" Jangan !"
" Kenapa gak boleh ? Kamu mencintainya, kamu tulus, dia harus tahu ketulusanmu, apa itu salah ?" cecar Melli.
" Jangan, Melli. Aku tak ingin kamu menerornya, cukup biarkan dia tinggal hingga 11 bulan dan aku akan memintanya pindah." Pinta Meilan dengan tatapan memelas.
" Huh, itu gak boleh ini gak boleh. Menyebalkan, mending aku pulang menjaga kakek ! Pokoknya awas kalau dia menyakiti hatimu, akan kukuliti dia dan kujemur kayak kulit kambing yang dipotong tukang sate di ujung gang Pengukiran !" Melli melayang pergi. Tinggallah Meilan seorang diri, duduk sambil memeluk lutut, menahan dinginnya malam sambil menunggu Aldi tidur barulah dia berani masuk agar tidak membuat Aldi curiga.
Demi mendapatkan naskah, Aldi sadar ia tak boleh menyinggung perasaan Jean. Jean semakin sering  mengajaknya keluar, jalan jalan di Mall, berbelanja, nonton di bioskop sore, makan malam, setelah itu baru Aldi diantar pulang. Antarnya tidak masuk ke jalan Kemenangan atau Kemenangan 3, hanya sampai di Jalan Pintu Besar Selatan. Aldi terpaksa berjalan kaki lumayan jauh untuk tiba di rumahnya.
Malam ini secara tak sengaja ia bertemu Della dalam perjalanan pulang. Della hanya menenteng sebuah tas jinjing. Aldi tahu itu isinya uang hasil penjualan bakpao.
" Hei, Aldi. Sekarang jarang ke Pasar, ya ? " Sapa Della ramah.
" Eh, Della. Mau pulang nih? Aku sibuk mengedit, jarang keluyuran. Waktuku tinggal 6 bulan. Nanti deh, kalau sudah bebas dari tanggung jawab, aku ngontrak di sekitar sini, aku akan sering mengunjungimu." Â Kata Aldi.
" Gak kapok tinggal disini ? Kudengar sudah 2 kali kamu terluka  akibat diganggu hantu itu,"
" Bukan diganggu hantu, Del. Yang pertama aku dikejar anjing, yang kedua aku yang kurang hati-hati, berjalan terlalu ke tengah jalan. Resikonya ya ditabrak motor."
" Widia percaya kedua kejadian itu berkaitan dengan hantu di rumahmu. Katanya pasti ada ketiga kalinya." Kedua berjalan bersama, searah. Aldi terkejut mendengar omongan Della.
" Dia bilang begitu ?" tanya Aldi tak percaya.