Teladan berpikir dan bertindak lateral selanjutnya adalah Ibrahim alaihissalam.
Dalam kitab suci Al Qur`an Ibrahim digambarkan sebagai seorang yang banyak berpikir demi mencari kebenaran dan berdebat dengan menggunakan akal sehat.
Sebenarnya logika yang digunakan Ibrahim adalah logika sederhana yang harusnya diterima dengan mudah. Akan tetapi kultur dan tradisi yang berkarat justru menjungkirbalikkan akal sehat: yang benar dipandang keliru, yang salah justru dibenarkan.
"Apakah dia (Muhammad) hendak menjadikan tuhan-tuhan yang banyak menjadi satu Tuhan? Sungguh ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan." (Surat Shad: 5)
Tauhid (monoteisme) menjadi sesuatu yang aneh dan mengherankan, sedangkan syirik (politeisme) justru berterima di kalangan musyrikin.
Peristiwa penghancuran berhala-berhala di kuil musyrikin adalah tindakan yang sangat lateral, provokatif dan ekstrem. Tujuannya ialah menggoncangkan keyakinan dan kultur yang mendarah daging, keyakinan yang landasannya adalah kebodohan yang tiada terkira: mengagungkan benda mati sebagai tuhan.
"Demi Allah, sungguh akan aku lancarkan muslihat terhadap berhala-berhala kalian setelah kalian beranjak pergi," ucap Ibrahim dalam hati.
Maka dia (Ibrahim) menghancurkan (berhala-berhala itu) hingga berkeping-keping, kecuali yang terbesar (induknya); agar mereka bertanya kepadanya.
Mereka berkata, "Siapakah yang melakukan ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zalim."
Mereka (yang lain) berkata, "Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim."
Mereka berkata, "Kalau demikian bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan."