Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebermaknaan, Bukan yang Serba Material

24 September 2022   06:54 Diperbarui: 19 April 2024   16:34 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ia tidak melihat pada apa yang telah Allah beri kepadanya tanpa ia minta: ketenangan hidup tanpa gangguan, rezeki kesehatan, kenikmatan indera, istri yang salehah, anak-anak, keluarga, teman dan lingkungan yang saleh, jaminan makan-minum dan tempat tinggal. Apakah ia sudah cukup bersyukur atas semua pemberian Allah itu? Bukankah mustahil ia bersyukur lantaran terlampau banyaknya nikmat Allah yang sudah ia rasakan? Pertimbangan ini luput dari hati dan pikirannya lantaran sibuk dengan keinginan dan cita-cita pribadi yang belum tercapai.

 Akhirnya sebagian manusia berani memprotes Tuhan. Tuhan tidak adil, katanya. Takdir-Nya kejam, katanya. Saat seseorang berkata seperti ini bisa dipastikan imannya sedang lemah. Keyakinannya kepada Allah sedang terguncang. Tugasnya adalah menata cara pandangnya terhadap Allah agar tetap berbaik sangka (huznu zhan). Harapan (raja’)-nya harus lebih ditingkatkan. Ia harus mengingat sifat-sifat Allah yang Maha Rahim, Maha Rauf, dan Maha Adil. Harus mengingat-ngingat kembali banyaknya kebahagiaan dan kenikmatan yang pernah ia reguk sejak lama. Bahkan ia harus mengenang kembali dosa-dosa yang pernah ia lakukan beserta ringannya hukuman yang ia terima. Betapa Allah memaafkan dan menutupi aibnya. Ia juga harus melihat sisi terang dari kepahitan dan kemalangan yang ia hadapi.

Para nabi dan rasul beserta para pengikut mereka, umat-umat terbaik – pernah diguncang dengan cobaan yang sangat hebat. Begitu dahsyat cobaan itu sampai-sampai mereka berkata: kapankah turun pertolongan Allah?

“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)

Allah Jalla Wa ‘Ala berfirman, “Allah melapangkan rezeki bagi orang yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang membatasinya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ankabut: 62)

Allah punya hak prerogatif untuk meluaskan dan menyempitkan rezeki hamba. Dari sini logis kalau kita katakan kita tidak punya hak protes atas ketentuan Allah. Wong Dia Tuhan. Dia yang punya dunia ini. Dia Raja, kita budak. Akan tetapi, di akhir ayat Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Jadi peluasan dan penyempitan rezeki itu didasarkan pada ilmu Allah.

“Sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuara: 27)

Kalau rezeki itu dibuka seluas-luasnya, bukan mustahil si hamba jadi melampaui batas. Diberi kuasa dan kemegahan jadilah ia seperti Firaun. Diberi harta terlalu berlimpah jadi seperti Qarun. Diberi ilmu jadi seperti Haman. ‘Melampaui batas’ di muka bumi. Keberlebihan rezeki itu -dalam rupa kekuasaan, kekayaan dan ilmu pengetahuan-  pasti berdampak pada kondisi psikologis seseorang. Dia jadi arogan, suka merendahkan orang. Jadi zalim. Tindakannya tidak lagi cerdas, tetapi melampaui batas. Ini karena ia merasa telah memiliki segalanya.

Karena itu, hayatan thayyibah tidak bermakna kekayaan yang melimpah ruah, jabatan yang tinggi atau popularitas. Akan tetapi rezeki yang halal, ibadah yang ayem, kehidupan yang serba cukup dan membahagiakan, ketenangan hidup – di dunia, itulah kehidupan yang baik. Dan, di akhirat kelak semua kebaikan itu tentu jauh berlipat ganda, lagi kekal abadi selamanya.

Wallahu a’lam bis shawab.

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun