Mohon tunggu...
Dens Saputra
Dens Saputra Mohon Tunggu... Penulis - De

menulis adalah seni berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi: Cerita Politik Menuju 2024

18 Mei 2022   07:27 Diperbarui: 18 Mei 2022   07:49 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konsep  ini menegaskan bahwa politik persatuan bangsa Indonesia di dasarkan pada penderitaan bersama, kepentingan bersama dan perjuangan bersama. Semua dimensi itu rumuskan dalam satu imajinasi bernegara yaitu Nasionalisme. 

Jembatan menuju Nasionalisme ala Benedic Anderson adalah bahasa. Kita tahu kekuatan Jerman pada perang dunia di dorong oleh imajinasi bangsa Arya yang hebat, kuat, dan tangguh. Hitler tahu bahwa masyarakat Jerman akan berjuang mempertahankan imajinasinya karena melekat dalam diri mereka.  

Bahkan imajinasi ini bisa menggerakan anak -- anak di bawah umur untuk angkat senjata. Peristwa ini membuat kita sadar, bahwa Imajined Communities adalah senjata ampuh untuk menggerakan massa.

 Pesta demokrasi 2024 di rancang sudah sejak tahun ini. Persiapan suksesi pemilu 2024 tidak main-main karena melibatkan hampir setiap lembaga formal dan informal di republik ini. Apa lagi pengalaman PEMILU kita selama ini selalu menyisahkan problem politik yang berimbas pada terpecahnya masyarakat. 

Pengalaman PEMILU Jakarta dan presiden tahun 2019 menunjukan bahwa efek politik elektoral kita hari ini bisa menuangkan perpecahan di tubuh masyarakat. Demokrasi memang menginginkan perbedaan argumentatif, tapi tidak pada perpecahan. 

Tipisnya pemisahan antara perbedaan dan perpecahan membuat siapapun pemimpin di Republik ini sulit menentukan gerakan-gerakan sosial politik tersebut. Penggiringan opini publik merupakan jembatan politis untuk mempengaruhi masyarakat baik secara intelektual maupun tindakan. 

Itulah mengapa sejak 1983 Benedic Anderson mengatakan bahwa bahasa dan opini adalah senjata Elit untuk mendapat simpati masyarakat. Pada akhirnya kelompok masyarakat kita hanya menjadi bayang-bayang dari perilaku elit yang hedon dan despotik tanpa memperdulikan kepentingan umum. 

Hal ini bisa terjadi dengan fakta politik yang menunjukan elit politik kita hanya memanfaatkan panggung demokrasi untuk kepentingan kekuasaan. Dan ini adalah praktek-praktek gelap yang di sandiwarakan oleh elit politik dan bahkan kita sendiri setiap 5 atau 6 tahun sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun