Maret 2021   13:30 Diperbarui: 17 Maret 2021   13:33 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Wanita itu menoleh menatapnya.

" Mengapa Om selalu mengekoriku ?" wanita itu bertanya.

" Mbak salah duga. Aku bukan mengekori mbak. Aku ingin melihat derasnya air. Lagi libur ya, mbak?" tanya DC.

" Sip pagi. Baru pulang." Jawabnya acuh tak acuh.

" Sudah lama kerja di Bigmarket ?" DC minum sambil berpegangan di pembatas jembatan.

" Sejak dibuka  sampai sekarang."

" Enak donk jadi kasir, banyak ketemu orang." Oceh DC tanpa tujuan.

" Om bukan lagi nyindir aku, kan ?" tanya Belani.

" Nyindir? Apa maksud mbak ?"

" Banyak atau sedikit pembeli tidak memengaruhi gaji kami. Tetap kecil. Banyak pembeli kalo salah hitung kami harus mengganti. " suara Belani terdengar bagai keluhan bagi telinga DC.

 " Bukan begitu maksudku. Berhadapan dengan banyak orang, kenal banyak orang, itu akan membuka wawasan kita. Memberi kita banyak peluang." DC menjelaskan.

" Pembeli tak parnah peduli urusan kami. Maunya hanya pengen cepat, cepat, dan cepat. "

DC terdiam. Ia tak menyangka pekerjaan kasir itu tidak enak bagi pegawai supermarket. Ia mulai mengerti kesinisan wanita di sampingnya.

" Sering disuruh mengganti?" tanya DC.

" Lima tahun 5 kali, " jawab Belani cuek.

" Apa itu berhubungan dengan yang kemarin, terlalu memikirkan pekerjaan hingga terpeleset ?"

" Om siapa sih, kok ikut campur?" wajah Belani tak senang.

" Pernah dengar nama Dewa Cinta ?"

" Pernah. Kabarnya dia tinggal di HI."

" Kalau dia berada di hadapanmu, apa yang ingin kamu katakan padanya? "

" Curhat masalah hidup "

" Bukan masalah cinta ?"

" Masalah hidup lebih kompleks. Di dalamnya ada masalah cinta.  "

" Ya sih, masalah hidup biasanya berkaitan dengan kebutuhan hidup dan kebutuhan akan rasa dicintai. Ujung ujungnya masalah ekonomi."

" Om bukan dia, kan ?"

" Kalau betul, gimana ?"

Mata Belani melotot, memandang DC dari kaki hingga ke ujung rambut. Ekspresinya tak percaya.

" Apa gambaranmu tentang seorang Dewa Cinta?" tanya DC.

" Baik hati, dermawan, suka menolong orang. Orangnya seganteng dewa."

DC tertawa dalam hati. Ternyata orang membayangkan DC itu seganteng dewa. Belani pasti belum tahu ada dewa yang ditakuti dan berwajah seram. Namanya Dewa Akherat alias Giam Lo Ong.

" Aku tidak memenuhi kreteria orang ganteng, apalagi seganteng dewa. Hanya, aku suka menolong orang. Maaf, mengganggu acaramu. Aku pergi ya." DC tak tahu entah kenapa ia ngomong demikian. Apa ia tersinggung karena orang-orang mengharapkan DC itu seganteng dewa ?

" Eh, maaf. Tunggu sebentar. Kurasa Om ganteng kok. Tidak seganteng dewa, tapi lebih ganteng dibanding Shahruk Khan."

DC tak jadi pergi. Langkahnya berhenti.  Ia tersenyum lebar. " Menurutku Shahruk Khan tidak ganteng. Dia hitam legam, mirip orang India. Mbak pecinta Bollywood ya ?" DC memasukan tangan ke dalam saku celana. Itu salah satu gaya Shahrukh Kahn kalau sedang menggoda cewe.

" Tidak punya waktu untuk menonton. Kerja, mengurus ortu, digosipin, diusilin, diomeli atasan, dibelit masalah hidup, sudah cukup merepotkan. Hanya, jika menonton goyang orang India sejenak hati terhibur. Just it."

DC ketawa. Orang mengangggap film India itu pelipur lara. Padahal menurutnya film India itu penuh persoalan hidup. Terlalu banyak mengupas ketimpangan kaya dan miskin. Tapi ia tak ingin membantah.

