"Pa, kok gak dijawab?" tanyaku lagi.
"Apa yang perlu dijawab?" ia balik bertanya.
"Tentang Roy." jawabku menggantung. Ia menghela nafas.
"Kau ini. Jadi untuk apa Papa mengantarmu kemari, bela-belain semua ini? Kan mending Papa di rumah baca koran sambil makan pisang goreng dan minum kopi." ucapnya, nampak serius. Kemudian senyumnya mengembang. Sebuah senyum penuh arti. Kubalas senyumannya lalu kupeluk dirinya yang dibalasnya lagi dengan sebuah pelukan yang lebih erat. Kubisikkan kata terima kasih lalu kucium kencang-kencang kedua pipinya. Ia melepas kedua tanganku lalu menatapku pergi memasuki area konser.
"Oh ya, Pa." kataku sembari membalikkan badan menghadap Papa lagi. Papa yang pandangannya masih mengikutiku mengernyitkan kening. Sebelum ia membuka mulut dan bertanya kenapa, aku segera berucap lebih dulu,
"Papa keren banget pake wig gondrong kayak gitu. Mirip Robert Plant, vokalisnya Led Zeppelin. Kalau beneran gondrong, pasti lebih keren!" seruku. Ia tertawa kecil.
"Lebih keren Papa apa Roy?" godanya. Aku terbahak.
"Arini sayang papa." ucapku.
"Papa juga." pria itu berucap lalu memberi tanda dengan tangannya agar aku segera masuk ke gelanggang konser.
Setelah saling melempar kiss-bye, aku melangkah mantap menuju pintu masuk utama, menunjukkan tiket kepada seorang penjaga, melewati pemeriksaan security lalu segera berlari masuk memeluk Roy yang telah menunggu bersama teman-temannya. Malam itu semua sempurna. Malam itu anugerah. Kisah cintaku, kasih sayang Papa, perayaan musik dan konser rock n' roll sang idola, tak ada lagi yang ingin kupinta lebih dari itu. Tak ada.
Derby Asmaningrum