Aku butuh menangis, aku butuh diriku sendiri. Aku butuh sahabatku, air mata. Gelayur-gelayur rasa, sesal silih berganti. Ini adalah tangisan milik ku. Hanya untuk ku. Takkan ku biarkan siapapun merenggutnya. Bahkan egonya dan juga egoku dan juga keadaan. Saat itu ku rasakan semat-semat kerinduan akan diriku sendiri.
Dalam tangis itu batin ku berkata “aku mencintai diriku sendiri.” Ketika air mataku sudah kosong terperas dan butiran-butirannya membawa sesak dan kehampaan. Namun kemudian kehampaan itu menghantarku pada sesuatu, tapi aku tidak yakin apa itu?. Mungkin kelegaan, dan diriku kembali membisikkan dengan sebuah nyanyian syahdu dan berkata “aku siap untuk saat ini, aku siap mencoba memahami dirinya terutama diriku sendiri.”
***
Sudut sang suami
“Gila, … edan…, apa yang telah ku lakukan?.” Aku tidak menyadari kemarahan begitu menguasaiku. Aku begitu kalut. Gelas pecah itu, bukti dari kekecewaan yang yang tak berujung. Harus ku akui, sikap ku yang keras kepala memang sumber masalahnya. Terkadang aku tidak membiarkan siapapun, bahkan istri ku sendiri mendiktenya.
Aku menyadari sepenuhnya, aku ingin berubah. Akan tetapi saat dia meminta merubahnya. Aku merasakan sentuhan-sentuhan ketersinggungan yang sangat besar di hatiku. Aku tidak terima. Dan aku semakin lari.. lari dan lari. Dan yang terjadi adalah sikap itu justru menjadi bumerang untuk hubungan kami. Pikiran-pikiran itu menyertaiku bersama mobil yang sedang ku kendarai melaju saat ini. Seandainya aku bisa menghapusnya, kenangan ini yang ingin ku hapus.
Namun apa daya… Lamunanku tertahan, sementara seorang mengendari motor menyalip mobil ku dari sisi kiri, aku kaget hampir aku kehilangan keseimbangan dan agak oleng kemudiku sedikit ku banting ke kanan. Dan mencoba menyeimbangkannya kembali.
“MON***” Yang ku ingat hanya kata itu, yang tanpa kusadari, mencaci si pengendara motor yang sudah semakin menjauh di depan. Lalu perlahan rasa sesak itu kembali, menenggelamkan diriku di dalam istriku, pertengkaran-pertengkaran dan rasa sakit.
Bias ingatan membawa kembali ke sana ketika kukatakan “…Jika kau ingin aku berubah, maka biarkan ku belajar memahaminya, aku tak ingin siapapun memaksakan hal itu. Termasuk kamu Mama.”
Dan dia menjawab “Apa yang harus kamu pahami, aku sudah tidak lagi mengenalmu. Kamu…”