Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ayam Goreng Demokrasi

15 September 2024   06:33 Diperbarui: 15 September 2024   07:01 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa wakil rakyat itu tidak terdiri dari para ahli hikmah dan orang-orang bijak? Mengapa mekanismenya selalu berujung pada pungutan suara (voting)? Apakah kebenaran dan kebijaksanaan bisa diukur lewat banyak sedikitnya suara? Bukankah selalu ada kebijaksanaan (wisdom) yang berterima secara universal? Apakah para wakil rakyat itu tidak RORP (rasional-objektif-realistis-proporsional) sehingga selalu menelurkan aturan-aturan yang tidak memerhatikan kebenaran dan keadilan?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, musyawarah berarti pembahasan bersama dengan maksud mencapai  keputusan atas penyelesaian masalah, alias perundingan, alias perembukan. Musyawarah yang merujuk pada kebenaran seharusnya tidak membutuhkan voting. Akan tetapi rupanya para wakil rakyat punya standar kebenaran yang berbeda-beda, karena kebenaran kadang dikaburkan dengan kepentingan. Di situ letak kerepotannya.

Lantas, mekanisme historis apakah yang bisa membalik demokrasi menjadi musyawarah, sesuai rumusan sila keempat Pancasila?

Hikmah kebijaksanaan memang bukan milik orang banyak, melainkan milik orang-orang terpilih. Yang semestinya duduk di dewan perwakilan dan majelis permusyawaratan adalah para ahli di bidangnya. Tidakkah yang sebaiknya duduk di majelis permusyawaratan dan dewan perwakilan itu adalah para alim ulama, cerdik cendekia, para begawan, para pakar, yang integritas moral dan intelektualnya tidak diragukan? Tidakkah bisa permasalahan-permasalahan rakyat dan aneka peraturan strategis itu diputuskan menurut kebenaran, keadilan, kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan hati nurani? Bukan oleh banyak sedikitnya suara atau maunya orang banyak.

Pasalnya, 'demos' seringkali tidak paham kebenaran, hikmah dan kebijaksanaan. Demos juga kerap keliru memilih wakil-wakilnya, lantaran keawaman, tipuan atau bujuk rayu politik uang.

Meski rakyat suka ayam geprek pinggir jalan, nilai inti khas Indonesia ada pada musyawarah yang dipimpin hikmah kebijaksanaan. Para wakil rakyat seharusnya adalah orang-orang populis yang memihak kepentingan rakyat. Para wakil rakyat itu semestinya pula adalah orang-orang bijak yang tidak serta merta menuruti hawa nafsu orang banyak. Apalagi, pesanan sepihak segelintir oknum/sponsor.

Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun