Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan Hari Musik Nasional. Sudah sejak siang tadi hingga malam ini tiap-tiap sudut kota memperingatinya dengan mengadakan berbagai konser musik. Tua, muda, semua tumpah ruah. Biarlah mereka bernyanyi, teriak, jingkrak hingga pagi sementara aku yang seharian berjibaku di kampus lebih memilih pulang sekalian mampir makan di warung tenda Pecel Lele Mas Mul yang berada tak jauh dari tempat tinggalku dan sudah lama sekali tidak kusambangi.Â
Lagipula, di sana aku juga dapat menyaksikan pertunjukan musik bahkan lebih asyik karena pengunjung diminta menonton dahulu baru membayar, itupun dengan jumlah nominal yang seikhlas-ikhlasnya. Kalau tidak suka, ya tinggal bilang maaf atau cukup menggelengkan kepala. Gak rugi, kan jadinya?
Crekk.. Kecrek... kecrekk...
"Kau yang mulai kau yang mengakhiri, kau yang berjanji kau yang mengingkari.."
Seorang perempuan dengan suara cempreng muncul di hadapanku menyanyikan lagu dangdut Kegagalan Cinta milik Rhoma Irama dengan kecrekan bututnya saat aku tengah duduk menanti makananku.
"Woy, kalo nyanyi yang bener, dong! Suara sember gak nyetem gitu, yang denger sakit kupingnya." terdengar seseorang usil meledek yang diikuti tawa teman-temannya.
"Gitar kaleee gak nyetem!" perempuan itu membalas dengan nada setengah kesal. Aku hanya bisa senyum-senyum sendiri melihat adegan itu. Segera kuberi ia beberapa lembar uang receh yang membuatnya tersenyum senang. Setelah mengucapkan terima kasih ia buru-buru pergi diiringi suara siulan maut milik lelaki yang tadi meledeknya.
Tak lama pesananku datang yang segera kulahap sembari menyaksikan aksi para musisi jalanan yang hadir silih berganti mencari rezeki. Entah bernyanyi sambil bergitar asal-asalan atau acapella tepuk tangan seadanya, yang penting isi kantong yang didapat tak begitu terasa pahit meski sedikit.
Baru separuh aku menikmati menu ayam goreng favoritku, tiba-tiba seorang pengamen muncul dengan gitar kopongnya yang ditempeli stiker lidah menjulur berwarna merah, logo dari band The Rolling Stones. Wajahnya sah-sah saja untuk masuk ke dalam kategori kece menurutku. Tubuhnya tinggi tegap dilapisi kaos abu-abu dan celana jeans lusuh yang sengaja disobek di bagian dengkul serta sepasang sepatu yang nampaknya sudah bergumul dengan perputaran roda zaman melintasi tanah becek dan debu jalanan.Â
Sebuah bandana merah yang melingkari kepalanya menyusup di antara helai-helai rambut panjang ikalnya yang dibiarkan mengembang terurai hampir menyentuh pinggang. Tak ketinggalan anting kecil berbentuk segitiga yang menggantung manis di telinga kanannya, menjadikan penampilannya kunilai sudah lumayan lengkap untuk seorang rocker debutan.
Setelah mengucapkan permisi, ia mengambil ancang-ancang, menggenjreng gitarnya satu kali lalu mulai beraksi. Senyumku mengembang ketika verse lagu Impian milik Powerslaves meluncur dari bibirnya. Aku selalu suka lagu itu, sebuah suvenir indah di masa-masa remaja putih biru. Namun, bukan kenangan itu yang membuatku terlena melainkan si rocker jalanan yang kini seakan sedang menghipnotisku dengan kebolehan dan tentu saja tampangnya!