"Beri saya waktu untuk membuktikan semua ucapan saya. Hanya itu yang saya pinta."
Papa terdiam. Roy menatapku penuh keyakinan. Sorot matanya akhirnya membuatku tenang. Perlahan mendung menumpahkan butiran-butiran hujan. Roy yang merasa tak mendapat respon dari Papa segera membalikkan badan lalu melangkah pergi. Dibiarkannya air hujan yang mulai membasahi sekujur tubuhnya.Â
Aku menatap Roy dari balik linangan air mata. Ingin rasanya berlari dan memeluk lelaki itu. Papa masih terdiam. Tatapan kedua bola matanya yang mulai sayu karena usia itu tetap mengikuti langkah Roy yang terus berjalan hingga menghilang di tengah deras hujan dan kegelapan malam.
***
Dua minggu kemudian...
Aku terbelalak lalu terduduk pasrah ketika kulihat kalender di dinding sudah tiba di angka sembilan. Kusadari harapanku menonton konser Hari Musik dengan bintang tamu band asing pujaanku, punah sudah. Memang nggak jodoh, pikirku. Baru saja aku akan mengambil kaset mereka yang ada di atas meja untuk diputar, Papa tiba-tiba muncul. Aku tersentak dan langsung berdiri. Hah, nggak salah liat, nih, batinku bingung.
Di hadapanku, Papa berdiri dengan sebuah senyuman lebar. Tapi tunggu, bukan senyumnya yang membuatku terkaget-kaget melainkan penampilannya yang kulihat beribu-ribu persen berbeda.
"Gimana menurutmu, Rin? Keren gak rambut Papa?" tanyanya sambil memegang 'rambut kriwil' - nya. Aku langsung terbahak ketika menyadari ia menggunakan wig gondrong ala rocker. Papa cengar-cengir. Kuperhatikan dengan seksama penampilannya sambil manggut-manggut dan bersuit pelan. Celana jeans biru donker, kaos putih polos, sepasang biker boots cokelat tua, dan jaket kulit hitam. Ditambahkannya anting yang nangkring di telinga kirinya. Entah darimana datangnya semua yang ia kenakan itu tapi yang pasti aku sungguh menikmatinya dan sepertinya ini pertanda baik untukku, terlebih untuk hubunganku dengan Roy.
"Ayo siap-siap sana. Paul Stanley sudah menunggu." ujarnya menyebut nama vokalis band favoritku yang akan tampil di konser musik itu. Dikeluarkannya selembar tiket dari amplop cokelat yang sedari tadi ia pegang di tangan kirinya. Jantungku berdetak kencang. Tidak mungkin!
"Buruan ganti baju. Papa akan mengantarmu ke tempat konser. Kalau kau mau, sih..."
Sontak aku berteriak kegirangan.