Ini saya dengan beberapa kata-kata.
Dari mata yang melihat dunia dari telinga yang mendengar suara. Banyak hal dan pertanyaan muncul kenapa kita hidup,kenapa kita berbeda, kenapa harapan tak sama sedangkan kita hidup di dunia yang sama, di bawah langit yang sama dan bernafas dengan udara yang sama.
Saat terang semua berusaha dan saat gelap ada yang beristirahat dalam lelapnya ada pula yang sibuk dengan dunianya, entah untuk bertahan atau sekedar bersenang-senang. Tapi harapan dan impian hanyalah dongeng yang mungkin bisa nyata atau hanya gurauansemata,seperti puisi ini:
“BAYANGAN HARAPAN”
Aku hina yang terbuat..
Di dalam daging yang membalut tulang.
Ku kais waktu untuk sedikit cerita ku
Aku tak bersahabat senyum..
Akulah musuh sang tawa...
Biar takdir di dekat ku tapi ia enggan pada ku.
Telah lama kami jadi musuh berkelahi bersama malu..
Aku tiang tinggal harapan rapuh tergerus akhir zaman..
Aku menanti maut yang telah menunggu di ujung jalan.
Mereka sering berkata ada tawa di ujung jalan sana
Fikirku merontah itu semua hanya dusta belaka..
Setiap nafas yang keluar dari mulut setiap itu pula kebohongan aku dengarkan..
Setiap mata ini terbuka maka kemunafikan yang ku tonton..
Kalian lebih busuk dari bangkai tikus bahkan kucing pun tak mau lagi..
Jalanku sudah terseok-seok aku Baja yang mengkarat..
Mungkin takdir lebih suka daging dari pada tulang..
Biar…biarlah..aku disini menunggu waktu yang akan tiba.
Kau tau batu lebih indah dari pelangi saat ini...
Aku tak mau tidur lagi agar tak lagi bermimpi..
Kau tau cermin hanya sebuah refleksi yang kosong..
Aku beryukur aku dari tanah karena dunia ini juga tanah..
Aku bersyukur udara masi di sini untuk selalu menemani..
Tak..tak lagi kuharap roti.. Tak kuharap lagi kopi, aku tenang bersama angin..
Sandarku sebatas batang pohon yg bergoyang di tiup angin jahat..
Aku tak perlu tatap mereka, aku tau itu ejekan..
Aku memang debu jalanan tapi aku belajar dari jalanan..
Senang senanglah kamu di sana dan jangan perdulikan aku, karena aku hanya debu jalanan.
(Dari .BABAS ARDIAN)
Banyak kata yang tak bisa terucapa tapi tak mampu tersimpan di hati, mereka hanya mampu menilai tanpa bisa memahami, mungkin Tuhan memiliki rahasianya untuk ini , kita hanya menjalankannya, seperti puisi itu begitu banyak kepedihan, penderitaan, dan air mata, tapi kitalah refleksi kehidupan kota terlahir untuk itu, semoga saja kalian tidak berhenti bermimpi jika tak ingin merasakan hal yang sama dengan puisi itu.
Berilah makna di hidupmu jadilah pelangi jangan jadi sebuah batu yang berdebu. Jalan masi panjang tapi waktu takkan kembali, jangan sampai kau bertemu ujung jalan, karena takdir akhir sudah menunggu di sana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI