Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - IRT biasa

Sedang tinggal di negeri orang. Suka musik rock. Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing. Lulusan S1 Fikom Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pramugari, di Balik Senyum dan Anggunnya Seragam

10 April 2019   04:33 Diperbarui: 10 April 2019   13:36 4419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Flight terakhir sebelum resign. Membelakangi si montok favorit saya, Airbus A380 setelah landing di bandara Charles de Gaulle, Paris, Prancis (foto : dok. Derby Asmaningrum)

Setelah itu kami akan mengecek safety video di masing-masing layar tempat duduk penumpang. Jika tidak menyala berarti kami kudu bersiap-siap melakukan safety demonstration (secara manual). Itu tuuuh yang berdiri di tengah-tengah kabin lalu mempraktekkan bagaimana cara memasang sabuk pengaman, pelampung dan sebagainya. Selama saya bekerja, saya hanya sekali melakukan safety demonstration yakni pada flight dari Istanbul (Turki) ke Singapura karena tiba-tiba safety video-nya ngambek. 

Setelah hal-hal yang berkaitan dengan safety dan security rampung, barulah kami mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan inflight service mulai dari mempersiapkan headset, memeriksa apakah layar IFE (In-Flight Entertainmet) di kursi penumpang bekerja dengan semestinya hingga briefing tentang menu yang akan disajikan hari itu lalu akhirnya bersiap bertemu muka menyambut para penumpang alias boarding. Semuaaaa tugas-tugas di atas tidak dilakukan sambil santai lemah gemulai melainkan dengan cepat dan cekatan namun tidak berantakan... 

Long-haul flight
Ketika menjalani penerbangan jarak pendek (short flight), memang dibutuhkan stamina yang luar biasa (tapi saya tidak sampai minum Extra Joss, sih...) karena harus melakukan service dengan diuber-uber waktu sementara banyak yang harus diberikan kepada penumpang terutama ketika meal service terlebih jika hari itu full flight. 

Contohnya, dari SIN (Singapura)-CGK (Jakarta) dengan flight time cuma sekitar 1 jam 25 menit, kami tetap harus melaksanakan meal service lengkap hingga menyajikan teh dan kopi sedangkan 30 menit sebelum mendarat, sesuai dengan peraturan SQ, kabin sudah harus dibereskan dan dipersiapkan untuk landing di mana cockpit crew akan membuat announcement melalui pengeras suara. 

Jadi untuk short flight seperti ini kami para awak kabin akan melakukan meal service secara super ngebut namun harus tetap sopan lagi elegan. Tak heran, setelah berjibaku di angkasa, diburu waktu seperti itu yang terkadang dicolek-colek cuaca buruk, badan saya akan dipenuhi koyo-koyo Salonpas.

Namun untuk penerbangan jarak jauh (long-haul flight, 10-12 jam) kami bisa sedikit relax karena tidak dikejar waktu meskipun meal service harus sebisa mungkin secepatnya diselesaikan. 

Ketika melakukan long flight, para awak kabin diberi masa istirahat yang dibagi dalam 2 shift setelah menyelesaikan meal service pertama dan rehat berakhir sebelum memulai meal service yang kedua (terdapat 2 kali acara makan di setiap long flight). Lamanya waktu istirahat diputuskan oleh Inflight Supervisor dengan melihat jumlah penumpang dan lamanya waktu penerbangan. Biasanya sih Beliau memberi waktu 2 jam 30 menit untuk masing-masing shift. Kadangkala menjadi 3 jam jika hari itu sepi penumpang (light load). Tempat istirahatnya disebut Crew Bunk.

Tampilan crew bunk pada pesawat Singapore Airlines Airbus A380 (foto : Derby Asmaningrum)
Tampilan crew bunk pada pesawat Singapore Airlines Airbus A380 (foto : Derby Asmaningrum)

Di dalam ruangan kecil tersebut selain terhampar kasur dan saudara-saudaranya, teronggok pula sebuah lemari kecil untuk menggantungkan jas bagi para awak kabin pria, ada pula layar IFE di setiap bunk, sama seperti yang terdapat di kursi penumpang, jadi kalau nggak mau tidur bisa nonton film atau denger musik. Selain itu terdapat pula sebuah senter yang siap siaga jika terjadi sesuatu. Uniknya buat saya, jika turbulence menerjang dikala saya sedang tidur, maka goncangannya akan membuat saya semakin tertidur lelap. Ahahahaha entah kenapa. 

Desain sebuah crew bunk berbeda antara satu maskapai dengan yang lainnya. Semuanya disesuaikan dengan jenis-jenis pesawat dan berdasarkan selera maskapai tersebut. Pesawat yang memiliki crew bunk hanyalah para pesawat yang beroperasi untuk long-haul flight kecuali jika terjadi pergantian pesawat (change of aircraft) ketika ada kerusakan yang mengharuskan pesawat dengan crew bunk dipakai untuk melayani rute penerbangan jarak pendek (45 menit-4 jam) atau medium (5-8 jam).

Inilah tempat para awak kabin melepas lelah sejenak di tengah perjalanan (foto : Derby Asmaningrum)
Inilah tempat para awak kabin melepas lelah sejenak di tengah perjalanan (foto : Derby Asmaningrum)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun