" Tidak punya waktu untuk menonton. Kerja, mengurus ortu, digosipin, diusilin, diomeli atasan, dibelit masalah hidup, sudah cukup merepotkan. Hanya, jika menonton goyang orang India sejenak hati terhibur. Just it."
DC ketawa. Orang mengangggap film India itu pelipur lara. Padahal menurutnya film India itu penuh persoalan hidup. Terlalu banyak mengupas ketimpangan kaya dan miskin. Tapi ia tak ingin membantah.
" Kali ini tidak terpeleset, kan?" DC merasa sudah saatnya ia pulang. Hari mulai gelap.
Belani menggeleng. " Tidak hujan tidak licin. "
DC mengambil  kartu nama dari dompetnya. Diberikan pada Belani." Kalau mau curhat masalah hidup, ini nomor hape DC. Curhatmu pasti membuatmu tidak terpeleset di lain kesempatan."
Belani menerima kartu itu, mengamatinya. Kartu itu dua lembar, selember kartu nama, selembar lagi kartu kuota internet 10 GB. Belani tersenyum. Saat ia menoleh, DC sudah tiba di mobil. DC melambai padanya. Belani balas melambai, dan tersenyum. Kartu kuota itu yang membuatnya tersenyum, bukan kartu nama Dewa Cinta.
Pagi yang cerah selalu dimulai dengan siulan burung. Entah kenapa burung hanya bersiul di pagi tanpa hujan. Mungkin karena jika hujan burung-burung bersembunyi di tempat yang nyaman dan hangat. DC tersenyum dengan jalan pikirannya. Ia bangun, menyibak bed cover, mengirim sms buat Cherina yang bunyinya:
Pagi, Yang... Baru bangun, have a nice ya, Yang.
Tanpa menunggu balasan ia mandi dan gosok gigi. Saat  kembali ke kamar, balasan dari Cherina tiba.
Pagi suami tercinta. Jangan lupa sarapan. Semoga harimu secerah langit di bulan Juli.
DC ketawa. Di Jakarta Juli merupakan awal  kemarau, sudah jarang ada awan bergerombolan di langit. Ia berangkat ke kantor, singgah ke toko roti membeli sarapan dan secangkir kopi di Starb*ck HI.