A. Sejarah
Agama Hindu berkembang sejak 1500 S.M. bersamaan dengan masuknya suku bangsa Arya (Indo Jerman) ke India Utara. Mereka mula-mula menduduki daerah sungai Indus, yang kemudian bercampur dengan penduduk asli yang terdiri dari suku bangsa Dravida dan suku-suku bangsa lain yang berdiam di India Utara. Kepercayaan bangsa Arya yang berpadu dengan kepercayaan penduduk asli menjadi semacam peleburan yang membentuk agama Hindu[1].
Dengan kata lain, konsepsi-konsepsi kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya dalam bentuk kepercayaan terhadap dewa-dewa alam yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani itu mengalami peleburan dengan kebudayaan asli yang berisi kepercayaan tentang hal-hal gaib yang berbentuk animisme dan dinamisme.
Ternyata di kemudian hari masing-masing ajaran dari kedua kebudayaan tersebut, tetap dipertahankan dalam agama Hindu India. Akan tetapi ajaran agama dalam Hinduisme ini selalu mengalami perkembangan menurut taraf perkembangan kebudayaan masyarakat Hindu pada masa selanjutnya, sehingga keadaan demikian menyebabkan perbedaan bentuk dan isi Hinduisme pada periode permulaan perkembangannya disbanding dengan taraf perkembangan lebih lanjut setelah Budhisme muncul dan berkembang.
Dengan demikian maka nampaklah perbedaan yang menonjol antara agama Hindu permulaan dengan agama Hindu setelah berkembang
B. Ajaran dan Praktek
Agama Hindu mempunyai kitab suci bernama Weda yang artinya pengetahuan[2]. Kitab suci Weda terbagi ke dalam empat himpunan, yaitu:
1) Reg Weda, berisikan kumpulan nyanyian-nyanyian suci untuk pemujaan dewa-dewa.
2) Sama Weda, berisikan nyanyian-nyanyian yang dinyanyikan oleh pendeta-pendeta yang bertugas dalam upacara pemujaan dan kurban.
3) Yajur Weda, berisikan rumus-rumus atau pengaturan upacara kurban.
4) Atarva Weda, berisikan mantra-mantra yang mengandung kekuatan gaib.
Dalam konsep ketuhanan, agama Hindu mempunyai konsep ketuhanan yang bersifat “polytheistis” yang dimanifestasikan dalam jumlah dewa –dewa yang disebutkan dalam kitab-kitab weda sebanyak 32 dewa. Jumlah 32 dewa tersebut mempunyai fungsi masing-masing dalam hubungannya dengan kehidupan manusia[3].
Dalam agama Hindu, banyak sekali ditemukan upacara-upacara persembahan yang wajib dilakukan. Menurut G.A. Wilkens, “dasar-dasar upacara kurban adalah pemujaan kepada dewa-dewa, roh nenek moyang dan makhluk-makhluk halus yang menempati semesta alam untuk menghindari kemarahannya serta memberi kepuasan pada mereka sehingga mereka mau memberi bantuan/rahmat bagi mereka[4].
Agama Hindu mempercayai bahwa alam semesta ini diciptakan oleh dewa Brahma berkali-kali. Dalam tiap-tiap penciptaan terdapat zaman-zaman yang mengandung empat periode, antara lain:
1) Kreta Yoga, yaitu zaman terdapatnya kebahagiaan abadi.
2) Dvapara Yoga, yaitu zaman mulai timbulnya dosa/noda.
3) Treat Yoga, yaitu zaman yang penuh sengsara.
4) Kali Yoga, yaitu zaman yang penuh kejahatan .
Akhirnya sebagai periode penutup, maka timbullah masa pralaya yaitu kehancuran total daripada alam.
Menurut kepercayaan Hinduisme, dunia ini tercipta tidak hanya sekali, demikian pula hari kiamat yang terjadi berkali-kali. Sejalan dengan penciptaan dan penghancuran dunia tersebut, maka Hinduisme mempercayai tentang adanya kehidupan di alam akhirat di mana manusia dengan amal perbuatannya akan memperoleh pembalasan sesuai dengan kebaikan dan keburukannya. Selain itu manusia juga dapat mengalami reinkarnasi[5].
Agama hindu terkenal dengan sistem kasta. Kasta-kasta tersebut antara lain:
1) Brahmana
2) Ksatria
3) Waisya
4) Sudra
C. Aliran-aliran dalam Hinduisme
1) Hindu Vedanta
Menurut teori Vedanta: objek pemujaan dan tujuan akhirnya ialah terletak pada sumber segala-galanya yang disebut “Brahman”. Subjek yang melakukan pemujaan itu ialah yang disebut “Atman”. Brahman dan Atman terpisah oleh samsara. Sedangkan samsara disebabkan oleh pengaruh materi/jasmani. Selama manusia masih terikat oleh materi/jasmani itu, mereka akan tetap mengalami penderitaan, keadaan demikian menyebabkan tetapnya pemisahan antara Brahman dan Atman.
2) Hindu Sankya
Materi ajarannya berlawanan dengan faham Vedanta. Menuru teori ini: segala yang maujud terdiri dari dua unsur yaitu “Purusha” yang artinya diwa seseorang dan “Prakerti” yang artinya jasmani manusia. Keduanya dipandang sebagai unsur yan kekal abadi. Samsara disebabkan oleh adanya persatuan antara Purusha dan Prakerti.
3) Hindu Yoga
Dalam aliran ini terdapat ajaran tentang latihan kejiwaan dalam upaya melepaskan diri dari samsara. Mula-mula manusia ingin mencapai persatuan dengan Brahman atau Ingin memisahkan antara purusha dan prakerti dengan dengan berbagai jalan misalnya berpuasa, menahan nafsu, berbuat kebaikan dan kesucian menjauhi kesenangan duniawi dan sebagainya.
4) Jainisme
Inti ajarannya adalah mengharapkan kebahagiaan abadi. Pandangannya tentang samsara ada persamaannya dengan ajaran Vedanta yaitu disebabkan oleh pengaruh materi.
5) Wisnuisme
Aliran ini lebih mengutamakan pemujaannya kepada dewa Wisnu karena dewa ini sangat simpatik bagi mereka dengan sifat-sifatnya yang berdasar pada perasaan bhakti (cinta).
6) Siwaisme
Pemeluk aliran ini sangat optimis terhadap kekuasaan dewa Siwa, karena ia dipercayai dapat menjelma menjadi berbagai bentuk kedewataan yan menggambarkan akan kekuasaannya yang besar, meliputi: penentuan hidup dan matinya manusia.
7) Brahmaisme
Aliran ini lebih mengutamakan pemujaan kepada dewa Brahma yang dalam faham Trimurti dipandang sebagai dewa pencipta alam.
8) Tantrisme
Aliran ini dalam mencapai nirwana lebih mementingkan cara pembacaan mantra-mantra rahasia dan membebaskan ruang gerak hawa nafsu.
9) Hindu Dharma
Aliran agama Hindu-Dharma ini nampak merupakan peleburan antara faham animisme setempat dengan Hinduisme India yang telah mengalami proses rohaniyah tipe Jawa.
D. Hinduisme di Indonesia
Indonesia mulai berkembang pada zamankerajaanHindu-Budha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh sepertiIndia, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sundasampai abad ke-16. Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijayadan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan BudhaSriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracaritaRamayana[6].
Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H