Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Indahnya Toleransi dan Kemanusiaan di Masjid Agung At-Taqwa Bengkulu

8 April 2023   08:19 Diperbarui: 8 April 2023   08:26 2799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan langkah gontai aku berjalan memasuki area bangunan dengan warna dominan putih tersebut. Hari sudah larut malam, jalanan sudah sepi, tak ada suara di sekeliling selain suara langkah kakiku yang membawa tas besar di punggung.

Perlahan-lahan, dengan rasa sedikit ragu, aku masuk ke tempat itu. Sepi, tak ada siapapun. Sampai beberapa saat kemudian seorang pria dengan kisaran umur 60 tahunan muncul dan menyapaku.

"Assalamualaikum," sapanya dengan salam khas Indonesia, mengatupkan kedua tangan di dada.

Sejurus kemudian aku ragu, karena sedikit banyak paham bagaimana hukum membalas salam tersebut. Namun atas dasar sopan santun, aku membalas salam darinya, juga dengan gaya yang sama.

"Walaikumsalam.." 

Terjadi kebisuan selama kurang lebih 10 detik. Pria tua itu tampaknya sedang mencerna situasi dan melihat penampilanku yang kucel dan menggendong tas besar di punggung.

"Kalau mau istirahat atau bersih-bersih di dalam saja," ungkapnya dengan ramah.

Senyum langsung merekah di wajahku.

***

Bengkulu, sebuah kota atau provinsi dimana aku pernah menghabiskan masa kecil selama kurang lebih 1-2 tahun di sini. Tak jarang aku selalu menyebut Bengkulu sebagai salah satu "kampung halaman".

Setelah lewat seperempat abad lebih, aku berkesempatan mengunjungi kembali kampung halaman ini. Karena sedang melakukan road trip, aku menggunakan jalur darat dari Palembang ke Bengkulu dengan waktu tempuh selama 12 jam.

Travel datang menjemputku jam 10 pagi, artinya aku akan tiba di Bengkulu jam 10 malam. Sayangnya karena sibuk antar jemput dan drop sana sini, perjalanan sedikit molor karena aku baru tiba di Bengkulu jam 10 malam.

View masjid dari menara berendo (sumber: Dok. Pribadi)
View masjid dari menara berendo (sumber: Dok. Pribadi)

Sebuah dilema muncul, karena besok paginya aku memiliki urusan penting, ditambah hari sudah larut malam. Aku kebingungan mencari tempat menginap malam itu.

Jika menginap di penginapan budget room sekalipun, rasanya sedikit mubazir karena hanya digunakan kurang dari enam jam. Apa lagi saat itu aku juga harus menekan pengeluaran karena perjalanan masih panjang.

Terbesit ide sedikit gila. Bagaimana kalau cari tempat umum yang sedikit layak untuk sekedar merebahkan badan. Hasil googling membawaku ke sebuah tempat yang menjadi alun-alun kota sekaligus menyatu dengan bangunan masjid: Berendo Kota Bengkulu. Sempurna!

"Kalau beruntung, aku bisa menginap di dalam masjid," pikirku saat itu.

Sejujurnya itu bukan kali pertama aku menginap di masjid. Dulu, aku juga pernah melakukannya bersama teman-teman lain.

Bedanya, kini aku hanya menginap sendiri. Ditambah lagi, sebenarnya aku adalah seorang nonmuslim.

***

"Wah boleh ya, pak?" ujarku dengan penuh semangat menyambut ajakan itu.

Aku langsung menyalami pria tua tersebut, kemudian dia mengantarku ke dalam bangunan Masjid Agung At-Taqwa.

"Silakan dan boleh-boleh saja. Banyak koq orang yang datang dan menginap di sini. Tapi ingat, jangan lupa jaga barang-barang kamu."

Aku mendengar setiap kata yang diucapkannya. Rasanya lega karena tak harus menggembel di jalanan malam ini. Tak hanya itu, beliau juga menawarkan tidur di kamar daripada menginap di dalam atau area tempat sholat yang langsung kutolak karena sungkan.

Kota Bengkulu dari atas menara (sumber: Dok. Pribadi)
Kota Bengkulu dari atas menara (sumber: Dok. Pribadi)

Kami berkenalan dan berbasa-basi menanyakan 1-2 pertanyaan yang umumnya sering ditanyakan pada orang asing. Pak Mahfud namanya, dan sepertinya dia adalah marbot masjid ini.

"Kamu dari mana?" tanya Pak Mahfud.

"Ini nanya saya asalnya dari mana nih? Atau nanya saya habis dari mana? Kalau asal sih dari Jakarta, tapi saya habis dari Palembang," jawabku sedikit berkelakar.

Pak Mahfud kemudian pergi dan membiarkanku beristirahat. Setelah mandi dan bersih-bersih, aku langsung merebahkan badan. Selang 10 menit kemudian, tiba-tiba Pak Mahfud datang dan membangunkanku.

"Tas kamu mending masukin ke dalam kamar aja. Hati saya nggak tenang. Kemarin saya sempat kecolongan. Ada yang handphonenya hilang pas nginep di sini," ujarnya dengan sedikit cemas.

Aku pun langsung membawa tas dan menyimpan barang-barang penting di dalam sebuah kamar yang lebih mirip gudang.

Setelah obrolan singkat, aku kembali rebahan hingga akhirnya tertidur pulas.

***

Sebuah suara-suara terdengar. Bukan, ini bukan alarm. Ini adalah suara yang berasal pengeras suara masjid yang menandakan sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang.

Jika sebelumnya aku hanya melihat 2-3 orang yang tidur di dalam masjid, kini masjid mulai dipenuhi oleh orang-orang yang hendak beribadah.

View dari depan (sumber: Dok. Pribadi)
View dari depan (sumber: Dok. Pribadi)

Aku terbangun dan beranjak keluar agar tidak mengganggu. Tepat saat itu Pak Mahfud yang sudah berpakaian rapi langsung menyapaku.

"Sudah subuhan?" tanyanya yang membuatku sedikit grogi.

"Duluan aja, pak," jawabku sekenanya sambil tersenyum.

Adzan Subuh berkumandang. Umat yang datang pun langsung melaksanakan ibadah sholat subuh.

Selesai ibadah, Pak Mahfud muncul dan kembali menanyaiku.

"Kamu sudah subuhan?"

Disitulah akhirnya aku berkata jujur.

"Maaf pak, saya nonmuslim," jawabku dengan gaya meminta maaf.

"Oohh..kamu nonmuslim. Yah, nggak apa-apa koq," balasnya dengan senyum bijak.

"Masjid ini terbuka untuk siapapun. Termasuk musafir seperti kamu, dan pernah ada juga koq nonmuslim yang menginap di sini," lanjutnya.

Karena pagi-pagi harus berangkat, aku langsung beres-beres. Kulihat Pak Mahfud seperti sedang memantau orang-orang yang sedang membersihkan area masjid. Mungkin dia adalah kepala marbot masjid ini, pikirku.

"Kamu sudah mau berangkat?" tanyanya.

"Iya pak, sudah ada yang menjemput saya pagi ini. Makasih banyak ya pak sudah mengijinkan saya menginap di sini."

"Kalau kamu......payah...soal penginapan, nggak apa-apa kalau kamu mau menginap di sini lagi," kata Pak Mahfud.

Terlihat dia diam sejenak sebelum menemukan kata yang tepat agar tidak menyinggung.

"Oh, nggak apa-apa koq, pak. Saya sudah aman di Bengkulu," jawabku dengan sungkan.

"Berapa lama kamu di Bengkulu?"

"Sampai hari senin, pak." (saat itu adalah hari jumat, aku tiba di masjid itu kamis larut malam)

Akhirnya aku berpamitan dengan Pak Mahfud. Mungkin pertemuan kami sangat singkat. Tapi pertemuan itu masih membekas hingga saat ini, dimana aku melihat dan merasakan langsung toleransi dan rasa kemanusiaan terhadap orang asing sepertiku. Sebuah wisata religi masjid yang memperkaya pengalamanku.

Terima kasih Bengkulu. Semoga suatu hari aku bisa datang kembali..

Berendo Kota Bengkulu (sumber: Dok. Pribadi)
Berendo Kota Bengkulu (sumber: Dok. Pribadi)

***

Berendo Kota Bengkulu adalah ikon wisata baru Kota Bengkulu berupa alun-alun, selasar dan menara yang menyatu dengan Masjid Agung At-Taqwa di belakangnya.

Jika naik ke atas menara, kita akan melihat lanskap Kota Bengkulu berupa bangunan bersejarah serta pantai di sekelilingnya. Selain itu ada banyak kuliner baik itu booth, cafe dan resto di depan dan sekitar Berendo.

Jangan lupa berkunjung ke Berendo Kota Bengkulu jika berkunjung ke Bengkulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun