Abbas tampak aneh dengan disydaseh warna putih kegombrangan karena wajah bulat Asianya dan perawakan yang sedang cenderung agak kurus serta kulit terang membuatnya seperti manusia kurang makan. Tentu saja! Bagaimana tidak? Dengan uang beasiswanya yang tidak cukup banyak. Berat baginya membeli makanan yang baik untuk menghadapi iklim di Irak yang sangat ekstrem ini.
Abbas juga lebih suka berbahasa Arab Fusha dengan logat yang lucu ketimbang berbicara dengan dialek Irak. Tapi tata bahasanya bagus. Hampir semua orang yang mengenalnya akan dengan mudah memahami apa yang dikatakannya.
Di balik fisiknya yang tak seberapa itu, Abbas memiliki keajaiban dalam suaranya. Ya, ada sesuatu yang besar di sana. Sesuatu yang bagi Wafa sangat menggetarkan, bagai magma yang bergejolak dari kepundan hidupnya. Maka pada sapuan pandangan mata Wafa yang pertama, Wafa langsung menyukainya.
Wanita Arab seperti Wafa, terlahir dari keluarga terpandang, dan sudah pasti tak mudah menentukan pilihan. Utamanya dalam hal pasangan hidup, suami.
Namun dada Wafa berdegup keras, tatkala mendengar Abi mengatakankan pada Abbas : “Kau jadi anaku sekarang, Abbas!”
Dan memang sejak saat itu, Abbas Ansori jadi bagian dari keluarga. Kebanggaan keluarga Al Dijaili! Bahkan Majeed rupanya punya rencana lebih jauh terhadapnya. Hampir setiap akhir pekan, dengan seizin Abi tentu, ia mengundang sanak saudara, sekedar kumpul-kumpul di teras belakang rumah. Dia menggelar karpet Turki dan kemudian memohon-mohon pada Umi untuk menyiapkan penganan sekedarnya, entah burek ataumanakish. Syukur-syukur jika Umi rela membuatkkan kibbeh dengan potongan daging kambing yang lezat. Tentu harus lengkap dengan qahwah Turki dan chay.
Umi sangat sayang pada Abbas, dan ia tahu dengan acara mingguan seperti itu sangat menguntungkan, karena Majeed menjadi lupa akan kebiasaan bandelnya untuk kelayapan di depan rumah Zahra, gadis idamannya.
Wafa sendiri sudah pasti amat bahagia, karena dengan acara keluarga itu, ia akan dengan mudah bisa bertemu Abbas. Sesungguhnya kalau saja bisa, Wafa ingin acara keluarga itu diadakan setiap hari, agar bisa melihat Abbas. Ya, diam-diam ia sungguh selalu merindukan suaranya.
Yang paling aneh adalah Abi. Ia seperti menemukan pasangan oud-nya pada suara Abbas. Sering Wafa diam-diam mengintip pada malam hari, ketika Abbas berlatih memainkan lagu-lagu melankolis. Karakter suara Abbas sungguh kuat pada lagu-lagu cinta, lagu-lagu syair mendamba Nizar Qabbani.
***
Malam Sabtu terakhir pada minggu keempat kuartal pertama tahun lalu, Abi seperti biasa sudah siap dengan oud-nya. Namun entah kenapa, tak seperti biasanya shisha tidak disiapkan. Acara itu malah dipindahkan ke ruang tengah yang lebih lapang.