Sejak menikah, Abbas memang tinggal dengan keluarga besar al Dijaili. Mereka semua sayang padanya, meskipun Abbas hanya seorang manusia Asia. Nama Indonesia sejak lama sangat dekat di hati warga Irak memang. Awalnya Abbas menduga, karena alasan itulah mengapa dirinya bisa diterima dengan mudah di tengah keluarga itu. Tapi ternyata sebenarnya tidak demikian rupanya.
Semuanya berawal dari sebuah pesta, ya saat pesta keluarga dulu, Abbas diundang oleh Majeed, yang merupakan abang Wafa. Di tengah pesta, Abbas didorongnya ke tengah acara. Dia berteriak, katanya orang Indonesia ini bisa menyanyi lagunya Kazem Saher. Abbas ingat benar itu, dan saat itu mendadak suasana menjadi sunyi, karena semua terdiam.
Abu Majeed, ayah Wafa, menatap Abbas lekat. Kagum. Sementara Abbas sendiri merasakan demam mendadak yang menjangkiti sekujur tubuhnya.
“Lagu apa yang kamu bisa, Nak?” laki-laki bijak itu bertanya lembut pada Abbas.
Abbas seakan terpengaruh aura yang teduh dari laki-laki bijak itu, dan menjadi memiliki kepercayaan diri.
”Walidi Thoyib!”
Abu Majeed tersenyum. Lalu dengan tenang dibawanya Oud, disetemnya perlahan, untuk kemudian dipetiknya nada tengah dengan pick dan ia mulai dengan intro lagu. Suara Abbas pun masuk tanpa ragu, pada dentingan nada rendah dawai oud yang keempat.
Segala hormat dan kebaikan
Bagimu oh Ayahku…
Allah panjangkan usiamu
Dalam suka dan cinta...
Dan perlahan di mata Abbas berkelebat wajah Ayah yang jauh di tanah air sana, bayang-bayang itu bergantian cepat dengan wajah Abu Majeed.
Tarikan nada adzan dalam perpindahan ke larik kedua, membuat mata Abbas berbenturan dengan mata Abu Majeed. Laki-laki itu tersenyum, mengangguk. Abbas mengakhiri lagu dengan kelegaan dalam segukan. Dan kehangatan pelukan Abu Majeed kemudian sangat membahagiakannya.
“Kau jadi anaku sekarang, Abbas!”
***