Itulah beberapa ungkapan para barisan sakit hati, maksudnya barisan karyawan yang mungkin sakit hati karena dipecat.
Bebagai demo layaknya buruh yang menolak UU Ciptaker dilakukan. Para karyawan melakukan demo baik di kantor pusat maupun pabrik. Namun hasilnya seperti mengharapkan kepala daerah yang terpilih menepati janji-janjinya, nihil dan sia-sia.
"Gimana ini, pak? Katanya saya mau naik jabatan setelah lebaran. Ini belum lebaran saya malah kehilangan pekerjaan," serunya pada atasannya ketika mendapat kabar tersebut.
Bukan jawaban memuaskan yang didapatkannya, Fauzi malah mendengar ceramah dan motivasi seperti dari seorang ustad. Bedanya, ini lebih mirip ustad gadungan.
Fauzi dan kawan-kawannya berusaha menuntut hak-hak terakhir mereka. Sudah lebih dua tahun dia bekerja di perusahaan tersebut, setidaknya dia layak mendapatkan uang "terima kasih", bukan sekedar jabat tangan terima kasih tanpa "salam tempel".
Sayangnya agak sulit mendapatkan uang pesangon. Lebih mudah untuk percaya para koruptor akan dimiskinkan ketimbang perusahaannya akan memberikan pesangon yang pantas untuknya.
"Nak, kamu mash disitu kan?"
Fauzi terbuyar dari lamunannya selama sepersekian detik itu.
"Ehh...eh..iya, bu. Rencananya sih begitu, tapi lihat nanti saja," jawabnya sedikit terbata-bata.
"Alhamdulilah, syukurlah...jangan lupa kasih sedekah ya, nak. Omong-omong, kamu benar tahun ini nggak pulang?" tanya Sang Ibu.
Hening sejenak. Ini adalah ketiga kalinya Fauzi tak pulang kampung. Alasannya bukan karena dia takut dengan pertanyaan 'kapan nikah?'.