Rumah Sakit Panti Rapih; menempati kamar inap dengan fasilitas nomor wahid di Lantai 2, tempat tujuan dan rujukan bagi para kaum ningrat, aku disini menemaninya. Usianya tak lagi muda.Â
Helai rambutnya sudah mulai memutih. Sang pemilik raut wajah yang senantiasa sumringah serta menyiratkan aura optimisme, kini terbaring lemah.
Aku sendiri tidak tahu apa penyakit yang menderanya. Jiwanya seolah tersandera dalam raga yang terpasung. Dokter menyatakan kemungkinan umurnya tak sampai setahun lagi. Ahhh, usia manusia ada di tangan Tuhan bukan?
Itu jika dia percaya, tentu saja. Sebagaimana dia mungkin meyakini bahwa segala yang diperbuatnya pada masa yang terlewati akan dipertanyakan oleh Tuhan, nanti.Â
Dalam keterbaringannya, perempuan itu sesekali mengigau, mengeluh, merapal, mengumpat, entah dengan istilah apalagi yang paling tepat bagiku untuk mendeskripsikannya. Aku masih disini, meluruh bersama kisahnya yang saling berpilin pada realita yang tak kasatmata.
*****
"Sedherek-sedherek, mangga kulo ugi panjenengan sedaya, sesarengan majengaken koperasi menika. Koperasi yang kita bangun bersama secara gotong royong dengan harapan bisa menembus ke pasar internasional dan membawa kemakmuran bagi kita semuanya. Semangat pembaharuan akan tetap kita pelihara dan segala perbaikan proses bisnis akan kita lakukan terus-menerus.Â
Maka dengan mengucap Bismillah mulai saat ini kita akan bersama-sama mengusung Cooperatives of Umbulharjo. Terima kasih." Perempuan paruh baya itu mengakhiri sambutannya.
"Sedherek sedaya, mangga kita beri tepuk tangan yang meriah atas wejangan kanjeng Eyang yang demikian menginspirasi kita semua," ucap sang pembawa acara dengan tanggap.
"Siapa kita?" lanjutnya dengan suara menggelora.
"Cooperatif of Umbulharjo," sahut para hadirin dengan tergagap karena tak terbiasa.