" Kali ini tidak terpeleset, kan?" DC merasa sudah saatnya ia pulang. Hari mulai gelap.

Belani menggeleng. " Tidak hujan tidak licin. "

DC mengambil  kartu nama dari dompetnya. Diberikan pada Belani." Kalau mau curhat masalah hidup, ini nomor hape DC. Curhatmu pasti membuatmu tidak terpeleset di lain kesempatan."

Belani menerima kartu itu, mengamatinya. Kartu itu dua lembar, selember kartu nama, selembar lagi kartu kuota internet 10 GB. Belani tersenyum. Saat ia menoleh, DC sudah tiba di mobil. DC melambai padanya. Belani balas melambai, dan tersenyum. Kartu kuota itu yang membuatnya tersenyum, bukan kartu nama Dewa Cinta.

Pagi yang cerah selalu dimulai dengan siulan burung. Entah kenapa burung hanya bersiul di pagi tanpa hujan. Mungkin karena jika hujan burung-burung bersembunyi di tempat yang nyaman dan hangat. DC tersenyum dengan jalan pikirannya. Ia bangun, menyibak bed cover, mengirim sms buat Cherina yang bunyinya:

Pagi, Yang... Baru bangun, have a nice ya, Yang.

Tanpa menunggu balasan ia mandi dan gosok gigi. Saat  kembali ke kamar, balasan dari Cherina tiba.

Pagi suami tercinta. Jangan lupa sarapan. Semoga harimu secerah langit di bulan Juli.

DC ketawa. Di Jakarta Juli merupakan awal  kemarau, sudah jarang ada awan bergerombolan di langit. Ia berangkat ke kantor, singgah ke toko roti membeli sarapan dan secangkir kopi di Starb*ck HI.

Saat tiba di kantor, Dewi Not sudah nongkrong di kursi panas, sedang bersiap memasang saham buat dijual. DC ikut memasang beberapa saham buat dijual yang dianggap sudah menguntungkan, dan memesan beli beberapa saham yang dianggap undervalue akibat dibuang investor panik.

" Pulang jam berapa kemarin, Dewi ?" tanya DC setelah melaksanakan tugasnya.

" Dua belas," jawab Dewi Not, menutup layar trading, mengganti dengan mesin pencari google untuk mengecek harga diskon barang.

" Dapat sesuatu ?" tanya DC.

" Masih terlalu dini. Febriyanti bertanya tentang kamu. Tampaknya ia bertanya kesana sini, dan mulai mengagumi ketenaranmu."

" Listi pasti sudah bercerita banyak pada ibunya, tentangku yang serba negatif, gara-gara aku mengatakan Listi sudah punya pacar dan ibunya mendesak ingin bertemu pacarnya."

" Terkadang aku menilai cara yang kamu gunakan terlalu licik, agak menyimpang dari kenormalan, tapi entah kenapa selalu berhasil. Apa kali ini kamu punya keyakinan menjodohkan Listi dengan DT ?" tanya Dewi Not.

" Selain DT, di luar banyak relawan muda yang bisa membahagiakan Listi. Tidak harus DT." DC menjawab santai.

" Mulai psimis ?" Dewi Not mengerutkan kening.

" Bukan begitu. Listi mungkin tertarik mencoba, aku kuatir DT yang tidak  memberinya kesempatan."

Dewi Not tersenyum kelu, bersenandung dengan lagu Cinta Pertama. DC membiarkan. Ia memeriksa hape. Terdapat sebuah chat dari nomer baru di WA

Namaku Belani Santiana. Kasir Bigmarket. Sore nanti bisa kita ketemuan di atas jembatan ? Aku pulang kerja jam 4.30

DC membalas singkat : Oke. 4.30 aku akan menunggumu di atas jembatan.

Dewi Not mendorong kursinya mendekat, dan ikut membaca. " Klien baru ?" tanya Dewi Not.

" Masih terlalu dini kalau mau disebut klien. Dia ini tipe wanita yang sulit membuka diri, sama kayak Febriyanti. " jawab DC.

" Baru chat pertama kamu sudah menilainya begitu ? Apa DC sekarang punya indera keenam ?" skak Dewi Not.

DC menyimpan hapenya ke saku." Kutanya, kalau suatu saat Dewi berdiri di atas jembatan, menatap kosong ke bawah jembatan, ke air yang mengalir deras, lalu melompat. Apa Dewi akan mengatakan Dewi terpeleset ?"

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun