Tiga tahun lalu, kala masih bekerja di kantor lama, sejenis virus mengguncangkan seluruh dunia. Bukan sekedar demam atau flu saja, virus itu bisa menyebabkan penyakit yang akibatnya fatal.
Satu tahun, dua tahun, bahkan ketika kantor lamanya gulung tikar karena pandemi, Fauzi belum bisa pulang dan merayakan lebaran di kampung.
Selain alasan regulasi, dia takut membawa penyakit ke kampung dan orang-orang tersayangnya yang merasakan akibatnya.
"Bukannya pulang, bisa-bisa malah bikin orang lain berpulang," batinnya saat itu.
Di tahun ketiga, sejatinya Fauzi berniat pulang kampung. Apa daya, kabar buruk bagai petir di siang bolong itu membuyarkan segalanya.
"Nggak bisa, bu. Kerjaan masih banyak. Malah bos suruh aku masuk lebih dulu dari pada kawan-kawan yang lagi liburan atau masih di kampung."
Fauzi menjawab dengan tenang, seolah-olah kalimat itu sudah khatam dihafalkannya dari kertas skrip, dan mungkin membuatnya layak dianugerahi Piala Citra karena akting polosnya tersebut.
"Ya sudah...." jawab si Ibu menandakan percakapan segera berakhir.
Fauzi bernapas lega.
"Oh iya, kemarin ibu ke pasar malem dan lihat ada gamis yang bagus sekali. Kayaknya cakep kalau dipake pas lebaran. Sayang, uang ibu sudah habis buat keperluan lebaran besok. Padahal murah banget, cuman 150 ribuan,"Â celoteh wanita di ujung telepon tersebut.